KUNINGAN (MASS) – Uang sebesar Rp 70ribu, tentu berbeda nilainya bagi setiap orang. Ada yang mungkin menganggapnya sangat kecil, sedang-sedang saja, namun ada juga yang menganggapnya begitu besar.
Hal itulah yang dirasakan orang tua / wali murid siswa, saat harus membeli LKS di sekolah. Seperti yang diceritakan orang tua siswa yang anaknya bersekolah di salah satu SD Negeri di Kecamatan Ciawigebang.
“Situasi ini sangat sulit, Biaya 70 ribu rupiah mungkin terlihat kecil bagi sebagian orang, tetapi bagi kami, itu bisa buat membeli lauk dan makan beberapa hari,” ujar perempuan yang enggan disebutkan namanya tersebut, saat diwawancarai oleh kuninganmass.com pada Kamis (14/8/2025).
PSI Desak Hentikan Penjualan LKS, Dinilai Mencederai Semangat Pendidikan Gratis
Kondisi orang tua murid tersebut memang tidak ideal. Tembok rumahnya pun belum permanen sepenuhnya. Untuk kebutuhan sehari-hari, sang ayah bekerja sebagai penjahit, sedang istrinya adalah pengurus rumah tangga. Keduanya memiliki 3 orang anak, dimana salah satunya masih balita.
Uang Rp 70 ribu yang dibelikan untuk 7 LKS tipis itu, bagi keluarganya bisa untuk membeli lauk nasi selama seminggu. Namun tentu ia juga dilemma, karena meski cukup terbebani, ia tak ingin anaknya ketinggalan pelajaran.
“Saya harap ngga ada beban tambahan lagi, kita sudah menyiapkan seragam, uang jajan dan kebutuhan lainnya seperti buku, alat tulis, masa harus beli LKS lagi,” ujarnya.
Ia berharap betul, biaya pendidikan, termasuk pengadaan LKS, tidak dibebankan kepada orang tua siswa. “Kami berharap ada perhatian lebih dari pemerintah untuk membantu meringankan beban biaya pendidikan,” jelasnya.
Potret kondisi ini, tentu tidak mencerminkan semua orang tua siswa. Namun mencuri perhatian di tengah wacana penjualan LKS yang seolah “wajib” bagi siswa. Wacana tersebut bergulir dengan pro kontra di tengah masyarakat. Ada yang menilai LKS ini wajar untuk menggeser HP ketika belajar di rumah, ada juga yang keberatan karena secara aturan sudah tidak dibolehkan.
Isu Penjualan LKS di SD, Ini Kata Kasi Kurikulum Disdikbud Kuningan
Sebelumnya, Ketua DPD PSI Kabupaten Kuningan Asep Susan Sunjaya alias Asep Papay, menyampaikan keprihatinan mendalam atas terungkapnya praktik penjualan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dinilainya mencederai semangat pendidikan gratis.
“Kami ingin menyuarakan suara hati orang tua di desa-desa. Anak-anak mereka tidak boleh terus menjadi korban sistem pendidikan yang diam-diam diperdagangkan. Pendidikan adalah hak, bukan barang dagangan. Kami akan terus berdiri bersama rakyat untuk memastikan keadilan ini ditegakkan,” ujarnya.
Tak Hanya SD, Madrasah Juga Dilarang Jual LKS, Kemenag Minta Tarik Lagi Yang Sudah Beredar
Sementara, Kasi Kurikulum SD Disdikbud Kuningan, Iman Nurfatoni menegaskan bahwa pihaknya memiliki aturan tegas terkait larangan pembelian LKS maupun buku tertentu oleh siswa.
Pun begitu dengan Madrasah. Kasi Pendidikan Madrasah Kemenag Kuningan, Atep Baharudin, menyatakan pihaknya telah mengirimkan surat edaran ke seluruh madrasah agar memahami dan menaati pedoman terkait larangan penjualan LKS.
“Kami tegaskan kembali, larangan penjualan LKS ini sudah jelas. Kami sebetulnya sudah mengambil langkah sejak beberapa minggu lalu,” ucapnya. (raqib)
