KUNINGAN (MASS) – Ingatan ini masih belum hilang saat ada tragedi perang sarung yang merenggut nyawa siswa SLTP, dan mirisnya terjadi di bulan suci umat Islam, Ramadhan 1446 H/2025 M. Kini tragedi tawuran kembali terjadi di Kabupaten Kuningan, dan pelakunya masih di tingkat SLTP.
Perang sarung menjadi pusat perhatian karena menewaskan Siswa SLTP berusia 14 tahun, pada Kamis (6/3/2025) dan dimakamkan di TPU Cirendang. Siswa tersebut meninggal karena aksi perang sarung dengan temannya sendiri, ada sekitar 20 remaja yang diperiksa pihak Polres Kuningan atas penganiayaan tersebut.
Hanya selang sekitar enam minggu dari kejadian perang sarung, terjadi kembali tawuran yang lebih mengerikan, karena pelajar membawa senjata tajam (sajam). Kejadiannya di lapangan sepak bola Ragasakti Desa Setianegara Kec. Cilimus, pada Selasa (22/4/2025). Lapangan tersebut menjadi arena pertarungan pelajar SMP Kuningan dengan Cirebon, dua orang terluka cukup serius akibat terkena sajam.
Mereka adalah pelajar dari SLTP di Cilimus, SLTP di Mandirancan yang melawan belasan pelajar dari SLTP Beber Kabupaten Cirebon. Kelompok gabungan tersebut berseteru, dan langsung ditangani oleh Bagian Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reskrim Polres Kuningan. Kejadian ini meninggalkan kesan negatif, bahkan dikhawatirkan akan ada aksi balas dendam yang menyulut emosi pelajar tersebut. Ko bisa mereka membawa Sajam?
Pelajar seyogyanya bisa mempraktekan pelajaran Agama, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) dengan ruh toleransi. Namun sekarang, ruh tersebut sudah mulai pudar, dimana rasa toleransinya?, dimana rasa kesetiakawanannya?, dimanakah letak pendidikan karakternya yang sering digaungkan pemerintah di zaman modern ini.
Hanya ingin meng-kilas balik, Kuningan mengagungkan sebagai Kabupaten Pendidikan sejak tahun 2016 dengan menempuh berbagai prosedur persyaratan, baik persyaratan administrasi maupun persyaratan lainnya, persyaratan yang rumit pun ‘dijabanin’, demi sebuah gelar Kabupaten Pendidikan. Apakah itu hanya untuk gengsi sosial di tingkat nasional?, dan dunia mengakui jika Kuningan Kabupaten Pendidikan, Kabupaten Ramah Anak dengan masyarakatnya yang guyub, gotong royong, santun dan penuh toleransi?
Kabupaten Pendidikan dan Kabupaten Ramah Anak telah tercoreng oleh prilaku tawuran anak usia SD dan SLTP. Dulu, tawuran yang menjadi momok menakutkan bagi warga dan orangtua, dilakukan oleh pelajar remaja usia SLTA dan mahasiswa. Tapi 2025 ini, keradikalan siswa telah merambah ke usia 11 sampai 15 tahun.
Antara 100 Hari Kerja Dan Peradaban Dunia Maya
Wahai Pemerintah, dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kuningan dan Kementrian Agama (Kemenag) yang kini kerap mengagungkan program yang penuh dengan slogan, diharapkan itu bukan hanya sebatas seremonial, proyek atau hanya sebatas laporan ABS (asal bapak senang).
Slogan Disdikbud Kuningan, seperti Sekolahku Keren didalamnya ada kegiatan rehabilitasi, penguatan pendidikan karakter siswa dan guru. Ada lagi Slogan Rumah Guru sebagai ruang peningkatan mutu dan akhlak guru, karena GURU adalah sosok yang harus di-gugu dan di-tiru.
Ada lagi slogan Pagiku Cerahku, English Day, Mulok Ciremai dan terakhir yang baru diluncurkan adalah Sekolah Rujukan Goegle. Apa sebenarnya manfaat dari proyek seremonial itu? Jika Pendidikan Karakter nya saja terabaikan, mengesampingkan pengawasan terhadap prilaku pelajar, yang saat ini banyak pelajar yang menunjukan bukan seorang pelajar.
Pendidikan karakter memang bukan sekedar tanggungjawab pemerintah, namun lebih besar tanggung jawabnya ada di pundak orang tua. Orangtua adalah pilar yang utama dalam menjadikan anak sebagai generasi yang berkualitas, cerdas, takwa, berbudi pekerti luhur, dan berakhlakul karimah. Etika posisinya harus lebih tinggi ketimbang ilmu apapun.
Ditambah dahsyatnya gempuran digital, media sosial menjadikan anak malas, tidak beretika, tidak cerdas. Malah pelajar di Kuningan pun banyak yang menjadi korban perundungan (bullying). Pemerintah seharusnya lebih bijak dalam menyikapi gempuran tersebut, dan lebih responsif dalam kurikulum pendidikannya.
Berapa dana yang kerap digelontorkan untuk Disdikbud Kuningan?, tidak sedikit. Disaat APBD Kuningan menjerit pun, dan harus dilakukan efesiensi anggaran, toh Disdikbud justru tidak mendapat dampak dari efesiensi tersebut. Dalam APBD 2025 saja, Disdikbud adalah salah satu dinas yang mendapat alokasi anggaran gemuk karena mengejar 100 hari program kerjanya Bupati Wakil Bupati terpilih DR. H. Dian Rachmat Yanuar – Tuti Andriyani dengan fokus pada rehab sekolah yang rusak ringan, sedang maupun berat.
Infrastruktur fisik memang penting, akan tetapi infrastruktur non fisik bagi Disdikbud lebih penting karena berkaitan dengan kualitas pelajar, dan pendidikan karakter. Jangan sampai pemerintah menutup sebelah mata dengan kejadian perundungan, narkotika, pelecehan seksual dan tawuran.
Berikan solusi yang nyata supaya generasi pelajar Kuningan bisa beretika, beradab, berakhlakul karimah, guyub, setiakawan dan memperkecil dampak negatif dari peradaban dunia maya.
Oleh: Nunung Khazanah, Ketua PWI Kuningan
