KUNINGAN (MASS) – Maraknya polling-polling melalui medsos jelang Pilkada termasuk di Kabupaten Kuningan, menjadi fenomena yang unik.
Berbagai tokoh dimunculkan mulai dari ketua partai, tokoh agama, dan tokoh muda di luar parpol namanya bertengger di polling-polling yang beredar via medsos.
Merespon hal itu, Ketua ICMI Kuningan Dr Nanan Abdul Manan yang saat ini menjabat sebagai Ketua STKIP Kuningan, mengatakan bahwa polling yang disebar melalui medsos, sebenarnya tidak akurat untuk dijadikan acuan.
Bisa dibilang, polling Pilkada ini bahkan hanya jadi bahan mainan. Polling yang disebar sembarangan di medsos, punya banyak kelemahan untuk jadi acuan. Nanan, merincikan alasan kenapa polling tidak akurat sebagai acuan Pilkada.
- Polling elektronik yang disebar melalui medsos tentu tidak menggunakan dasar metodologi survei yang berbasis sebaran sampling. Link polling bisa disebar oleh komunitas tertentu kepada sesama jejaringnya hingga persentasenya tinggi. Tentu ini tidak menjadikan data tersebut presisi jika dikemudian hari disandingkan dengan hasil pemilihannya.
- Polling yang menampilkan data popularitas atau data elektoral bisa dijadikan bahan sebagai upaya penggiringan opini.
- Polling bisa menyesatkan dalam pengambilan keputusan jika responden pada polling masih jauh jumlahnya dari total DPT yang ada.
- Polling tidak diketahui mekanisme atau sistem pemberian suaranya, bisa saja satu akun dapat memberikan pilihan berkali-kali.
- Yang mengisi polling hanya berbasis akun atau email, sehingga anak-anak di bawah usia 17 tahun asal memiliki perangkat handphone atau gadget juga dapat mengisi suara pada polling.
- Pembaca data polling tidak tahu sebaran samplenya, bisa saja pemberi suara pada polling tersebut bertumpuk di satu titik.
Ia juga menegaskan, masih banyak kelemahan lainnya dari cara uji publik dengan menggunakan metode polling elektronik via medsos.
“Hingga saat ini, untuk menguji popularitas atau elektabilitas yang baik masih pada metode survei yang akuntabel berbasis metodologi ilmiah. Dengan survei langsung menggunakan metode ilmiah, tentu data yang dihasilkan akan presisi sehingga cukup baik jika digunakan dalam pengambilan keputusan,” kata Nanan, Jumat (29/3/2024).
Pada Pemilu 2024 ini, lanjutnya, banyak lembaga survei yang merilis hasil surveinya baik itu pada level nasional maupun daerah, yang mana data survei tidak jauh dengan hasil real count KPU.
Di era modern dan digital ini, kata Nanan, mau tidak mau para politisi harus menggunakan berbagai strategi dalam berpolitik. Tidak harus tabu dengan langkah ilmiah menggunakan lembaga survei untuk mengintip peta kondisi masyarakat.
“Pemilu 2024 sangat unik, beberapa partai politik dapat meningkatkan perolehan suaranya dengan memanfaatkan efek ekor jas dari capres-cawapres yang diusungnya,” tuturnya.
Ia mencontohkan, PKB dan Golkar mengambil langkah berpisah dalam koalisi mengusung capres-cawapresnya, tetapi endingnya kedua partai ini cukup merasa puas dengan kenaikan elektoral suara partainya.
“Demikianlah bagaimana para aktor-aktor politik harus cerdas dalam bermain catur politik. Berani mengambil keputusan dengan kemampuan yang terukur, tidak mengekor pada koalisi tetapi malah menjatuhkan elektoral partainya,” jelas Nanan di akhir. (eki)