KUNINGAN (MASS) – Mulai dari bulan ini seluruh sektor di berlakukan WFH kembali, tak terkecuali sektor pendidikan. Pemerintah memerintahkan kegiatan pendidikan dilakukan secara daring atau online. Keputusan ini dibuat untuk menekan perkembangan covid-19 yang angka perkembangannya belum kunjung menurun.
Pembelajaran daring ini dilakukan mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pada faktanya, pembelajaran secara daring menjadikan tantangan bagi dunia pendidikan di Indonesia, dimana Indonesia memiliki banyak pulau yang tersebar dari sabang hingga merauke.
Tantangan terbesar berada pada penyediaan akses internet serta kecakapan teknologi di daerah-daerah terpencil. Imbasnya dari pembelajaran secara daring adalah pemerintah mengeluarkan kebijakan perubahan kurikulum pada pendidikan Indonesia.
Kurikulum adalah muatan proses, baik formal maupun infromal yang diperuntukkan bagi pelajar untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman, mengembangkan kahlian dan mengubah apresiasi sikap dan nilai dengan bantuan sekolah. Kurikulum dibuat untuk seluruh siswa Indonesia dari sabang hingga merauke, ini menjadikan seluruh siswa di Indonesia mendapatkan pemerataan kurikulum dan harus mencapai standar yang sama, karena pemerataan ini menjadikan hasil belajar serta prestasi peserta didik semakin menurun dan kurang maksimal.
Dalam praktiknya banyak kendala yang dihadapi oleh guru, orang tua serta peserta didik dalam pembelajaran online ini. Bagi guru, mereka kesulitan mengelola pembelajaran darirng dan cenderung fokus pada penuntasan kurikulum serta sulitnya komunikasi dengan orang tua. Waktu pembelajaran yang digunakan berkurang sehingga guru tidak mungkin memenuhi beban jam mengajar.
Bagi orang tua, masih banyak yang merasa kesulitan dalam memahamai pembelajaran dan memotivasi anak saat mendampingi anak ketika belajar, tetapi tidak semua orang tua mampu mendampingi anak belajar di rumah karena ada tanggung jawab seperti pekerjaan.
Sedangkan bagi siswa mengeluhkan kesulitan konsentrasi belajar dan peugasan yang banyak, meningkatnya stress siswa juga mengakibatkan siswa mengalami rasa jenuh akibat isolasi berkelanjutan.
Baru-baru ini pemerintah mengeluarkan kurikulum selama pandemi yang disebut kurikulum darurat. Kurikulum darurat ini dirancang untuk menyederhanakan dan diperkirakan dapat memenuhi hak pendidikan selama masa pandemi. Penyederhanaan kurikulum diharapkan dapat memudahkan proses pembelajaran secara daring dan meringankan beban para orang tua serta peserta didik selama pandemi.
Dalam penggunaannya, pemerintah memberikan pilihan pada setiap sekolah untuk memilih tiga pilihan, yakni menggunakan kurikulum darurat, menggunakan kurikulum 2013 dan sekolah melakukan penyederhaan secara mandiri.
Kurikulum darurat digunakan di sekolah untuk mengurangi beban guru dalam melaksanakan kurikulum nasional dan siswa dalam keterkaitannya dengan penentuan kenaikan kelas dan kelulusan. Kurikulum ini disiapkan untuk jenjang dasar dan menengah. Terkhusus untuk PAUD dan sekolah dasar pemerintah memberikan modul untuk guru, orang tua serta siswa, karena dinilai pembelajaran daring sangat sulit dilakukan oleh jenjang tersebut.
Sebenarnya kurikulum daruat hanya diberlakukan hingga tahun ajaran 2020/2021 namun tidak menutup kemungkinan pada tahun ajaran baru yaitu 2021/2022 kurikulum darurat dapat diterapkan kembali di sekolah.
Penerapan kurikulum darurat dilakukan dengan menyederhanakan kompetensi dasar pada setiap mata pelajaran, alasannya agar materi yang diajarkan lebih singkat namun pemahamannya lebih mendalam.
Dimaksudkannya kurikulum darurat ini karena ditakutkan banyak siswa yang putus sekolah, mengalami kekerasan dan resiko eksternal serta penuruan hasil belajar dan prestasi siswa.
Dampak pandemi yang berimbas pada perubahan kurikulum menjadikan guru melakukan asesmen diagnostik. Asesmen dilakukan di semua kelas secara berkala untuk mendiagnosis kondisi kognitif dan non-kognitif siswa sebagai dampak pembelajaran jarak jauh atau daring. Tujuan dari asesmen kognitif adalah untuk menguji kemampuan dan capain pembelajaran siswa, sedangkan tujuan dari asesmen non-kognitif adalah untuk mengukur aspek psikologis dan kondisi emosional siswa.
Pada praktikinya sebuah kurikulum harus ditunjang dengan tenaga pendidik yang kompeten, fasilitas yang memadai, fasilitas bantu pendukung, tenaga penunjang kependidikan, dana yang memadai, dan manajemen yang baik.
Dalam hal tenaga pendidik dan tenaga penunjang kependidikan dimasa pandemi, masih banyak guru yang kurang cakap akan teknologi, penggunaan aplikasi pembelajaran online seperti zoom, gmeet, google classroom serta aplikasi lainnya masih jarang digunakan.
Guru-guru yang awam juga masih menggunakan media yang terjangkau dan mudah seperti whatsapp, hal ini menyebabkan kurangnya pemahaman siswa dalam memahami pembelajaran.
Fasilitas atau sering disebut dengan sarana dan prasarana juga menjadi penunjang kurikulum, sarana dan prasaran yang digunakan dalam pembelajaran daring merupakan media dan alat teknologi seperti, zoom, google meet, classroom dan aplikasi lainnya. Selanjutnya manajemen untuk membantu proses pembelajaran dimasa pandemi juga didukung oleh tenaga penunjang kependidikan yang kompeten dan cakap akan teknologi.
Dana yang digunakan untuk keperluan pendidikan biasanya tersalurkan melalui dana BOS, namun dimasa pandemi ini juga KEMENDIKBUD memberikan kuota belajar bagi para siswa. Tetapi kuota yang diberikan oleh pemerintah juga tidak diterima secara merata, karena masih banyak peserta didik atau orang tua yang belum memiliki gawai serta sinyal yang sulit didaerahnya.
Perubahan kurikulum menyebabkan adanya ketidaksiapan peserta didik menghadapi pembelajaran. Akibatnya proses pembelajaran menjadi tidak efektif dan hasil belajar siswa menurun. Kesiapan siswa bukan hanya dari kesiapan belajaranya saja namun juga perlu diperhatikan kesiapan mental siswa.
Oleh sebab itu peran sekolah, pemerintah, layanan kesehatan, masyarakat sipil guru, dan orang tua sangat penting untuk membantu meningkatkan hasil belajar dan prestasi siswa serta mendukung suksesnya pembelajaran dimasa pandemi secara daring.
Namun dengan adanya kurikulum darurat ini diharapkan pembelajaran dapat tetap terlaksana, mempermudah proses pembelajaran dan mengurangi kendala yang dihadapi guru, orang tua serta siswa.
Dampak yang didapatkan guru dari kurikulum darurat adalah tersedianya acuan kurikulum yang sederhana, berkurangnya beban mengajar, guru dapat berfokus pada pendidikan dan pembelajaran yang esenisial serta meningkatnya kesejahteraan psikologi guru.
Bagi orang tua dampaknya adalah mempermudah mendampingi pembelajaran siswa di rumah, serta meningkatnya kesejahteraan psikologi orang tua. Sedangkan siswa merasakan tidak terbebani dengan tuntutan menuntaskan seluruh pencapain kurikulum dan dapat lebih fokus terhadap pembelajaran serta meningkatnya kesejahteraan psikologi siswa.
Penulis : Agna Khoiriah
Mahasiswa pendidikan kimia di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta