KUNINGAN (MASS) – Pandemi Covid-19 melanda seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Berbagai sektor mengalami kelumpuhan termasuk sektor ekonomi.
Kondisi sulit dialami hampir semua orang baik yang kaya, terlebih lagi yang miskin.
Berbagai kebijakan pemerintah dalam upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19, secara terpaksa membuat roda perekonomian masyarakat lumpuh. Beruntung pemerintah menggontorkan berbagai bantuan sosial.
Namun yang sangat disayangkan, ada orang-orang yang justru memanfaatkan musibah ini. Mulai dari Mentri Sosial, ditambah Bupati, Sekda, Kadinsos, Kadinkes, Kepala Desa hingga kebawahnya di beberapa daerah sudah tertangkap karena melakukan tindak pidana korupsi dana Bansos.
Menanggapi hal tersebut, Ustadz Fitriyadi Siradj, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Kab. Kuningan menyampaikan bahwa, dalam pandangan syaria’at, korupsi merupakan Ghulul (pengkhianatan berat) terhadap amanah rakyat.
Dikatakan, korupsi ini sebenarnya menjadi indikasi dari tindakan pengkhianatan seseorang.
Penyakitnya sendiri adalah hilangnya integritas. Korupsi juga merupakan tindakan berjamaah, yang selalu melibatkan pemegang kekuasaan dan pihak lain sebagai operatornya di lapangan.
Diingatkannya, bahwa korupsi bisa dilakukan oleh pejabat publik maupun pihak-pihak lain yang terkait, bisa pihak swasta atau konsultan pendamping suatu program/proyek.
“Karena korupsi ini tindakan berjamaah, maka melawannya pun harus dilakukan secara bersama. Perlu ada sebuah gerakan bersama yang melibatkan masyarakat. Dengan tumbuhnya kesadaran kritis masyarakatnya maka akan memaksa pelaku korupsi berfikir dua kali sebelum melakukanya,” terang Fitriyadi.
Selain pengkhianatan berat, terangnya, korupsi juga termasuk kategori Sariqoh (pencurian) dan Nahb (perampokan) yang tentu saja hukumannya sangat berat baik di dunia terlebih diakherat kelak, terlebih merampas hak fakir miskin seperti Bansos.
“Dalam ajaran Islam, hukuman bagi Koruptor adalah mengembalikan harta yang ia korupsi dan dihukum dengan potong tangan bahkan hingga hukuman mati,” terangnya, Sabtu (10/4/2021)
Dirinya menambahkan, kelak diakherat, semua orang yang telah dirugikan akan menuntut, dengan cara menerima amal baik koruptor, atau menimpakan dosa untuk dipikulkan kepada si koruptor, dan puncaknya dilemparkan ke api neraka.
Tak hanya pelaku korupsi, lanjutnya, orang yang membantu, membela, melindungi pelaku korupsi walaupun tidak ikut memakan hasilnya, hukumnya tetap dosa karena termasuk ta’aawun ‘alal itsmi wal ‘udwaan (Tolong menolong dalam berbuat pelanggaran dan dosa).
“Bahkan orang yang tahu kejahatan tersebut padahal dia mampu untuk mencegahnya, tapi dia diamkan, maka dia juga terkena dosa,” pungkasnya.(agus)