KUNINGAN (Mass) – Penggeledahan kantor Desa Cimara Kecamatan Cibeureum beserta rumah pribadi kuwunya, menuai reaksi keras dari Ketua APDESI (Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia) Kabupaten Kuningan, Linawarman SH. Jika penggeledahan Tim dari Pidsus Kejari Kuningan tersebut melanggar SOP (standar operasional prosedur), maka pihaknya tidak akan diam.
“Kita sepakat ketika ada yang tidak benar harus dibenarkan. Kalau ada indikasi korupsi yang dilakukan kades harus ditindak secara hukum. Tapi sudah barang tentu penindakan tersebut harus pula sesuai dengan aturan main. Kalau tak sesuai SOP, kami juga akan bergerak,” tegas Kuwu Jalaksana itu diamini para kuwu lain yang masuk struktur kepengurusan APDESI, Selasa (25/4/2017).
Bergerak yang dia maksudkan, bisa berupa upaya hukum atau moral. Salah satunya bisa ditempuh dengan praperadilankan jika memang tidak sesuai SOP. Bila perlu para kuwu akan turun ke jalan.
Sepengetahuan Linawarman yang pernah jadi pengacara, ketika seseorang dipanggil sekali tidak datang maka diteruskan dengan panggilan ke 2 dan ke 3. Kasus yang menimpa kuwu Cimara tidak demikian.
“Panggilan pertama tidak hadir, karena kebetulan pengacarannya belum datang. Lalu inisiatif ke kejaksaan namun tidak diterima. Tiba-tiba ada penggeledahan. Itu memang hak. Kalau SOPnya begitu ya kita turuti, tapi kalau tidak ya kita akan bergerak,” tandasnya lagi.
Ia menjelaskan, efek pilkades tidak sama dengan pilkada atau pilpres. Biasanya, calon yang kalah akan terus mengawasi hal sekecil apapun di desa. Untuk itu kepada penegak hukum pihaknya berharap ketika menerima laporan disaring terlebih dulu.
Terlebih menurutnya, azas praduga tak bersalah mesti dijunjung tinggi. Jangan sampai kuwu Cimara merasa dikriminalisasi. Sebab para kuwu pun manusia.
“Ya kita merasa bangga kepada pihak kejaksaan yang seolah-olah tegas. Tapi tolong juga tegasnya itu jangan ke bawah saja. Ayo kalau mau buka-bukaan. Kami hanya orang desa yang ingin menjalankan roda pemerintahan senyaman dan sekondusif mungkin,” kata Linawarman.
Jangan sampai, imbuhnya, kondusivitas tersebut malah jadi berkebalikan akibat tindakan-tindakan yang tidak sesuai SOP. Linawarman berharap hal ini bukan jadi kebanggaan jika diarahkan kepada desa saja. Karena menurutnya desa hanyalah teri.
“Pasal 2 dan 3 UU Tipikor yang dulu terdapat kalimat ‘dapat dibuktikan kalau terjadi kerugian negara’ setelah ada gugatan MK memutuskan frasa ‘dapat’nya itu dihilangkan. Jadi harus dibuktikan dulu apakah ada kerugian negara atau tidak. Di sinilah fungsi intelijen penegak hukum,” ungkapnya.
Linawarman pun mengingatkan, selama ini regulasi tentang desa sering berubah-ubah. Perubahan yang sering tersebut dinilai merepotkan para penyelenggara pemerintahan di tingkat desa.
Kepada para kuwu di Kuningan, dia meminta agar jangan takut ketika bekerja sesuai aturan hukum. Sebagai manusia, kesalahan itu ada saja. Namun tingkatannya berbeda-beda. Ketika regulasinya selalu berubah maka dibutuhkan pembinaan yang menjadi ranah Inspektorat. (deden)