Connect with us

Hi, what are you looking for?

Kuningan Mass

Netizen Mass

MTQ dan Gejala Patolopolis: Menyambut MTQ Tingkat Provinsi Jawa Barat

KUNINGAN (MASS) – ”Kuningan meunang, Kuningan Mencrang, Kuningan Gemilang” (Moal Waka Mulang Saencan Meunang), letik-letik kuda Kuningan. Itulah tagline yang diusung Kabupaten Kuningan diajang MTQ, yang saat ini sedang berlangsung perhelatan Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) ke-38 tingkat Provinsi Jawa Barat, yang sedang berlangsung di Bekasi, dari tanggal 27 April sampai dengan tanggal 4 Mei 2024 mendatang.

Sudah diduga, pasti setiap daerah ingin menjadi juara, termasuk Kabupaten Kuningan yang mengusung tagline tersebut. Ada anggapan yang selama ini beredar. Bahwa MTQ hanya perebutan gengsi sebuah daerah? Kalau begitu, maka tak heran apabila jauh-jauh hari suatu daerah sudah menancapkan ikrarnya ingin menjadi juara.

Daerah pun jauh jauh hari sudah pasang ”kuda-kuda”, menggemleng para peserta dari berbagai cabang yang dilombakan, ”fenomena bon-bonan”, dan mengumpulkan pundi-pundi untuk melicinkan jalan mulus mencari status sebagai juara umum, karena ini menyangkut gengsi dan harga diri.

Padahal almarhum K.H. Mohamad Dahlan sebagai penggagas awal MTQ ini mempunyai cita-cita yang luhur yakni ingin membangun kembali Al-Quran sebagai kitab suci ummat Islam. Kalau begitu dari ajang MTQ tidak akan menghasilkan apa-apa, kecuali tebaran aroma status. Status sebagai pembaca tersohor, status sebagai juara umum, dan lainnya. Sejatinya MTQ harus dijadikan bagian dari dakwah, dan dapat menyentuh kaum mustadhafin (orang yang lemah).

Advertisement. Scroll to continue reading.

Karena ada sebahagian orang yang beranggapan bahwa dakwah sudah berakhir setelah khutbah di mesjid, setelah menyuruh orang berbuat baik. Selama ini pengajian dianggap berhasil kalau jamaah penuh melimpah sampai ke emper-emper, kalau sudah banyak orang yang membaca Al-Quran, kalau MTQ sudah dilaksanakan sampai ketingkat RT.

Pada saat yang sama, kita mendengar rintihan para kaum mustadhafin yang tidak tersentuh oleh para perencana pembangunan. Di gubuk-gubuk reot mereka merintih, di tempat yang sama banyak orang Islam yang tidak bisa melanjutkan sekolah karena tidak punya biaya. Padahal ayat Al-Quran yang pertama turun adalah perintah membaca (Iqra).

Membaca kitab universal yang ada di sekeliling kita, membaca dapat menghantarkan manusia mencapai derajat kemanusiaan yang sempurna (insan kamil). Membaca adalah syarat utama guna membangun peradaban.

Dengan demikian, Al-Quran sangat memerlukan ummat pendukung yang cerdas, cergas dan punya pemikiran wawasan Islam yang menukik dan luas. Kecerdasan dan kecergasan harus menjadi budaya ummat Islam. Kita harus sensitif dalam menangkap sinyal-sinyal ilahiyah dengan parabola kebenaran untuk mengembangkan wawasan keislaman. Tanpa itu semua, Al-Quran hanya sekumpulan dogmatis yang dibawa sebagai penolak bala.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Karena idealnya ritus keimanan seseorang akan berbanding lurus sejajar dengan kepedulian sosialnya. Semakian tinggi dan dalam wawasan keimanan seseorang, akan semakin aktif dan peduli dalam mengatasi permasalahan sosial.

Namun apabila mengamati kondisi masyarakat kita dewasa ini, ada fenomena yang bersifat paradok, terdapatnya kesenjangan yang memerlukan perhatian bersama. Kita sekarang menyaksikan di mana-mana tumbuh gairah keagaamaan, namun bersamaan dengan itu, muncul perilaku sosial yang menyimpang. Disatu sisi tumbuh dan berkembang majlis taklim dan semaan Al-Quran. Namun disisi lain bermunculan pula kejahatan.

Meminjam istilah ilmu sosial, ditengah masyarakat kita muncul gejala yang dinamakan patolopolis, sejenis penyakit dimana bagian masyarakat tersebut dihinggapi penyakit mental, seperti kekekerasan, sadisme, pemerkosaan, pembunuhan, korupsi, gampang tersinggung, demoralisasi, dan lainnya.

Realitas semacam ini menggambarkan bahwa nilai-nilai keagamaan belum sepenuhnya dihayati. Oleh karena itu, tuntunan agama harus dijadikan asosiatif dan bukan hanya sekedar asesoris, apalagi kalau hanya sekedar menjadi ajang perebutan juara.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Dapatkah para qori qoriah dengan suara merdunya tampil sebagai peredam gejolak masyarakat yang sudah terjangkiti penyakit patolopolis tersebut? Kita tunggu saja.
………………………

Penulis : Dr. H. Muhamad Nurdin, S.Ag, M.Pd.I
CH, CHt, CBNSP, CSTMI, CPS

Dr. H. Muhamad Nurdin, Adalah Peserta Pembinaan Dewan Hakim Tingkat Nasional Angkatan III Cabang Syarhil Quran tahun 2024 di Kalimantan Timur, dan Dewan Juri Musabaqoh Menulis Ilmiah Al-Qur’an (M2IQ).

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Advertisement

Berita Terbaru

Advertisement
Advertisement

You May Also Like

Religious

KUNINGAN (MASS) – Pagelaran MTQ Kabupaten Kuningan memang sudah usai beberapa waktu lalu. Namun ternyata, keluhan peserta masih saja ada. Setelah sebelumnya keputusan KTIQ...

Religious

KUNINGAN (MASS) – Pagelaran MTQ ke-49 tingkat Kabupaten Kuningan yang diselenggarakan di Kecamatan Darma baru-baru ini, menorehkan tuan rumah sebagai juara umum. Kecamatan Darma,...

Government

KUNINGAN (MASS) – Kafilah MTQ Kuningan, yang terdiri dari 60 peserta, 4 pembina, dan 19 official diberangkatkan untuk berlomba di MTQ ke-37 tingkat Jawa...

Advertisement