KUNINGAN (MASS) – Sekolah gratis atau pendidikan dibiayai oleh negara yang baru-baru ini diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), menuai banyak sorotan dari berbagai kalangan. Kali ini datang dari akademisi sekaligus Ketua Yayasan Pondok Pesantren Binaul Ummah Kuningan, Dr Rohidin MMPd.
Sebagai akademisi Universitas Islam Al-ihya (Unisa) Kuningan, Rohidin mengatakan, pengelolaan lembaga pendidikan di Indonesia sangat beragam. Menurutnya tidak semuanya sama karena terdapat sekolah negeri dan swasta termasuk yang berbasis madrasah atau pesantren.
“Saya belum faham betul, baru mendapat informasi sekilas. Tetapi secara umum lembaga pendidikan kita tidak semuanya sama, ada sekolah negeri dan swasta. Itu terbagi lagi ada yang hanya sekolah formal saja ada juga sekolah terpadu dengan pesantren atau lembaga sejenisnya,” ujarnya, Minggu (22/6/2025).
Ia menyambut baik program pemerintah yang bertujuan menggratiskan pendidikan. Namun, menurutnya proses pembiayaan harus disesuaikan dengan lembaga pendidikan yang notabenenya berbeda-beda.
“Kami menyambut baik rencana pemerintah kalau mau menggratiskan pendidikan tapi tentunya pemerintah juga harus memberi kompensasi terhadap penyelenggara pendidikan. Di lembaga pendidikan berasrama, atau pondok pesantren tentu akan berbeda baik untuk pembelajaran di sekolah, maupun kurikulum di pondok begitu juga dengan fasilitas asrama,” ucapnya.
Ia menekankan bahwa pembiayaan di lembaga semacam itu akan berbeda sesuai fasilitas layanan yang diberikan yang mencakup banyak aspek. Seperti mulai dari air, listrik, loundry, serta makan tiga kali sehari bagi para santri.
“Kalau pemerintah menggratiskan semuanya, saya sangat bersyukur sekali. Tapi kan bebannya juga cukup besar jika sepenuhnya ditanggung oleh negara, jadi kita harus realistis aja,” tuturnya.
“Kalau pemerintah tidak bisa memberikan itu sepenuhnya, maka orang tua dalam pembiayaan atau partisipasi pendidikan masih sangat di perlukan,” pungkasnya. (didin)
