KUNINGAN (MASS) – Program bantuan sosial yang berdekatan dengan pemilu jelas memicu mobilisasi Pemilih yang memberikan efek tertentu. Dalam masa kampanye Pilpres maupun Pileg harus dihindari upaya politisasi pemberian bansos dengan kontestan tertentu karena berpotensi sebagai kampanye terselubung.
Kondisi ini memberikan peluang untuk kampanye terselubung pada pilpres dan pileg. Modus operandi kejahatan politik ini antara lain dilakukan dengan mengklaim sumber bansos berasal dari Kontestan tertentu atau menempelkan simbol dan tanda gambar sebagai identitas kontestan pada paket bansos tersebut, dan bisa dibilang Bansos ini sebagai Insentif Elektoral.
Seharusnya Bantuan sosial (BANSOS) merupakan program pemerintah yang tidak ada hubungannya dengan pemilu. Bila bansos digunakan sebagai alat untuk menjanjikan atau memberikan kepada peserta kampanye pemilu (masyarakat atau warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat sebagai pemilih) secara langsung maupun tidak langsung maka dapat dikualifikasikan sebagai politik uang.
Jika bansos digunakan untuk melawan hukum secara tidak sesuai mekanisme peruntukannya oleh pejabat Negara untuk menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu maka berlaku pasal 547 Undang-undang No 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang berbunyi setiap pejabat Negara yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
Dan diatur pula pada pasal 548 menyebutkan bahwa setiap orang yang menggunakan anggaran pemerintah, Pemerintah daerah, badan usaha milik Negara, badan usaha milik daerah (BUMD), Pemerintah desa atau sebutan lain dan badan usaha milik desa untuk disumbangkan atau diberikan kepada pelaksana kampanye sebagaimana dimaksud dalam pasal 339 ayat 4 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
BANSOS sendiri merupakan fasilitas Negara yang bersumber dari Anggaran pemerintah. Penggunaan fasilitas Negara untuk kepentingan Kampanye merupakan tindak pidana pemilu, sebagaimana diatur dalam pasal Pasal 280 ayat 1 huruf a menyebutkan pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas Pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;
Sebagaimana diatur dalam pasal 284 Dalam hal terbukti pelaksana dan tim kampanye Pemilu menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta pemilu secara langsung atau tidak langsung untuk: a. tidak menggunakan hak pilihnya; b. menggunakan hak pilihnya dengan memilih Peserta Pemilu dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah; c. memilih pasangan calon tertentu; d,memilih partai politik peserta pemilu tertentu; e, memilih calon anggota DPD tertentu;
Maka dari itu peran Organisasi Pemantau Pemilu, media dan masyarakat sipil diperlukan manakala tugas Pengawasan tidak dijalani oleh lembaga pengawas formal. Kita sebagai masyarakat sipil harus mempunyai kesadaran kritis serta memiliki keberanian untuk melaporkan bilamana terjadi kasus dugaan pelanggaran dan tindak pidana pemilu yang ditemukan.
Agar tidak ada abuse of power dan menghasilkan pemilu yang Luber dan JURDIL.
Penulis : Atang (Ketua Formatku)