KUNINGAN (MASS) – Persatuan Guru Republik Indonesia (disingkat PGRI) adalah organisasi yang anggotanya sebagai guru, PGRI didirikan dengan semangat perjuangan para guru pada jaman penjajahan kolonial belanda.
Berdiri pada 25 November 1945 dengan banyak mengorbankan nyawa dan pertumpahan darah selama 78 tahun sirna dan sia-sia sudah semua perjuangan itu dengan adanya persoalan gagal bayar yang menginjak” dan pengkebirian serta perampasan hak-hak guru di Kabupaten Kuningan.
PGRI yang selama ini menjadi wadah perkumpulan untuk menjembatani aspirasi, dan keluhan para guru ternyata tidak mampu mendengar, merasakan, dan memenuhi aspirasi guru.
“Ketua PGRI harus mundur apabila tidak mampu memperjuangkan hak-hak guru yang menjadi pondasi sendi-sendi kehidupannya.”
Kita ketahui beban tugas guru saat ini semakin berat, terutama jika dibandingkan sebelum adanya Undang-Undang tentang guru, guru bertanggung jawab menghantarkan siswa/i nya untuk mencapai kedewasaan sebagai calon pemimpin bangsa disemua bidang kehidupan.
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didiknya, tentu disini guru yang mempunyai wadah, sandaran bernama PGRI harus berperan nyata dan bertanggung jawab serta memperjuangkan dalam upaya mewujudkan serta melindungi hak” azasi dan martabat guru khususnya dalam aspek profesi dan kesejahteraannya.
Untuk itu pihak-pihak yang berkepentingan selayaknya tidak mengabaikan peranan guru dan profesinya. Ketua PGRI atau PGRI harus menunjukan nilai” prinsif perjuangan PGRI itu sendiri.
Para guru tidak ingin janji, mereka tidak ingin libatkan pada banyak kepentingan politik apapun, mereka hanya ingin keseimbangan antara hak dan kewajibannya sebagai guru terwujudkan, waktu yang dijanjikan seolah menina bobokan mereka, PGRI sebagai wadah guru harus betul – betul serius menyikapi persoalan gagal bayar ini, ketua PGRI jangan hanya bisa memanfaatkan guru dibawah untuk kepentingan-kepentingan pribadi, kelompok dan golongan tertentu, mereka tidak perlu retorika yang seolah-olah berjuang tanpa ada hasil.
Jikalau betul PGRI ada keberpihakan kepada mereka, ketua PGRI harus bertanggung jawab sepenuhnya menjembatani persoalan TPP, sertifikasi dll yang menyangkut hajat hidup para guru di kabupaten kuningan, bila perlu jangan sampai mereka para guru menunggu terlalu lama sampai dengan bulan april, selesaikan dan yakinkan paling telat bulan ini harus sudah terpenuhi hak-haknya, mereka para guru tidak cukup punya kesabaran menunggu sampai dengan 3 bulan kedepan, waktu sangat lama menurut saya, kasihan mereka, sedangkan kebutuhan primere keluarga mereka tidak bisa ditunda-tunda, jangan sampai pada puncaknya kesabaran dan amarah mereka meledakdan menjadikan ini bom waktu.
Kalau tidak sanggup ketua PGRI harus mundur bila perlu pilihannya bubarkan PGRI di Kabupaten Kuningan karena tidak berguna dan tidak maslahat.
Oleh : Dadang Abdullah (Ketua DPC Hanura Kabupaten Kuningan)
Seneri hariyanto
20 Januari 2023 at 21:23
Betul….bubarkan aja PGRI percuma mentingkan diri sendiri.pokoknya buburkan aja males males dgr pgri
sanusi
21 Januari 2023 at 20:20
ga usah emosional gitu,hanya soal kasus sekarang segampang itu maen ubarkab,katanya berkat perjuangan yg begitu lama,sama aja anda itu penghancur organisasi pgri kal punya ide seperti itu.yg penting kali mau bantu ya bareng pgri tuntut SERTIFIKASI DAN TPP TERTUNGGAK HARUS DIBAYAR BULAN INI HARGA MATI,malu ding…KUNINGAN “MAS” kok malah jadi BRONZE,adakah daerah lain yg seperti kita di kuningan.GOOD JOB
Hendra
22 Januari 2023 at 05:20
Gajih guru honorer cuma 250 rb/ bulan sedangkan kerja nya sama dengan guru PNS malah lebih ,mana cukup untuk kebutuhan sehari-hari, sedangkan orang yang nganggur dapat BLT yang jumlah nya lebih besar, coba perhatikan tenaga mereka, perhatikan kesejahtraan nya!