KUNINGAN (MASS) – BEM Unisa kembali menanggapi data yang dikeluarkan Dinkes soal stunting di media massa. Kali ini, tanggapan langsung dilontarkan Presiden BEM, Arief Ardiansyah.
Pada berita yang tayang di kuninganmass.com beberapa waktu lalu, Dinkes melalui keterangan tertulisnya menyajikan beberapa data serta sanggahan terkait kritikan Mentri Kesehatan BEM Unisa, Ilyani.
Ketua BEM Arif menerangkan, dari analisa subjektif pihak BEM, soal data penurunan presentase angka stunting yang disuguhkan Dinkes, bukan benar-benar ‘prestasi’.
Karena dibalik penurunan angka stunting, tenyata menurun pula jumlah bayi yang ditimbang.
“Sehingga kami menganalisa dan berprasangka bahwa menurunnya persentase stunting itu bisa terjadi oleh logika matematis bahwa adanya penurunan bayi yang ditimbang. Jadi menurunya juga angka stunting bukan berarti sebuah keberhasilan dari sebuah kinerja,” sebutnya Minggu (11/7/2021) siang.
Dipaparkannya, pada tahun 2016 jumlah balita yang ditimbang adalah 86.573 persentasenya 7,46%
Kemudian, tahun 2017 jumlah balita yang ditimbang adalah 82.764 persentasenya 5,65%, 2018 jumlah balita yang ditimbang adalah 72.150 persentasenya 8,19%.
Sementara itu, 2019 jumlah balita yang ditimbang adalah 66.202 persentasenya 8,39%, 2020 jumlah balita yang ditimbang adalah 67.941 persentasenya 7,38%, dan 2021 jumlah balita yang ditimbang 66.473 persentasenya 6,41%.
“Dengan melihat seperti itu, menurut kami jumlah balita yang ditimbang ada margin perbedaan dengan jumlah antara bayi yang ditimbang sehingga akan berpengaruh kuat pada persentase stunting yang ada,” jelasnya.
Arif menpertanyakan, secara data apakah betul penurunan itu hasil kinerja Dinas Kesehatan, kinerja pemerintahan atau kinerja TIM penanganan stunting oleh pihak-pihak swasta dan lain sebagainya.
Karena adanya perbedaan presentase itu, Arif kembali mencecar dan bertanya, siapa yang akan menjelaskan dan memastikan bahwa penurunan persentase stunting di Kabupaten Kuningan itu hasil kinerja Pemerintahan.
“Menurut hemat kami sebagai mahasiswa dan masyarakat awam, penanganan kasus stunting adalah masalah kesehatan yang artinya secara logika berpikir kami menganggap bahwa persoalan stunting itu leading sectornya adalah Dinas Kesehatan,” tegasnya kembali.
Menurut pihak BEM, stanting ini memang bukan hanya tugas pemerintah dan seluruh rakyat dari mulai Bupati, gubernur, sampai presiden.
Karena itu, pihaknya selaku mahasiswa dan semua rakyat juga bertanggung jawab atas soal-soal stanting juga berhak mengatasi persoalan tersebut.
“Tapi dalam proses pemerintahan dan proses kenegaraan, ada anggaran – anggaran yang sudah diakumulasi dari uang rakyat untuk menuntaskan persoalan-persoalan stunting. Apakah keberpihakan anggaran terkait dengan kondisi stunting hari ini sudah sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh balita yang terdampak stunting atau tidak,” tanyanya kembali.
Lagi, Arif bertanya soal darimana anggaran stunting ini dikucurkan.
Lalu bertanya lagi soal apakah Dinas Kesehatan punya wewenang khusus atau pihak pemerintah daerah dalam hal ini Bupati yang punya wewenang untuk mengeluarkan kebijakan anggaran seperti yang tercantum dalam PERBUP No 36. Tahun 2019 dan produk hukum lainya yang mengarah dalam penanggulangan stunting.
“Maka wajar saudari Ilyani (BEM Unisa) mengkritisi masalah stunting ini melihat ada banyak sekali beberapa SKPD yang bertanggung jawab mengatasi masalah stunting di Kuningan” ujarnya.
Namun sungguh sangat disayangkan, malah mendapatkan respon tidak mengenakan dari salah satu anggota Dinkes yang katanya bertanggung jawab menangani masalah stunting.
“Sampai-sampai mengancam tidak memberikan Nilai dan tidak bisa mengikuti PBL,” pungkasnya. (Eki)