JABAR (MASS) – Penerimaan Peserta Didik Baru (SPMB) tahun ini menjadi perhatian masyarakat. Tak hanya soal teknis pendaftaran dan jalur seleksi, tapi juga soal bagaimana negara hadir bagi kelompok yang paling rentan, mulai dari keluarga miskin dan berisiko putus sekolah. Tahun sekarang, Pemerintah melalui Sekertaris Daerah Provinsi Jawa Barat Herman Suryatman menegaskan komitmennya untuk menjadikan proses tersebut bersih, transparan, dan berkeadilan.
“Sesuai komitmen awal, arahan Gubernur, dan Permendikdasmen, SPMB di Jabar tahun ini dilaksanakan melalui jalur domisili, afirmasi, dan mutasi. Kami pastikan semuanya bersih dan transparan,” ujar Herman Suryatman di Gedung Sate Bandung, Rabu (18/6/2024).
Tahap pertama SPMB telah dimulai pada 16 Juni 2024 untuk jalur afirmasi, domisili, dan mutasi. Tahap kedua akan menyusul pada 24 Juni–1 Juli, dengan fokus pada jalur prestasi. Di tengah proses teknis itu, perhatian utama pemerintah provinsi justru tertuju pada satu hal yaitu jangan sampai anak dari keluarga miskin kehilangan hak dasarnya untuk melanjutkan pendidikan.
“Pak Gubernur sudah audiensi langsung dengan Pak Menteri Pendidikan. Intinya, jangan sampai ada satu pun anak dari keluarga miskin yang tidak bisa melanjutkan sekolah, baik di negeri maupun swasta,” tegas Herman.
Untuk menjamin kehadiran negara, bahkan di luar sekolah negeri, pemerintah siap mengoptimalkan bantuan ke lembaga swasta. Melalui skema Bantuan Pendidikan Menengah Universal, dukungan langsung akan disalurkan kepada siswa dari keluarga tidak mampu.
“Kita ingin memastikan mereka tetap bisa sekolah, di negeri atau di swasta, negara tetap hadir,” tambahnya.
Salah satu titik balik yang membuka mata publik adalah kasus siswa di Cirebon yang mencoba bunuh diri karena tidak sanggup membeli perlengkapan sekolah. Bagi pemerintah, ini bukan insiden biasa. Ini pengingat yang menyakitkan bahwa akses pendidikan masih belum setara.
“Salah satu pemantik kan kasus di Cirebon, kita prihatin, bagaimana anak ingin membeli perlengkapan sekolah, ingin melanjutkan tapi satu dan lain hal orang tua terkendala, sampai seperti itu (percobaan bunuh diri). Itu tidak boleh terjadi (lagi),” ucap Herman.
Sebagai solusi jangka pendek, Pemdaprov Jabar tengah menghitung ulang kapasitas ruang kelas dan mempertimbangkan kebijakan luar biasa: menaikkan jumlah siswa per rombongan belajar dari 36 menjadi 50. Kebijakan itu tidak berlaku umum, hanya untuk mengakomodasi lonjakan peserta dari kelompok ekonomi terbawah.
“Pak Menteri memberikan ruang agar jumlah siswa per rombel bisa ditingkatkan dari 36 menjadi 50, khusus untuk mengakomodasi anak-anak miskin. Sekarang sedang kita hitung kapasitasnya,” ujar Herman.
Tak hanya soal akses, pemerintah juga mulai memperkuat hubungan antara sekolah dan orang tua. Dalam proses daftar ulang nanti, orang tua akan diminta menandatangani formulir dukungan terhadap proses pendidikan anaknya. Tujuannya adalah membangun rasa saling percaya, bukan membebani atau mengintimidasi.
“Kami ingin ada kepercayaan penuh dari orang tua kepada pihak sekolah dalam mendidik anak-anak mereka. Tapi tentu tetap dalam koridor etika dan hukum yang berlaku, tanpa menimbulkan kesan kriminalisasi kepada guru jika terjadi kesalahpahaman,” jelasnya.
Guru, menurut Herman, harus diberikan ruang untuk membina dan membentuk karakter siswa, tanpa dihantui ketakutan akan salah persepsi.
“Jangan sampai guru takut bertindak karena khawatir disalahartikan. Tapi kalau ada yang melanggar, tentu ada undang-undang perlindungan anak yang jadi pegangan,” tambahnya.
Sebagai catatan, jalur afirmasi SPMB Jabar 2025 diperuntukkan bagi peserta dari keluarga berisiko putus sekolah. Kategori ini meliputi KETM-P3KE (Kelompok Ekonomi Terendah Berdasarkan Program Penghapusan Kemiskinan Ekstrem) dan KETM non-P3KE.
Pemerintah memastikan, bagi siswa yang tidak lolos pada tahap pertama, masih tersedia peluang melalui tahap kedua. Namun, bila sudah memilih sekolah swasta sebagai opsi ketiga dan menyetujui penyaluran, maka kesempatan mengikuti tahap selanjutnya tidak berlaku lagi. (argi)
