KUNINGAN (MASS) – Ateisme merupakan sebuah pandangan filosofi yang percaya tidak adanya keberadaan tuhan dan dewa-dewi. Seorang ateis meyakini bahwa tidak ada bukti yang cukup kuat untuk membenarkan keberadaan Tuhan atau bahwa klaim keberadaan Tuhan tidak konsisten atau tidak rasional. Nilai dan pandangan ateis dapat bervariasi secara luas. Beberapa ateis mungkin menganggap agama sebagai sumber konflik dan kekerasan, sedangkan yang lain mungkin melihat agama sebagai sistem kepercayaan yang tidak relevan atau tidak penting dalam kehidupan mereka. Beberapa ateis dapat mengadopsi pandangan naturalis, yang berfokus pada metode ilmiah dan penjelasan alam semesta melalui proses alamiah.
Umumnya ateisme dipahami sebagai suatu paham yang menyatakan bahwa Tuhan itu tidaklah ada (Corlett, 2010). Jika dilihat secara etimologi, istilah ateisme (atheism) merupakan serapan dari kata Yunani “Atheos” yang tersusun atas “a” (tidak) dan “Theos” (Tuhan), daripada itu ateisme ialah pandangan bahwa Tuhan itu tidaklah ada (Napel, 2006). Analisis pemikiran etika nietzsche terhadap para politikus indonesia, Fredrich Nietzsche salahsatu filsuf asal jerman yang cukup fenomenal, dan masih dipeajari pemikiran dan ajarannya sampai saat ini. Nietzsche merupakan atheis yang paling ekstremm di era modern. Salah satunya adalah mengenai argumennya yaitu “Tuhan telah mati, dan kitalah yang membunuhnya”.
Dari argumennya yang mendalam itu dapat ditarik lebih jauh bahwasanya di era saat itu fungsi tuhan seolah sudah tidak dibutuhkanlagi, perkembangan teknologi dan industri sudah sangat berkembang dengan cepat, dan seolah tuhan sudah tidak berguna lagi. Kemudian masuk kepada narsi pembahasan yang akan dibahas pada tulisan ini, tentang para politikus yang saling ribut memperebutkan kekuasaan hingga sampai menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan kekuasaan tersebut. Beberapa hal yang akan dibahas dan dikaitkan antara pemikiran Nietzsche dengan aktivitas perpolitikan di indonesia. Mulai dari ranah yang nasional sampai ke ranah yang kecil, atau bahkan sampai di lingkungan perpolitikan di kampus juga terjadi praktik-praktik yang menghalalkan berbagai cara demi mendapatkan kekuasaan. Dan ini dialami saya sendiri.
Friedrich Nietzsche adalah seorang filsuf yang terkenal dengan pemikirannya yang kontroversial. Dia memiliki pandangan kritis terhadap agama dan menjadi salah satu pemikir awal yang dikaitkan dengan konsep atheisme. Salah satu gagasan sentral Nietzsche adalah “kematian Tuhan” atau “Deus est mortuus” dalam bahasa Latin. Dalam pandangannya, Nietzsche berpendapat bahwa masyarakat modern telah mengalami kemunduran kepercayaan pada nilai-nilai agama yang berlaku secara tradisional. Dia menyatakan bahwa agama-agama tradisional tidak lagi memiliki otoritas moral yang kuat, dan dengan demikian, manusia harus mencari arti dan nilai-nilai baru di luar kerangka religius.
Nietzsche juga mengkritik moralitas Kristen sebagai bentuk moralitas “budak” yang menekan potensi kreatif manusia. Dia mengusulkan gagasan “kehendak untuk berkuasa” (will to power), yang menyoroti ambisi manusia untuk mengembangkan potensi diri mereka dan mencapai kehidupan yang lebih baik. Namun, pandangan ini tidak berfokus pada aspek politik kekuasaan, melainkan pada upaya individu untuk mencapai kehidupan yang lebih otentik dan berdaya.
Sistem Pemilu yang Menghalalkan Segala Cara
Pemilu yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan adalah suatu konsep yang melanggar prinsip-prinsip demokrasi dan etika politik yang sehat. Pemilihan umum seharusnya menjadi platform bagi para pemimpin dan partai politik untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat, mempresentasikan visi dan program kerja yang jelas, dan memenangkan dukungan publik secara adil dan transparan. Prinsip demokrasi yang sehat memandang bahwa pemilu seharusnya melibatkan persaingan yang adil dan bebas dari kecurangan serta manipulasi yang bertujuan untuk memperoleh kekuasaan. Prinsip-prinsip ini mencakup kebebasan berekspresi, akses yang adil terhadap informasi, kebebasan asosiasi politik, serta proses pemilihan yang adil dan transparan.
Pada kenyataannya, praktik politik yang tidak etis, seperti penipuan pemilih, politik uang, kampanye hitam, dan pemalsuan suara, dapat terjadi dalam beberapa konteks pemilihan di berbagai negara. Namun, demokrasi yang sehat memerlukan adanya regulasi yang ketat, sistem pengawasan independen, dan partisipasi aktif dari masyarakat dalam memantau dan melaporkan pelanggaran pemilu.
Mulai dari lingkungan kampus, sebagai sebuah miniatur suatu negara, proses pemilihan ORMAWA Institut yang paling jelas dan seolah diatur oleh pihak Komisi Pemilihan Mahasiswa, saat itu juga banyak hal yang diluar aturan -aturan yang ada. Dari mulai di tingkat institut, fakultas, maupun jurusan. Banyak terjadi praktik praktik yang melakukan berbagai cara demi mendapatkan kekuasaan sebagai ketua umum.
Sistem Politik Indonesia
Sistem politik di Indonesia adalah demokrasi yang diatur dalam kerangka konstitusi. Konstitusi Indonesia, yang dikenal sebagai Undang-Undang Dasar 1945, memberikan dasar hukum dan prinsip-prinsip bagi sistem politik negara tersebut. Dalam konteks demokrasi yang sehat, ada prinsip-prinsip penting yang mengatur pemilihan umum dan pengambilan keputusan politik.
Namun, seperti halnya di negara-negara lain, praktik-praktik politik yang tidak etis dan melanggar prinsip-prinsip demokrasi terkadang terjadi di Indonesia. Beberapa contoh praktik tersebut adalah:
- Politik Uang (Money Politics). Penggunaan uang secara tidak etis untuk mempengaruhi pemilih atau mendapatkan dukungan politik. Ini dapat termasuk pembelian suara, penyalahgunaan dana kampanye, atau memberikan imbalan materi kepada pemilih sebagai imbalan dukungan.
- Kampanye Hitam (Black Campaign). Penyebaran informasi yang salah atau fitnah untuk merusak reputasi lawan politik. Hal ini dapat dilakukan melalui media sosial, pamflet, atau saluran komunikasi lainnya.
- Kecurangan Pemilu. Manipulasi atau pelanggaran dalam proses pemilihan umum, seperti pemalsuan suara, intimidasi pemilih, atau manipulasi hasil pemilu.
- Penggunaan Kekuasaan Aparat (Endorsment Government). Penyalahgunaan kekuasaan aparat pemerintah untuk mempengaruhi hasil pemilihan atau membatasi kebebasan politik. Contohnya termasuk penggunaan birokrasi, polisi, atau militer untuk kepentingan politik tertentu.
Keempat poin tersebut merupakan praktik langgganan yang memang ada di indonesia, jadi sikap atheisme dalamberpolitik demi mendapatkan kekuasaan merupakan suatu hal yang lumrah terjadi.
Solusi Atas Ambisi Politik yang Menghalalkan Segala Cara Demi Kekuasaan
Bebrapa disini mungkin bisa dijadikan alternatif solusi sebagai opsi yang bisa digunakan, agar sistem pemilihan dalam perpolitikan dapat berjalan dengan baik, sesuai dengan aturan yang ada.
- Pendidikan Politik. Masyarakat harus lebih banyak menerima edukasi terkait perpolitika, Meningkatkan pendidikan politik bagi masyarakat agar mereka dapat lebih memahami prinsip-prinsip demokrasi, etika politik, dan pentingnya integritas dalam pemilihan umum. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang proses politik yang sehat, masyarakat akan lebih kritis terhadap praktik-praktik yang tidak etis.
- Perkuat Institusi Pengawas. Memperkuat peran dan independensi lembaga pengawas pemilihan seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau lembaga serupa. Memastikan bahwa mereka memiliki kekuatan dan sumber daya yang cukup untuk memantau dan mengawasi proses politik secara transparan, jujur dan adil.
- Penerapan Sanksi Hukuman yang sesuai. Penenegakkan hukum secara tegas terhadap pelanggaran etika politik dan kecurangan pemilihan. Sanksi yang tegas akan memberikan efek jera dan memberikan sinyal bahwa praktik-praktik yang melanggar prinsip demokrasi tidak akan ditoleransi, akan di tindak dengan tegas, sehingga ada efek jera bagi setiap pelaku yang curang dalam berpolitik.
- Pendidikan Nalar Kritis. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman kritis masyarakat terhadap propaganda politik dan kampanye hitam. Masyarakat perlu dilengkapi dengan keterampilan dan pengetahuan untuk membedakan fakta dan opini, serta untuk mengenali manipulasi informasi dalam politik.
- Etika Kepemimpinan. Memperjuangkan kepemimpinan yang berintegritas dan mendorong para pemimpin politik untuk menunjukkan teladan yang baik. Menghargai dan mendukung para pemimpin yang berkomitmen pada prinsip-prinsip demokrasi dan etika politik yang sehat.
Solusi-solusi tersebut bertujuan untuk memperkuat integritas sistem politik dan membatasi praktik-praktik politik yang merugikan. Penting untuk melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, lembaga independen, masyarakat sipil, dan pemilih, dalam upaya menciptakan sistem politik yang lebih transparan, adil, dan bermartabat.
Penulis : Muhammad Ragil Ar-Raqiib, AFI 4B (2108303026) IAIN Syekh Nurjati Cirebon