CIWARU (MASS) – Sejak menempati lahan baru di kawasan relokasi tahun 1980 silam, warga Dusun Cimeong Desa Cilayung Kecamatan Ciwaru belum mengantongi sertifikat. Mereka merasa seperti punya sepeda motor bodong. Pernyataan ini terlontar saat audiensi di Gedung DPRD, Jumat (16/5/2025).
Rupanya gejolak yang terjadi di desa tersebut, bukan semata-mata persoalan tapal batas antara Desa Cilayung dan Citikur. Usai audiensi, Wakil Ketua DPRD Kuningan, Saw Tresna Septiani menceritakan kronologisnya.
“Kan eksplore dari kedua belah pihak, yaitu dari Desa Cilayung dan Citikur. Jadi ini bukan semata-mata soal tapal batas. Kesimpulan kami ini berawal dari kejadian bencana alam tahun 1980 lalu, ada pergeseran tanah di Dusun Cimeong Desa Cilayung,” tutur Teh Saw Tresna, sapaan akrabnya.
Lantaran membahayakan, warga Cimeong direlokasi ke lahan Perhutani yang berada di wilayah Dusun Makermulya Desa Citikur. Kendati pindah lokasi, mereka masih berKTP Cilayung sejak dulu sampai sekarang.
Desa Citikur sendiri, dulunya masih bergabung ke Desa Sumberjaya. Pada tahun 2005 dilakukan pemekaran dimana Desa Citikur berdiri sendiri, berpisah dari Desa Sumberjaya. Pemekaran dilegalkan dengan sebuah Perda (Peraturan Daerah) No. 17 tahun 2005 tentang Pemerintah Desa Citikur Kecamatan Ciwaru.
“Jadi, kalau secara aturan itu sudah jelas. Perdanya ada. Meski sudah lama, kalau bicara mekanisme itu bisa ditelusuri. Legislatif dan Eksekutif dalam bekerja tentu atas dasar aturan, pasti ada dasar hukumnya, apalagi melibatkan BPN yang bisa mengukur batas wilayah tersebut,” kata Tresna.
Ia melanjutkan, sebetulnya warga yang datang ke gedung dewan sudah memahaminya lantaran beraturan jelas. Namun masih ada aspirasi yang belum terselesaikan dimana keinginan mereka secara administrasi kewilayahan tetap masuk Desa Cilayung.
“Memang itu harus diselesaikan. Dan sebetulnya ini sudah beberapa kali. Sudah ada opsi-opsi yang ditawarkan tapi mereka belum menerima. Nanti ada kewenangannya, pak bupati yang menyelesaikan dan harus diedukasi,” ungkapnya.
Warga yang menandatangani agar tetap masuk wilayah administrasi Desa Cilayung sebanyak 200 orang. Sedangkan yang datang ke gedung dewan hanya perwakilan sebanyak puluhan orang. Secara kelembagaan, Tresna mengatakan, dewan akan memfasilitasi aspirasi mereka asalkan bersama-sama menjaga kondusifitas dan taat aturan.
“Dan mengenai status lahan, itu tanah Perhutani yang diberikan kepada masyarakat sehingga boleh dimiliki dan disertifikatkan. Hanya saja tidak bisa disertifikatkan karena masih berseteru dan mereka masih berKTP Desa Cilayung. Kalau Citikur mah udah beres diajukan PTSL,” jelas Tresna.
Intinya, tambah Tresna, warga ingin ada pengakuan dan segera memiliki sertifikat. Sedangkan untuk informasi luas lahan yang semula 9 hektar menjadi 6 hektar, ia mengaku belum tergali. “Nanti ditindaklanjuti oleh Komisi I yang membidanginya,” pungkas politisi Partai Golkar tersebut. (deden)
