KUNINGAN (MASS)- Memperingati hari ibu seharusnya jadi momentum kita sebagai manusia yang lahir dari seorang ibu untuk mengevaluasi diri kita masing-masing. Sudah sejauh mana kita berperilaku baik kepada ibu?
Sudah seperti apa bakti kita kepada ibu? Bahkan evaluasi itu sebaiknya dilakukan setiap hari.
Bukan pada saat hari ibu saja. Namun kita manusia terkadang terlalu banyak luputnya, oleh karenanya minimal setahun sekali diingatkan melalui momentum hari ibu.
Hal ini agar dapat mengevaluasi diri apa yang sudah dilakukan untuk ibu selama setahun ke belakang, dan targetan apa yang akan dilaksanakan setahun kedepan sebagai wujud bakti kepada ibu.
Dapat membalas jasa orangtua terutama ibu adalah tidak mungkin. Bahkan di dalam agama Islam, jika seorang anak menggendong ibunya untuk pergi ibadah haji, maka itu tidak sedikitpun dapat menggantikan semua jasa ibu. Karena saking besarnya dan banyaknya pengorbanan yang telah ibu berikan.
Orangtua adalah wasilah keberlangsungan kehidupan yang hakikatnya pemberian Tuhan. Kesabaran dan ketulusan orangtua adalah hembusan nafas anak-anaknya.
Oleh karena itu semua agama menganjurkan untuk berbakti kepada kedua orangtua terutama kepada ibu. Di dalam agama Islam berbakti kepada kedua orangtua adalah anjuran yang disejajarkan dengan taat kepada Tuhan.
Banyak ayat suci Al-Qur’an yang memerintahkan untuk taat kepada Allah kemudian diikuti dengan perintah berbakti kepada orangtua. Salah satunya terdapat pada Surat Al-Baqoroh ayat 83.
Ibnu ‘Abbas seorang sahabat yang dijuluki ahli tafsir menafsirkan bahwasannya itu adalah isyarat betapa anjuran berbakti kepada orangtua adalah kewajiban yang sangat ditekankan seperti kewajiban beribadah kepada Allah, sehingga tidak sempurna taatnya seorang hamba kepada Allah jika ia durhaka kepada kedua orangtua.
Begitupun sebaliknya tidak sempurna taatnya seorang anak kepada kedua orangtua jika ia durhaka kepada Allah. Artinya taat kepada Allah dan berbakti kepada orangtua adalah dua komponen yang saling mengikat tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, sudah satu paket.
Pendidikan berbakti kepada orangtua memang sebaiknya diajarkan kepada anak-anak sedini mungkin. Sehingga dibutuhkan metode pendidikan berbakti kepada orangtua.
Ada metode indah yang ditawarkan Islam terkait pendidikan berbakti kepada kedua orangtua. Metode pendidikan berbakti kepada orangtua itu tertera di dalam Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 23.
Pada ayat ini secara tekstual tercatat lafadz “‘indakal kibaro” (lanjut usia dalam pemeliharaanmu). Ini menunjukan sebuah isyarat adanya metode pendidikan berbakti kepada orangtua.
Ternyata kata lansia (lanjut usia) sengaja Allah cantumkan dalam firmanNya sebagai titik tekan. Artinya bakti kita yang sesungguhnya kepada orangtua adalah di saat orangtua kita sudah lansia yang mungkin saat itu kita sudah memiliki anak dan istri.
Karena lansia adalah fase dimana manusia kembali menjadi lemah dari yang tadinya kuat (muda). Sehingga orangtua yang lansia ini sangat membutuhkan pertolongan atas anak-anaknya.
Inilah yang banyak dari kita keliru. Banyak dari kita yang menyuruh anak-anak kita agar berbakti kepada kita sebagai orangtuanya, tetapi kita malah mengirim orangtua kita yang sudah lansia ke panti jompo.
Padahal saat orangtua kita lansia itulah saatnya kita buktikan bakti kita kepada orangtua. Ketahuilah bahwasanya bakti kita kepada orangtua kita lebih penting dari pada bakti anak-anak kita kepada kita yang masih muda, sehat, dan bugar.
Maka titik tekan kepada orangtua yang lansia inilah menjadi salah satu tolak ukur seseorang berbakti atau tidaknya kepada kedua orangtua.
Maka dapat ditarik inti sari dari ayat tersebut bahwasanya metode pendidikan berbakti kepada orangtua adalah dengan metode keteladanan. Yaitu mengajarkan bakti anak-anak kita kepada kita dengan cara kita berbakti kepada kedua orangtua kita.
Sebaik-baik kita yang mengajarkan bakti anak-anak kita kepada diri kita sendiri adalah yang paling berbakti kepada kedua orangtua kita sendiri. Maka akan menjadi sia-sia anda mengajarkan bakti terhadap anak-anak anda, sedangkan perilaku anda sendiri terhadap orangtua anda tidak mencerminkan seorang anak yang berbakti.
Seribu kata perintah bakti akan menjadi sia-sia, jika yang berkata adalah dia yang durhaka kepada kedua orangtua. Konsep pendidikan keteladanan ini memiliki rumus yang sederhana yaitu perlakukanlah orangtua anda sebagaimana anda ingin diperlakukan oleh anak-anak anda.
Metode keteladanan dalam bahasa arab ditulis dengan “uswatun hasanah”. Sedangkan di dalam Al-Qur’an, Nabi dan Rasul yang mendapatkan gelar uswatun hasanah adalah Nabi Ibrahim AS. dan Nabi Muhammad SAW.
Sebagaimana tertera di dalam Surat Al-Ahzab : 21 (untuk Nabi Muhammad) dan di dalam surat Al-Mumtahannah : 6 (untuk Nabi Ibrahim). Nabi Muhammad dan Nabi Ibrahim mendapatkan gelar tersebut karena mengamalkan konsep keteladanan dalam membina keluarganya serta menjadi teladan pendidikan berkeluarga bagi umatnya.
Maka metode keteladanan merupakan pendidikan profetik yang dapat kita jadikan rujukan. Salah satu keutamaan metode keteladanan adalah terciptanya kondisi sosial masyarakat yang berperilaku baik.
Karena dalam metode keteladanan bukan saja anak-anak yang dituntut untuk berperilaku baik, tetapi kita sebagai orangtua juga dituntut menjadi contoh berperilaku baik. Maka dari semua itu menguatkan akan pentingnya metode keteladanan, pentingnya mengajarkan berbakti dengan bakti.
Kemudian selanjutnya dalam surat Al-Isra ayat 23 dan 24 tersebut, selain terdapat konsep pendidikan dengan metode keteladanan dalam berbakti kepada orangtua, juga terdapat beberapa contoh perilaku sebagai wujud bakti.
Pertama, Tidak berkata “ah” (wa la taqullahuma uff..). Berkata “ah” adalah simbol sikap bantahan yang paling rendah. Selama perintah itu bukan untuk bermaksiat dan untuk berbuat keburukan, maka kita dilarang untuk membantah setiap perintah orangtua.
Bahkan jika seandainya perintah itu dalam kemaksiatan dan keburukan, maka penolakan pun dilakukan dengan cara yang baik penuh dengan kesopanan. Kedua, Tidak membentak keduanya (wa la tanhar huma..).
Rasa suka dan tidak suka adalah pasti hinggap dalam hati siapa pun terhadap siapa pun. Begitupun rasa suka dan tidak suka bisa hadir dalam hati seorang anak terhadap orangtuanya.
Jika rasa tidak suka, jengkel, dan kesal kepada orangtua menghampiri, maka tidak layak sedikitpun kita membentaknya. Ketiga, berkata sopan (.. qoulan kariima). Memuliakan kedudukan orangtua bukan dengan harta dan tahta kita, melainkan cukup dengan tutur kata kita kepada orangtua. Keempat, bersikap rendah diri (wa ihfahd.. ).
Bersikap merendah dihadapan orangtua dengan penuh kasih sayang. Sebanyak apapun harta kita, setinggi apapun pangkat dan pendidikan kita, maka kita tetap anak-anaknya yang kecil mungil dihadapan orangtua.
Kelima, mendoakan (wa qul robbir hamhuma..). Mendoakan selalu orangtua agar mendapatkan rahmat dan kasih sayang dari Allah SWT. Bakti dengan doa inilah yang tetap bisa kita lakukan meskipun orangtua sudah meninggal dunia.
Itulah beberapa contoh perilaku sebagai wujud bakti yang bisa kita lakukan kepada orangtua kita. Bagaimana ucapan kita dan sikap kita kepada orangtua kita, maka seperti itulah ucapan dan sikap anak-anak kita kepada kita kelak.
Semoga kita tercatat sebagak anak-anak yang berbakti kepada orangtua dan semoga kita juga dianugerahi anak-anak yang berbakti. Aamiin.***
Penulis : Ade Zezen Zaenal Muttaqin
Ketum KAMMI Kuningan