KUNINGAN (MASS) – Terbentuknya koalisi kuningan bersatu dengan 6 Parpol didalamnya yaitu Gerindra, PKS, Demokrat, PAN, PPP dan PBB diperkirakan hanya akan sebatas seumur jagung.
Memahami bahwa politik fleksibel dan sangat dinamis serta merupakan sebuah alat untuk itu merengkuh kekuasaan. Namun, dengan koalisi Kuningan bersatu yang didalamnya terdapat tokoh central partai gerindra yaitu Dede Ismail, saya perkirakan hanya panas diawal saja. Bahkan pasca ada penetapan unsur AKD, koalisi akan melempem pada waktunya.
Meskipun disampaikan visi mereka sangat bagus yang selalu mengatasnamakan rakyat. Namun, sejarah mencatat semua koalisi yang didalangi oleh Dede Ismail tidak akan permah bertahan lama. Setelah tujuan politiknya tercapai, maka kendaraan yang disebut koalisi dan sebagainya akan segera ditinggalkan jika ada peluang untuk mendapat posisi strategis yang baru.
Saya tidak menyalahkan bahwa itu adalah bagian dari strategi dan capaian politik dari seorang politisi.
Namun, dengan memainkan skema yang selalu sama dan berulang, bahkan selalu berhasil hingga tercetus kembali koalisi-koalisi baru.
Sebagai pengamat nampaknya kita tahu mental dan kecerdasan dari para wakil rakyat yang telah kami pilih. Seperti seseorang yang selalu rela menerima kekasihnya kembali meski tahu seseorang itu sudah selingkuh dengan yang lain, mungkin menerimanya bukan karena cinta, tapi karena merasa sudah enak dan nikmat saja jika seseorang itu kembali.
Saya contohkan pada periode 2014-2019, Kekalahan Prabowo pertama melawan Jokowi, terbentuk KMP. Dengan segala alasan, tiba-tiba Dede Ismail memilih lebih berkolaborasi dengan PDIP yang notabene adalah pendukung Jokowi.
Lalu ada lagi koalisi antara Gerindra dan PKS disambung dengan Koalisi UMAT yang juga ada Dede Ismail didalamnya pasca Pilkada. Kita tahu, yang akhirnya memilih untuk pergi meninggalkan koalisi tersebut siapa? Hingga endingnya, tidak pernah ada yang langgeng karena selalu ada yang memilih menjadi karakter antagonis meninggalkan koalisi demi mendapat sesuatu yang baru dan lebih bermanfaat. Ya, inilah dogma pragmatik dan opportunistik yang kerap ditanam oleh para politisi hari ini.
Jadi, meski setiap awal koalisi terbentuk selalu berbicara ideal, kami ingin menjadi penyeimbang, bukan tukang stemple, menjadi oposisi namun saya lihat di Kuningan tidak ada yang pernah kuat memegang kata-kata itu hingga akhir.
Akhirul kalam, bilahi fii sabilhaq Fastabiqul Khairat Assalamualaikum WR WB
Merdeka!!!
ANGGI ALAMSYAH
-Wakil Ketua Sarjana Urang Kuningan (Sarukun)
-eks pengurus GmnI Kuningan
– PA Alumni GmnI Kuningan
-eks KNPI Kuningan