Pengacara Senior Hamid, S.H., M.H mengungkapkan :
Dalam suatu negara yang menganut demokrasi, kampanye merupakan komunikasi politik, yang paling menonjol ialah pada saat pemilihan Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Kita bisa lihat masing-masing calon dan pendukung calon adu gagasan, dan kampanye merupakan serangkaian kegiatan politik yang dilakukan oleh Partai Politik ( Politik Party), Gabungan partai politik yang mengusulkan pasangan calon, dilakukan oleh pasangan calon, dilakukan oleh pelaksana kampanye dan tim kampanye.
Kampanye Pemilihan yang selanjutnya disebut Kampanye adalah kegiatan untuk meyakinkan Pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wali Kota (Pasal 1 ayat (21)) Undang-undang No. 1 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota jo Pasal 1 ayat (12) PKPU RI Nomor 13 Tahun 2024 Tentang Kampanye Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota jo Pasal 1 Ayat (12) PKPU RI No.1363 Tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Berdasarkan PKPU RI No.2 Tahun 2024 Tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota, bahwa Kampanye dimulai tanggal 25 September 2024. Menurut ketentuan Pasal 71 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2016 Tentang perubahan kedua atas UU No.1 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota : “ Dalam kampanye pasangan calon dilarang melibatkan :
a. pejabat badan usaha milik negara/ badan usaha milik daerah ; dan
b. aparatur sipil negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia ; dan
c. Kepala Desa atau sebutan lain/ Lurah dan perangkat Desa atau sebutan lain/ perangkat kelurahan. Sebagai konsekuensi pelanggaran atas ketentuan Pasal 71 tersebut dikenakan sanksi negatif sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 189 UU No.10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No. 1 Tahun 2015.
Pasal 189 UU No.10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No. 1 Tahun 2015. Tentang Pemilihan Calon Gubernur, calon Bupati, dan calon Wali Kota, berbunyi :
Calon Gubernur, calon Bupati, dan calon Wali Kota yang dengan sengaja melibatkan pejabat Badan Usaha Milik Negara, Pejabat Badan Usaha Milik Daerah, Aparatur Sipil Negara, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Anggota Tentara Nasional Indonesia, Dan Kepala Desa Atau Sebutan Lain/ Lurah Serta Perangkat Desa/Perangkat Kelurahan sebagaimana dimaksud Pasal 70 ayat (1), dipidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,- atau paling banyak Rp. 6.000.000,-
Unsur Pasal :
- Setiap orang
- Dengan sengaja
- Melibatkan pejabat Badan Usaha Milik Negara, Pejabat Badan Usaha Milik Daerah, Aparatur Sipil Negara, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Anggota Tentara Nasional Indonesia, Dan Kepala Desa Atau Sebutan Lain/ Lurah Serta Perangkat Desa/Perangkat Kelurahan
Sanksi :
- Dipidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan
- Denda paling sedikit Rp. 600.000,- atau paling banyak Rp. 6.000.000,-
Didin Sayudin, S.H. Rekan dari Hamid, S.H., M.H yang juga mengungkapkan berdasarkan ketentuan Pasal 51 huruf j UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa menyatakan : “Bahwa perangkat desa dilarang ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan Kepala Daerah”, dan menurut ketentuan dalam Pasal 52 ayat (1) dan (2) UU No. 6 Tahun 2014 menyatakan :
(1). Perangkat desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dikenakan sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis.
(2). Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.
Didin Sayudin, S.H menambahkan berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2024 Tentang Desa Pasal 29 huruf j “Kepala Desa dilarang dilarang ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan Kepala Daerah”, dan akibat hukum atas larangan dimaksud diatur dalam Pasal 30 ayat (1) dan (2) UU No. 6 Tahun 2014 isi bunyinya :
- Kepala Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikenakan sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis
- Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian
Berdasarkan surat edaran Nomor : 400.10.2/2328.5 BPMD tentang netralitas kepala desa, perangkat desa, dan anggota badan permusyawaratan desa pada pelaksanaan pemilihna kepala daerah tahun 2024 yang pada intinta surat edaran tersevut menyampaikan larangan sebagai berikut :
Kepala Desa, Perangkat Desa, dan anggota BPD dilarang memberikan dukungan kepada Bakal Calon atau Calon GubernurlWakil Gubernur, BupatilWakil Bupati, Wali Kota/Wakil Wali Kota dengan cara :
a. memasang spanduk/baliho alat peraga kampanye lainnya;
b. melakukan sosialisasi kampanye pada media sosial/daring;
c. menghadiri deklarasi/kampanye dan memberikan tindakan/dukungan keberpihakan secara aktif;
d. membuat unggahan, komentar, membagikan, menyukai, bergabung, mengikuti dalam grup atau akun pemenangan;
e. mengunggah pada media sosial/media lain yang dapat diakses publik, serta foto
bersama;
f. ikut dalam kegiatan kampanye/sosialisasi/pengenalan;
g. memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat
Keterangan Tanda Penduduk;
h. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan
salah satu pasangan Calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye;
i. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap partai politik atau Calon/pasangan Calon; dan/atau
j. menjadi tim ahli/tim pemenangan/konsultan atau sebutan lainnya bagi bakal Calon atau bakal pasangan Calon.
Bahwa berdasarkan Surat Nomor : 109/PM.0002/K.JB-11/09/2004 Tertanggal 7 September 2024 yang ditujukan kepada Yth : Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Kuningan, perihal Imbauan Netralitas Kepala Desa, Perangkat Desa dan BPD, maka Badan Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten Kuningan menyampaikan hal-hal sebagai berikut :
- Bahwa berdasarkan ketentuan pasal 29 huruf b dan j Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa menyatakan bahwa:
Kepala Desa dilarang:
a. membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu;
b. ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala;
2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 51 huruf b dan j Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 Tentang Desa menyatakn bahwa: …Perangkat Desa dilarang:
a. membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota ke/uarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu;
b. ikut serta dania tau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah;
3. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 70 ayat (1) huruf a sampai c Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi undang undang menyatakan bahwa: “Dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan; c. Kepala Desa atau sebutan lain Lurah dan perangkat Desa atau sebutan lain perangkat Kelurahan”;
4. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 71 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi undang undang menyatakan bahwa: “Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNlIPOLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lainlLurah dilarang membuat keputusan danlatau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon”.
5. Bahwa berdasarkan ketentuan Nomor 1 Surat Edaran Pj. Bupati Kuningan menerangkan bahwa: “Kepala Desa, Perangkat Desa, anggota BPD dilarang memberikan dukungan kepada Bakal Calon atau Calon Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota dengan cara:
a. Memasang spanduk / baligho / alat peraga kampanye lainnya;
b. Melakukan sosialisasi / kampanye pada media social/daring;
c. Menghadiri deklarasi / kampanye dan memberikan Tindakan/dukungan keberpihakan secara aktif;
d. Membuat unggahan, komentar, membagikan menyukai, bergabung, mengikuti dalam grup atau akun pemenangan;
e. Mengunggah pada media social/media lain yang dapat diekses publik, serta foto Bersama;
t. Ikut dalam kegiatan kampanye / sosialisai / pengenalan;
g. Memberikan surat dukungan disertai fotokopi KTP atau surat keterangan tanda penduduk;
h. Membuat Keputusan dan/atau Tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah-satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye;
i. Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap partai politik atau calon / pasangan calon; dan/atau
j Menjadi tim ahli / tim pemenangan / konsultan atau sebutan lainnya bagi bakal calon atau bakal pasangan calon
Nopan Eptara, S.H. Advokat rekan dari Hamid, S.H., M.H menambahkan berdasarkan UU No. 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota dalam Pasal 73 menyebutkan :
(1). Calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materiil lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih.
(2) Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU provinsi atau KPU kabupaten/Kota
(3) Tim Kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Selain calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materiil lainnya sebagai imbalan kepada warga negara indonesia baik secara langsung atau tidak langsung untuk :
a. Mempengaruhi pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih;
b. Menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah; dan
c. Mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu.
(5) Pemberian sanksi administrasi terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mengugurkan sanksi pidana.
Pasal 187A UU No. 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota, berbunyi
- Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Unsur Pasal :
- Setiap orang
- Dengan sengaja
- Melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu
Sanksi :
- Pidana penjara paling lambat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan.
- Denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,-
Nopan Eptara, S.H. mengungkapkan :
Yang perlu dihati-hatikan (be careful) tindak pidana pemilu berupa money politik yang waktu (tempus) terjadinya tindak pidana Pemilu “Politik Uang” pada saat kegiatam kampanye pasangan calon, pada saat “Masa Tenang”, pada saat pemilih berangkat menuju tempat pemungutan suara (TPS), Seragan Fajar dan waktu pemungutan suara.
Penulis : Advokat yang peduli demokrasi, cinta indonesia negara hukum (rechtsstaat) Pasal 1 Ayat (3) UU Dasar Negara RI Tahun 1945, No! Kekuasaan (Machsstaat)
Hamid, S.H., M.H.
Didin Sayudin, S.H.
Nopan Eptara, S.H.