KUNINGAN (MASS) – Kemarau panjang disertai cuaca panas belakangan ini membuat kaum tani menjerit. Tidak sedikit hektaran sawah mengalami kekeringan yang kemudian gagal panen.
Salah seorang petani di Desa Babakanreuma Kecamatan Sindangagung, Suparman, merasakan pula kesulitan bertani saat ini. Irigasi yang biasanya mengalir air, kini jadi kering kerontang.
“Ada banyak sawah di sini, termasuk di perbatasan Kertawangunan yang mengalami gagal panen. Umurnya udah 3 bulan, giliran sebentar lagi mau panen, eh airnya langka,” tutur Suparman Kamis (2/11/2023).
Bukan hanya masalah air, para petani juga kesulitan memperoleh pupuk bersubsidi. Yang ada justru pupuk nonsubsidi yang harganya hampir 2 kali lipat.
“Harga pupuk nonsubsidi itu sekilonya 6 ribuan. Kalo yang subsidi mah antara 3.500 sampe 4.000. Bedanya lumayan kan,” ucapnya.
Lantaran tidak kuat membeli pupuk, petani terpaksa mengurangi jumlah. Jika biasanya 100 bata lahan sawah membutuhkan 2,5 kuintal pupuk, maka oleh petani dikurangi 1 kuintal.
“Makainya hanya 1,5 kuintal saja. Karena memang uangnya terbatas buat beli pupuk. Akhirnya, wajar lah kualitas padinya menurun,” terang Suparman.
Petani ini pun mengungkap soal dibatasinya pembelian solar untuk traktor. Ia merasa ruang gerak petani dibatasi. Instansi pemerintah ataupun lembaga yang mengklaim urusi pertanian terkesan tidak punya peranan.
“Kalau saya sih mikirnya begini. Kalo petani gagal panen terus, maka nanti padi yang diproduksi sedikit. Udah mah minat generasi muda ke tani teh berkurang. Jadinya kita mau makan apa atuh? Beras impor atau beras plastik?,” celetuk petani yang sering baca berita di kuninganmass.com tersebut.
Sekadar mengulas, di Kuningan terdapat instansi pemerintah yang menamai dirinya Dinas Pertanian. Di kota kuda ini pun terdapat sebuah organisasi yang konon peduli pertanian bernama HKTI. Organisasi ini diketuai Hanyen Tenggono yang saat ini mau mencalonkan anggota DPRD Jabar dari Partai Golkar. Saat dikonfirmasi, Hanyen belum merespon. (deden)