KUNINANGAN (MASS)- Seperti telah diketahui banyak pihak khususnya di kalangan dunia pendidikan bahwasanya sistem zonasi sekolah telah efektif diberlakukan sejak tahun 2017 yang lalu oleh Kemendikbud yang pada tahun ini aturannya disempurnakan melalui Permendikbud NO 14 Tahun 2018 tentang PPDB.
Sebagai pengetahuan umum, sistem zonasi ini memiliki tujuan positif diantaranya pemerataan akses pada layanan pendidikan beserta kualitasnya. Selain itu Kemdikbud pun ingin menghilangkan istilah “sekolah favorit” yang ternyata menimbulkan “kastanisasi” diantara sekolah yang ada.
Kedepannya; pemanfaatan zonasi akan diperluas untuk pemenuhan sarana prasarana, redistribusi dan pembinaan guru, serta pembinaan kesiswaan. Ke depan, sistem zonasi bukan hanya untuk UN dan PPDB, tetapi menyeluruh untuk mengoptimalkan potensi pendidikan dasar dan menengah.
Penulis sangat mengapreasi langkah Kemdikbud dalam hal zonasi ini. Hanya saja jika menelaah suatu azas hukum yang berbunyi “lex superior derogate legi inferiori” yang artinya bahwa suatu peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Maka Permen diatas khususnya mengenai ketentuan Zonasi boleh jadi batal secara hukum, karena jika ditelaah, hal itu bertentangan dengan ketentuan diatasnya, yaitu UUD Negara RI Tahun 1945. Ditambah lagi, pada permen tersebut terdapat ketentuan mengenai pembatasan jumlah siswa maupun jumlah kelas yang boleh diterima oleh sebuah sekolah.
Penulis menggaris bawahi pasal UUD Negara RI Tahun 1945 dibawah : Pasal 28E (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. Artinya, meskipun diluar zona seharusnya calon siswa bisa memilih sekolah manapun yang dia inginkan.
Pasal 31 (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undangundang.
Artinya, berapun jumlah siswa yang diterima di sekolah dasar dan menengah, seharusnya BOS tetap diberikan ditambah lagi dukungan sarana prasarana kepada sekolah yang memang diminati. (ayat 2) Jika terdapat alasan bahwa zonasi ini adalah dalam rangka menghasilkan siswa yang berkualitas, maka dalam pasal 31 ayat (3) lebih mengutamakan imtaq dan akhlak mulia dibandingkan kualitas kecerdasan peserta didik.
Jika alasannya adalah pemerataan jumlah siswa, maka yang akan terabaikan adalah pemeratan kualitas siswa. Belum lagi jika kita melihat sisi psikologi calon siswa yang kecewa tidak bisa memilih sekolah karena alasan berada diluar zonasi.***
Penulis : Hisyam Fany A R
Tinggal di Kuningan