KUNINGAN (MASS) – Diperpanjangnya PPKM Darurat kali ini, membuat keresahan banyak pihak semakin menjadi-jadi.
Setelah sebelumnya kalangan pedagang, pengusaha dan seniman, kini giliran pengelola wisata yang mengaku dibuat susah karena kebijakan ini.
Hal ini tergambar dari pertemuan para pengelola wisata pada Rabu (4/8/2021) kemarin siang di Pawon Botram.
Nampak hadir para pengelola wisata yang resah atas ketidakpastian usahanya, padahal itu semua menyangkut ketergantungan nasib para karyawan.
Terlihat dalam pertemuan tersebut, pengelola wisata Curug Landung H Abidin, pengelola Zam-zam pool H Umbara, Pengelola J &J Resto H Kiki Alfarizi.
Kemudian, Pengola Objek Wisata Cibulan H Didi Sutaradi, pengelola Linggarjati H Oji, serta pengelola Sukageri View Endon, dan perwakilan pengelola Woodland Abel Kiranti.
Dalam pertemuan itu, dibahas beberapa poin penting, diantaranya membentuk Paguyuban Wisata Kabupaten Kabupaten Kuningan yang sifatnya mandiri, guna menampung aspirasi yang terlibat di dunia wisata.
Paguyuban yang dibentuk pada pertemuan itu juga, diketuai Abidin pengelola Curug Landung.
Dalam pertemuan itu, dibahas langkah-langkah yang akan ditempuh untuk memperjuangkan nasib orang yang bergantung di dunia wisata.
“Sebelumnya, kita akan lakukan audiensi, kalo masih tidak ada kepastian, kita akan lakukan gerakan, Demo,” ujarnya dalam pertemuan tersebut.
Beberapa hal, yang menjadi fokus tuntutannya adalah ingin ada kepastian, apakah setelah tanggal 9 Agustus nanti, wisata akan dibuka atau tidak.
“Soal memanusiakan manusia, kita akan pinta bagaimana kompensasi karyawan dan pedagang di tempat wisata yang sudah vakum selama dua bulan belakangan,” imbuhnya lagi.
Terakhir, yang akan jadi tuntutan adalah perohal vaksinasi para karyawan. Hal itu guna mendorong kepastian dibukanya pariwisata untuk jangka panjang.
Dalam pertemuan, para pengelola wisata terlihat gusar dengan aturan PPKM yang terus diperpanjang dan tanpa kepastian.
Tentu hal itu menjadi beban yang seperti bola salju bagi pengelola wisata, terus membesar.
Dengan kondisi seperti ini, wisata jadi seolah ‘mati suri’ di Kuningan. Padahal, wisata merupakan salah satu unggulan yang digemborkan pemerintah.
Adapun, seperti yang sudah ditulis sebelumnya, di Kuningan sendiri berbagai kalangan terus melakukan protes soal ketidakpastian sampai kapan perpanjangan PPKM akan terus dilakukan.
Kalangan pengusaha, pedagang pasar, pengusaha kecil, sampai komunitas seni sudah saling bergantian menyampaikan protes dan keberatannya soal penanganan covid ini.
Warga yang protes soal PPKM ini, selain melakukan audiensi, juga melakukan aksi dengan berbagai cara.
Selain audiensi, ada yang memberian korek kuping obat tetes dan sendal jepit, ada juga yang mencoret-coret mobil fortunernya, bahkan ada yang mengibarkan bendera putih.
Fenomena Kritik Penanganan Covid, dan Fenomena Minta Maaf
Jika dilihat secara lebih umum, Fenomena keluhan atas penanganan covid oleh pemerintah di Kuningan cukup menarik perhatian.
Selain dilakukan terus menerus bergantian, banyak juga yang berakhir minta maaf.
Pengusaha Ali Action misalnya, yang mencoret mobil Fortunernya sebagai bentuk keberatannya pada kebijakan PPKM. Setelah isunya viral, lalu minta maaf saat idul adha.
Ada juga Komunitas Seni Kuningan, yang setelah menggebu-gebu di audiensi dengan datang ke pendopo.
Harus berbenturan dengan pegiat seni lainnya, dan berakhir minta maaf di samping Bupati.
Fenomena minta maaf dan klarifikasi juga sudah dimulai sebelumnya oleh warga Ciwaru yang ingin membuktikan covid dengan memgang mayat terpapar. Saat itu, meminta maaf setelah ‘dibawa sebentar’ ke kantor polisi.
Trend minta maaf juga berlanjut meski topiknya berbeda. Kades Gunungaci yang melakukan hajatan dengan menggelar trabas di saat PPKM Darurat.
Ketua satgas tingkat desa itu, berakhir minta maaf di kantor kecamatan.
Belakangan, fenomena minta maaf juga dilakukan oleh pengelola bus ‘black pink’ setelah supirnya melakukan Zig-zag di jalanan. (Eki)