Connect with us

Hi, what are you looking for?

Kuningan Mass

Netizen Mass

Pandangan Cukai dalam Islam

KUNINGAN (MASS) – Kontribusi daerah dalam menyukseskan program negara sangatlah penting. Sebab program-program daerah merupakan lanjutan dari visi misi pemerintahan pusat demi mengembangkan suatu wilayah. Sehingga, penting untuk mencari dana untuk memenuhi kebutuhan dalam wilayah tersebut. Apalagi demi membangun perekonomian yang tangguh.

Salah satu pemasukan daerah yang cukup signifikan yaitu cukai rokok. Seperti yang terjadi di Kuningan, Jawa Barat, wilayah ini telah mendapatkan penghargaan
Pengelolaan DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau) terbaik tahun 2022 pada acara Penghargaan Bea Cukai Award yang bertempat di Kantor Bea Cukai Cirebon. Dimana ini merupakan apresiasi yang kedua kalinya bagi Kuningan. Ini dikarenakan telah mendukung peningkatan perekonomian nasional khususnya di wilayah Ciayumajakuning, terutama kepada para stakeholder.

Sekretaris Daerah Kuningan, Dr. H. Dian Rachmat Yanuar, M.Si menuturkan bahwa Kuningan membuka pintu selebar-lebarnya bagi para investor untuk berinvestasi bisnis. Tandanya Kuningan bisa menjadi ‘rumah kedua bagi investor’ untuk menanam saham dalam hal pembangunan, salah satunya. Data menunjukkan bahwa Bea Cukai Cirebon mampu memberikan kontribusi kepada negara berupa cukai sebesar Rp 541,86 M; bea masuk Rp 24,1 M; pajak rokok sebesar Rp 50,6 M; dan pajak dalam rangka impor berupa PPN Impor, PPN DN/HT, dan PPh Pasal 22 Impor sebesar Rp 3,3 T. Jumlah tersebut meningkat dari tahun 2021. (kuningankab.go.id., 31/01/2023).

Andalan Pemasukan Negara

Indonesia, negara terbesar dalam pemanfaatan tembakau di Asia Tenggara. Tembakau dipergunakan sebagai bahan baku dalam produksi rokok. Dimana perusahaan rokok di Indonesia tersebar merata di beberapa wilayah. Dan rakyat Indonesia menjadi konsumen terbesar rokok, mulai dari remaja hingga orang tua.

Tembakau inilah yang akan dikenakan cukai oleh negara, karena bahan yang perlu diawasi keberadaannya. Dimana cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu, dengan memiliki sifat dan karakteristik khusus, contohnya alkohol dan hasil tembakau.

Data menunjukkan bahwa pendapatan negara yang berasal dari cukai hasil tembakau (CHT) cenderung meningkat setiap tahunnya. Pada Januari-September 2022, negara telah meraup pendapatan CHT senilai Rp 153,05 T. Dan kemungkinan akan meningkat pada tahun 2023. Ini menunjukkan betapa cukai rokok menjadi andalan pemasukan negara setiap tahunnya.

Memang benar, konsumsi rokok tak bisa dilepaskan dari peran orangtua dan lingkungan sekitar. Sebab, banyak pula dari kalangan anak-anak sekolah yang sudah mulai mencoba merokok. Tentu menjadi keuntungan yang besar bagi perusahaan rokok, walaupun harga tembakau naik, tetapi penjualannya tetap stabil.

Pandangan Islam

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki sumber penerimaan dana APBN terbesar dari pajak dan bea cukai. Pada umumnya digunakan untuk membangun fasilitas umum serta beberapa pengeluaran negara. Walhasil warga negara wajib membayar pajak dan cukai untuk komoditi tertentu yang sudah diatur dalam undang-undang.

Islam, suatu agama yang berasal dari Sang Pencipta sudah cukup memberikan aturan yang lengkap demi menyelesaikan perkara manusia. Begitupula dalam perkara cukai dan pendapatan negara.

Dalam Islam, pendapatan negara bukanlah cukai sebagai yang utama, tetapi ada beberapa, yaitu al-anfal (rampasan perang), ghanimah, dan fai’; kharaj atas tanah; jizyah dari non muslim; kepemilikan negara; kepemilikan umum; 1/10 (al ‘usyur) dan al-jamarik (bea cukai); harta orang-orang yang tidak ada ahli warisnya; harta orang-orang yang murtad dari Islam; semua jenis zakat; 1/5 rikaz (barang temuan) dan barang tambang yang sedikit. Walaupun ada bea cukai, tetapi bukanlah yang utama.

Cukai (maks) adalah harta yang diambil dari komoditi yang melewati perbatasan negara; komoditi tersebut keluar masuk, melewatinya. Islam memandang bahwa ada beberapa ketentuan, yaitu:

  1. Bagi sesama pedagang Muslim, hukumnya haram memungut cukai untuk komoditi apapun
  2. Bagi pedagang ahlul dzimmah (orang kafir yang tinggal di Negara Khilafah dan taat terhadap aturan Islam), diwajibkan membayar jizyah sebesar 1/20, bukan memungut cukai. Karena hukumnya haram memungut cukai atas mereka.
  3. Bagi pedagang kafir mu’ahid, maka boleh dipungut baginya harta, namun sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam naskah perjanjian. Harta tersebut bisa berupa cukai.
  4. Bagi pedagang kafir harbi, maka diperbolehkan memungut cukai, namun jumlahnya disesuaikan berdasarkan pungutan negaranya kepada pedagang Muslim. Ini berdasarkan riwayat dari Abu Mujliz Lahiq bin Humaid yang mengatakan, “Mereka bertanya kepada Umar ra, ‘Bagaimana kita harus memungut dari warga negara kufur jika memasuki (wilayah) kita?’ Umar ra. menjawab, ‘Bagaimana mereka memungut dari kalian jika kalian memasuki (wilayah) mereka?’, Mereka menjawab: ‘Mereka (kaum kufur) memungut tarif bea masuk sebesar 1/10’, Umar ra. berkata, ‘Kalau begitu, sebesar itu pula kalian mengambil dari mereka.’ (Ibnu Qudamah di dalam kitab Al-Mughni)

Begitulah aturan Islam yang diterapkan secara adil. Pemasukan negara tidak akan berpatokan dari cukai saja, tetapi akan mengelola sumber daya alam dengan baik. Wallahu A’lam bishshawab.

Citra Salsabila
(Pegiat Literasi)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Advertisement

Berita Terbaru

Advertisement
Advertisement

You May Also Like

Advertisement