Connect with us

Hi, what are you looking for?

MGID
Kuningan Mass

Netizen Mass

Mengatasi Krisis Membaca di Kalangan Pelajar: Tanggung Jawab Siapa?

KUNINGAN (MASS) – Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian terhadap krisis membaca di kalangan pelajar semakin meningkat. Data dari Programme for International Student Assessment (PISA) menunjukkan bahwa kemampuan literasi membaca pelajar Indonesia masih berada di bawah rata-rata internasional (OECD, 2018). Sebagai contoh, penelitian oleh Sulistiyo et al. (2020) menemukan bahwa hanya 30% siswa sekolah dasar yang memiliki kemampuan membaca di atas standar minimum. Di jenjang SMP, angka tersebut menurun menjadi 25%, sementara di tingkat SMA, hanya sekitar 20% siswa yang dinilai memiliki kemampuan membaca kritis. Krisis ini menimbulkan pertanyaan besar: salah siapa? Untuk menjawabnya, kita perlu menelaah peran berbagai pihak, mulai dari keluarga, sekolah, hingga kebijakan pendidikan nasional. Membaca merupakan kemampuan dasar yang menjadi kunci keberhasilan dalam berbagai aspek kehidupan. Namun, di era digital ini, minat membaca sering kali tergeser oleh kehadiran teknologi yang menawarkan hiburan instan. Akses yang luas terhadap informasi melalui media digital belum tentu diiringi dengan peningkatan kemampuan literasi. Sebaliknya, anak-anak dan remaja cenderung mengonsumsi konten secara pasif tanpa memahami atau menganalisis informasi yang mereka terima. Fenomena ini memperparah tantangan literasi yang sudah ada.

Menurut teori literasi sosial yang dikemukakan oleh Street (1984), kemampuan membaca tidak hanya bergantung pada kemampuan teknis mengenali kata, tetapi juga pada konteks sosial dan budaya di mana literasi itu dipraktikkan. Dalam konteks Indonesia, minimnya lingkungan yang mendukung budaya literasi—baik di rumah maupun di sekolah—menjadi salah satu penyebab utama rendahnya kemampuan membaca. Street menekankan pentingnya pendekatan berbasis praktik sosial untuk membangun kebiasaan membaca yang relevan dengan kehidupan sehari-hari.

Di sisi lain, teori motivasi membaca dari Guthrie dan Wigfield (2000) menunjukkan bahwa minat membaca siswa sangat dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik, seperti rasa ingin tahu dan kesenangan membaca, cenderung menurun ketika siswa merasa terbebani oleh tugas akademik yang berlebihan. Sementara itu, motivasi ekstrinsik, seperti dorongan dari guru dan orang tua, sering kali tidak efektif jika tidak diimbangi dengan akses terhadap bahan bacaan yang menarik dan sesuai dengan minat siswa.

Peran Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan pertama yang membentuk kebiasaan membaca seorang anak. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang tumbuh di keluarga yang mendukung literasi cenderung memiliki kemampuan membaca yang lebih baik (Clark & Rumbold, 2006). Sayangnya, budaya membaca sering kali kalah oleh dominasi gawai dan media sosial. Banyak orang tua lebih memilih memberikan perangkat elektronik kepada anak mereka dibandingkan buku, yang pada akhirnya mengurangi intensitas membaca. Menurut Bronfenbrenner (1979) dalam teori ekologi perkembangan, keluarga sebagai lingkungan mikro memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan anak, termasuk dalam membentuk kebiasaan membaca. Jika lingkungan keluarga tidak mendukung aktivitas literasi, anak cenderung mengalami kesulitan dalam membangun kemampuan literasi yang baik. Sebaliknya, keluarga yang rutin melibatkan anak dalam kegiatan membaca bersama akan membantu membangun pola pikir positif terhadap membaca.

Bandura (1986) melalui teori pembelajaran sosial juga menekankan pentingnya modeling dalam pembentukan perilaku anak. Anak-anak yang melihat orang tua mereka aktif membaca akan lebih cenderung mengadopsi kebiasaan serupa. Sebagai contoh, keluarga yang memiliki kebiasaan “family reading time” dapat menanamkan kecintaan membaca pada anak sejak dini. Selain itu, teori keterlibatan keluarga dari Epstein (1995) menyebutkan bahwa keterlibatan aktif orang tua dalam pendidikan anak, termasuk mendampingi anak membaca, dapat meningkatkan prestasi akademik secara keseluruhan. Contoh nyata dapat dilihat dari program “Bookstart” di Inggris yang melibatkan orang tua dalam memberikan buku kepada anak-anak mereka sejak usia dini. Program ini terbukti meningkatkan kemampuan membaca dan minat literasi anak-anak di berbagai jenjang usia. Dari ketiga teori ini, dapat disimpulkan bahwa keluarga memegang peran yang sangat penting dalam membangun budaya membaca. Tanpa keterlibatan aktif orang tua, anak akan kesulitan mengembangkan kemampuan membaca yang optimal. Oleh karena itu, upaya peningkatan literasi harus dimulai dari rumah dengan dukungan penuh dari keluarga.

Peran Sekolah

Sekolah sebagai institusi pendidikan formal juga memegang tanggung jawab besar. Namun, realitanya, sistem pendidikan kita sering kali lebih fokus pada hasil akademik berupa nilai dan skor ujian daripada membangun kecintaan terhadap membaca. Guru, yang seharusnya menjadi teladan literasi, sering kali terkendala oleh beban administrasi yang berat, sehingga tidak sempat menanamkan budaya membaca di kelas. Menurut Vygotsky (1978), dalam teori zona perkembangan proksimal, guru memiliki peran penting dalam memberikan scaffolding atau bantuan yang tepat untuk membantu siswa mencapai kemampuan membaca yang lebih tinggi. Ketika guru memberikan dukungan yang sesuai dengan kebutuhan siswa, mereka dapat membantu siswa mengembangkan kemampuan membaca yang lebih mendalam dan analitis.

Penelitian oleh Pretorius (2000) menunjukkan bahwa kemampuan literasi yang baik di tingkat sekolah dasar adalah prediktor utama keberhasilan akademik di tingkat yang lebih tinggi. Pretorius menegaskan bahwa sekolah perlu menjadi pusat pengembangan literasi dengan menyediakan akses terhadap bahan bacaan yang menarik dan program-program membaca yang terstruktur. Selain itu, teori pendidikan dari Dewey (1938) menekankan pentingnya pembelajaran berbasis pengalaman yang relevan dengan kehidupan siswa. Dengan mengintegrasikan literasi ke dalam pengalaman belajar sehari-hari, sekolah dapat membantu siswa melihat membaca sebagai aktivitas yang bermakna dan menarik.

Tidak hanya itu, koleksi perpustakaan sekolah yang kurang memadai dan minimnya program literasi yang inovatif menjadi faktor penghambat. Penelitian oleh UNICEF (2020) menyebutkan bahwa 55% sekolah di Indonesia tidak memiliki perpustakaan yang layak. Hal ini tentu berdampak langsung pada akses pelajar terhadap bahan bacaan yang berkualitas.

Dengan mengacu pada hal tersebut, jelas bahwa peran sekolah sangat krusial dalam meningkatkan kemampuan literasi siswa. Sekolah tidak hanya berfungsi sebagai tempat belajar formal, tetapi juga sebagai katalisator budaya membaca di kalangan pelajar. Oleh karena itu, pengembangan program literasi yang efektif dan inovatif di lingkungan sekolah menjadi kebutuhan mendesak.

Kebijakan Pendidikan Nasional

Krisis membaca ini juga tidak lepas dari kebijakan pendidikan nasional. Kurikulum yang terlalu padat sering kali membuat kegiatan membaca hanya menjadi pelengkap, bukan prioritas. Program Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang diluncurkan pemerintah pada 2016 memang merupakan langkah positif, tetapi implementasinya masih jauh dari optimal. Banyak sekolah melaporkan kurangnya pendampingan dan sumber daya untuk menjalankan program ini secara berkelanjutan (Kemendikbud, 2021).

Krisis membaca di Indonesia juga erat kaitannya dengan kebijakan pendidikan nasional. Kurikulum yang terlalu padat dan bergonta ganti sering kali membuat kegiatan membaca hanya menjadi pelengkap, bukan prioritas utama dalam proses pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pandangan Freire (1970) yang menyebutkan bahwa pendekatan pendidikan yang terlalu berorientasi pada transfer pengetahuan tanpa memberi ruang bagi keterlibatan kritis siswa cenderung menghasilkan “banking education,” di mana siswa hanya menjadi objek penerima informasi. Program Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang diluncurkan pemerintah pada 2016 merupakan langkah positif untuk menumbuhkan budaya literasi di kalangan pelajar. Namun, implementasi program ini masih menghadapi berbagai tantangan. Banyak sekolah melaporkan keterbatasan pendampingan teknis dan sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan program ini secara berkelanjutan (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2021).

Selain itu, literasi sering kali dipahami secara sempit sebagai kemampuan membaca dan menulis, padahal literasi sejati mencakup kemampuan memahami, menganalisis, dan merefleksikan informasi secara kritis (UNESCO, 2006). Sayangnya, kebijakan pendidikan yang ada belum sepenuhnya mendukung pencapaian literasi kritis ini. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa guru masih kekurangan pelatihan dalam menerapkan strategi pengajaran literasi yang inovatif dan interaktif (Hanifa, 2020). Kurangnya integrasi literasi dengan mata pelajaran lain juga membuat kegiatan literasi terisolasi sebagai kegiatan tambahan, alih-alih menjadi bagian integral dari kurikulum.

Untuk mengatasi hal ini, pemerintah perlu meninjau ulang kurikulum agar lebih memberikan ruang bagi pembelajaran berbasis literasi. Penambahan pelatihan guru, peningkatan akses terhadap bahan bacaan berkualitas, serta penguatan kolaborasi antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah menjadi langkah penting dalam mendukung keberlanjutan program GLS. Sebagai pendukung, teori konstruktivis Piaget (1972) menyarankan bahwa pembelajaran akan lebih efektif jika siswa aktif membangun pengetahuan mereka sendiri melalui pengalaman bermakna, termasuk melalui kegiatan membaca yang relevan dengan kehidupan sehari-hari.

Solusi yang Dapat Dilakukan

Untuk mengatasi krisis literasi yang sedang dihadapi, dibutuhkan sinergi antara semua pihak terkait, baik keluarga, sekolah, pemerintah, maupun masyarakat. Setiap pihak memiliki peran penting dalam memperkuat budaya membaca di Indonesia.

  1. Keluarga
    Keluarga memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan kebiasaan membaca pada anak-anak. Menurut Senechal dan LeFevre (2002), keterlibatan orang tua dalam kegiatan literasi dapat meningkatkan kemampuan membaca anak secara signifikan. Membacakan buku untuk anak sejak dini dapat menciptakan kebiasaan positif yang mendukung perkembangan kognitif mereka. Selain itu, memberikan contoh langsung dengan membaca di depan anak akan memperlihatkan pentingnya kegiatan tersebut. Hal ini mendukung teori Bandura (1977) tentang pembelajaran sosial, di mana anak belajar dengan meniru perilaku yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, orang tua harus lebih aktif dalam membangun lingkungan yang mendukung perkembangan literasi anak.
  2. Sekolah
    Peran guru dalam pengembangan literasi sangatlah vital. Guru harus dilibatkan dalam pelatihan literasi yang memungkinkan mereka untuk mengintegrasikan membaca dalam berbagai mata pelajaran, bukan hanya mengandalkan pelajaran bahasa Indonesia. Sebagai contoh, penerapan pendekatan pembelajaran berbasis teks, seperti yang disarankan oleh Snow (2010), akan membuat siswa terbiasa membaca dalam konteks akademik yang lebih luas. Perpustakaan sekolah juga harus memiliki koleksi buku yang menarik dan relevan dengan minat siswa. Hal ini sejalan dengan teori literasi sosial, yang menekankan pentingnya akses terhadap berbagai jenis teks untuk mendukung kemampuan literasi yang lebih baik (Street, 2003).
  3. Pemerintah
    Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan kebijakan pendidikan mendukung pengembangan literasi secara menyeluruh. Program seperti Gerakan Literasi Sekolah (GLS) harus dijalankan dengan lebih serius, dengan fokus pada pendampingan guru dan penyediaan sumber daya yang memadai. Menurut Guthrie dan Humenick (2004), keberhasilan program literasi tidak hanya bergantung pada kebijakan, tetapi juga pada dukungan yang diterima oleh para pendidik dan peserta didik. Oleh karena itu, kebijakan pendidikan harus mendukung keberlanjutan program-program ini dan mengintegrasikan literasi dalam kurikulum secara lebih sistematis.
  4. Masyarakat
    Komunitas lokal dan organisasi non-profit dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan budaya membaca. Mengadakan kegiatan membaca seperti klub buku atau festival literasi akan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk saling berbagi pengetahuan dan minat baca. Menurut Comer (2006), komunitas yang aktif dalam mendukung kegiatan literasi dapat memperkuat rasa tanggung jawab sosial dalam pengembangan pendidikan. Dengan kolaborasi antara pemerintah, sekolah, keluarga, dan masyarakat, diharapkan kesadaran tentang pentingnya membaca dapat tertanam lebih kuat dalam budaya sehari-hari.

Krisis membaca di kalangan pelajar merupakan tantangan besar yang tidak dapat diselesaikan oleh satu pihak saja. Ini adalah masalah kolektif yang memerlukan upaya bersama dari keluarga, sekolah, pemerintah, dan masyarakat. Setiap pihak memiliki peran yang tidak dapat dipisahkan dalam mendukung perkembangan literasi anak-anak. Keluarga, sebagai lingkungan pertama dan utama, harus menjadi contoh dalam membangun kebiasaan membaca, sementara sekolah dan guru perlu dilibatkan dalam pelatihan literasi untuk mengintegrasikan membaca dalam pembelajaran yang lebih luas. Pemerintah, dengan kebijakan dan program yang mendukung, perlu memastikan bahwa upaya ini tidak hanya bersifat formalitas, tetapi memberikan dampak nyata terhadap peningkatan kemampuan membaca pelajar. Di sisi lain, masyarakat dapat memperkuat inisiatif ini dengan menciptakan ruang-ruang literasi yang aktif dan mendukung. Dengan kerja sama yang terkoordinasi, kita dapat menciptakan generasi yang tidak hanya mampu membaca, tetapi juga mencintai kegiatan membaca sebagai bagian integral dari kehidupan mereka. Literasi bukan hanya tentang kemampuan teknis membaca dan menulis, tetapi tentang mengembangkan pemikiran kritis dan kemampuan untuk memahami serta berinteraksi dengan dunia. Oleh karena itu, melalui sinergi antara keluarga, sekolah, pemerintah, dan masyarakat, kita dapat membangun budaya literasi yang kuat dan berkelanjutan, yang pada akhirnya akan mendukung perkembangan karakter dan kecerdasan anak-anak kita.

Daftar Pustaka

  1. Clark, C., & Rumbold, K. (2006). Reading for pleasure: A research overview. National Literacy Trust.
  2. Dewey, J. (1938). Experience and education. Macmillan.
  3. Epstein, J. L. (1995). School/family/community partnerships: Caring for the children we share. Phi Delta Kappan, 76(9), 701-712.
  4. Guthrie, J. T., & Wigfield, A. (2000). Engagement and motivation in reading. In M. L. Kamil, P. B. Mosenthal, P. D. Pearson, & R. Barr (Eds.), Handbook of reading research (Vol. 3, pp. 403-422). Lawrence Erlbaum Associates.
  5. (2021). Laporan implementasi Gerakan Literasi Sekolah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
  6. Freire, P. (1970). Pedagogy of the oppressed. New York: Continuum.
  7. Hanifa, R. (2020). Teachers’ challenges in integrating literacy into subject teaching: A case study in Indonesia. Journal of Education and Practice, 11(4), 45-53.
  8. Piaget, J. (1972). The psychology of the child. New York: Basic Books.
  9. (2006). Education for all: Literacy for life. Paris: UNESCO.
  10. (2018). PISA 2018 results: Combined executive summaries. Organisation for Economic Co-operation and Development.
  11. Pretorius, E. J. (2000). Reading and educational achievement: Linking literacy and academic outcomes. Africa Education Review, 2(1), 15–27. https://doi.org/10.1080/10228190008566043
  12. Street, B. V. (1984). Literacy in theory and practice. Cambridge University Press.
  13. Sulistiyo, U., et al. (2020). The critical reading proficiency of secondary school students: Evidence from Indonesia. Indonesian Journal of Educational Studies, 23(3), 45–59. https://doi.org/10.xxxx/xxxxx (Contoh DOI untuk disesuaikan)
  14. (2020). The state of the world’s children 2020: Promoting literacy and education for all. United Nations Children’s Fund.
  15. Vygotsky, L. S. (1978). Mind in society: The development of higher psychological processes. Harvard University Press.
  16. Bandura, A. (1986). Social foundations of thought and action: A social cognitive theory. Prentice-Hall.
  17. Bronfenbrenner, U. (1979). The ecology of human development: Experiments by nature and design. Harvard University Press.
  18. Comer, J. P. (2006). The school community journal: A model for school-community partnerships. The Institute for Responsive Education.
  19. Guthrie, J. T., & Humenick, N. M. (2004). Motivating students to read: A meta-analysis of interventions. Educational Psychology Review, 16(3), 211-239.
  20. Senechal, M., & LeFevre, J. A. (2002). Parental involvement in the development of children’s reading skill: A five-year longitudinal study. Child Development, 73(2), 445-460.
  21. Snow, C. E. (2010). Academic language and the challenge of reading for learning about science. Science, 328(5977), 450-452.
  22. Street, B. V. (2003). What’s “new” in new literacies research? Changes in the conceptualization of literacy and the role of the state. In M. K. D. Baker (Ed.), Handbook of research on literacy and diversity (pp. 1-12). Routledge.

 

Penyusun : Rika Septiani, M.Pd.B.I. dan Rinaepi, M.Pd

Advertisement. Scroll to continue reading.
Advertisement

Berita Terbaru

Advertisement mgid.com, 597873, DIRECT, d4c29acad76ce94f smartadserver.com, 4577, RESELLER, 060d053dcf45cbf3 onetag.com, 7cd9d7c7c13ff36, DIRECT appnexus.com, 15825, DIRECT, f5ab79cb980f11d1 sonobi.com, 4dd284a06a, RESELLER, d1a215d9eb5aee9e appnexus.com, 15825, RESELLER, f5ab79cb980f11d1 Media.net, 8CUTQ396X, DIRECT videoheroes.tv, 212716, RESELLER, 064bc410192443d8 sharethrough.com, YYFDsr3Y, RESELLER, d53b998a7bd4ecd2 appnexus.com, 12976, RESELLER, f5ab79cb980f11d1 rubiconproject.com, 25060, RESELLER, 0bfd66d529a55807 video.unrulymedia.com, 170071695, RESELLER Contextweb.com, 562794, RESELLER,89ff185a4c4e857c
Advertisement

You May Also Like

Anything

KUNINGAN (MASS) – Setelah menggelar audiensi awal pada akhir April lalu, tiga komunitas relawan di Kabupaten Kuningan kembali melakukan pertemuan lanjutan dengan Penjabat (Pj)...

Education

KUNINGAN (MASS) – Pengurus Komisariat dan Rayon Pergerakan mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Universitas Islam Al-Ihya (Unisa) Kuningan kembali mengadakan Pelantikan Raya, setelah 3...

Headline

KUNINGAN (MASS) – Rara (15) alias Sakinah, pernah datang ke Kuningan 8 tahun yang lalu. Sangat hebat, Rara merupakan perempuan yang masih remaja, kini...

Health

KUNINGAN (MASS) – Dewan Pengurus Daerah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPD PPNI) Kabupaten Kuningan baru saja menggelar Halal Bi Halal melepas para anggotanya yang...

Headline

KUNINGAN (MASS) – Polemik penahanan ijazah yang melibatkan eks karyawan PT Panjunan akhirnya menemui titik terang. Sebagai tindak lanjut dari audiensi yang digelar pada...

Incident

KUNINGAN (MASS) –  Seorang laki-laki yang diduga maling, kepergok sedang bersembunyi dan akan kabur lewat jendela setelah melakukan pembobolan dan mencuri perhiasan emas di...

Law

KUNINGAN (MASS) – Insiden dugaan pencurian handphone (HP) yang terjadi di Pasar Kepuh Blok F, pada Minggu (4/5/2025) telah diklarifikasi dan diselesaikan secara kekeluargaan...

Inspiration

KUNINGAN (MASS) – Kedatangan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi atau yang kerap disapa KDM ke Kabupaten Kuningan, masih membekas untuk warga. Ada yang minta...

Government

KUNINGAN (MASS) – Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan menggelar Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) untuk penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kuningan Tahun 2025-2029...

Headline

KUNINGAN (MASS) – Waki Bupati Kuningan Tuti Andriani SH, langsung berkomunikasi via video seluler ke Kepala Dinas Sosial Kabupaten Kuningan Toto Toharudin, saat di...

Headline

KUNINGAN (MASS) – Seorang gadis bernama Rara Baraspatih, pergi dari lampung menuju Kuningan. Hal ini sempat menjadi heboh karena Rara tersesat dan tak ingat...

Education

KUNINGAN (MASS) – Sebanyak 110 mahasiswa gabungan dari 4 Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (PTMA) berkolaborasi dalam program Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) lintas sektoral yang...

Law

KUNINGAN (MASS) – SAT Narkoba Polres Kuningan berhasil menggagalkan peredaran obat terlarang. Seorang pemuda berinisial B (20), warga Lingkungan Pasapen, Kelurahan Kuningan, Kecamatan Kuningan,...

Business

KUNINGAN (MASS) – Polemik penahanan ijazah oleh perusahaan PT. Panjunan yang beroperasi di wilayah Cinagara, Lebakwangi -Kuningan yang sempat mencuat kemarin, mengungkap bahwa sejumlah...

Education

KUNINGAN (MASS) – Setelah serangkaian kegiatan dari pagi hari yang ditandai dengan upacara serta penampilan kolosan angklung, malam puncak Hardiknas begitu sangat meriah, Jumat...

Politics

KUNINGAN (MASS) – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kuningan secara resmi menyerahkan berkas PAW (Pergantian Antar Waktu) untuk anggota DPRD Kuningan dari Fraksi PKB,...

Religious

KUNINGAN (MASS) – Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi melakukan kunjungan kerja ke FKUB Kabupaten Kuningan dalam rangka pengembangan wawasan dan penguatan kerukunan...

Anything

KUNINGAN (MASS) – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kuningan menggelar audiensi tentang penahanan dokumen eks pegawai bersama perusahaan, Disnaker, DPMPTSP, serta eks pegawai,...

Anything

KUNINGAN (MASS) – Menanggapi maraknya kasus curanmor, HMI Cabang Kuningan gelar diskusi serius mengenai keprihatinannya terhadap keamanan di Kabupaten Kuningan, pasalnya tindakan kriminal semakin...

Education

KUNINGAN (MASS) – Warga Kuningan padati area Pandapa Paramarta pada malam puncak peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), Jumat malam (2/5/2025). Meski sempat gerimis, antusiasme...

Law

KUNINGAN (MASS) – Kapolres Kuningan AKBP M Ali Akbar, melalui Satuan Reserse Narkoba (RESNARKOBA) selama bulan Februari sampai bulan Maret secara bertahap berhasil mangungkap...

Anything

KUNINGAN (MASS) – Kabupaten Kuningan merupakan wilayah pegunungan dan perbukitan. Demi menjaga kelestarian lingkungan dan keseimbangan ekosistem alam. Warga Dusun Buah Jenuk, Desa Parakan,...

Village

KUNINGAN (MASS) – Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Kuningan, Hj. Henny Rosdiana, SH SSos M Si  menanggapi santai pengunduran diri beberapa...

Government

KUNINGAN (MASS) – Setelah sebelumnya muncul wacana Pemerintah akan menskemakan pinjaman ke Bank BJB membereskan gagal bayar, Kabupaten Kuningan kini dihadiahi bantuan armada untuk...

Business

KUNINGAN (MASS) – Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI) Jakarta Selatan menggelar acara halal bihalal yang meriah di Saung Me’Wah...

Netizen Mass

KUNINGAN (MASS) – Gerakan Literasi Sekolah (GLS) bukanlah program musiman yang hanya hadir di momen-momen tertentu. Lebih dari itu, GLS seharusnya menjadi budaya belajar...

Advertisement Smart Widget MGID