KUNINGAN (MASS) – Kasus pencabulan yang melibatkan seorang oknum pengajar di salah satu pesantren di Kecamatan Ciawigebang, Kabupaten Kuningan, tak hanya mencoreng nama baik lembaga, tetapi juga mengancam tingkat kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan pesantren secara umum. Hal ini diungkapkan oleh salah satu ustadz muda di Kuningan, H. Muhammad Iftor Nawawi, S.H., M.M.
“Pasti terkena imbas. Tidak semua orang memahami detail kejadian sehingga mengasumsikan pesantren adalah lembaga pendidikan yang tidak aman dan tidak ramah anak,” ujarnya, Senin (23/12/2024).
Padahal, demikian lanjutnya. Kabupaten Kuningan memiliki banyak pesantren yang tetap amanah, berhati-hati, dan menjaga marwah pendidikan, terutama dalam interaksi antara guru dan murid yang berlainan jenis. Menurutnya, peristiwa tersebut berdampak besar pada persepsi masyarakat, terutama mereka yang belum mengenal pesantren secara mendalam.
“Bagi sebagian orang, kejadian ini dapat memukul rata bahwa semua pesantren sama. Padahal, pesantren adalah salah satu tempat teraman dalam pendidikan, di mana santri dibina secara lahiriyah dan batiniyah selama 24 jam,” jelasnya.
Iftor menegaskan, tindakan oknum tersebut sangat tidak terpuji dan mencoreng marwah pesantren. Ia mendukung penuh langkah aparat penegak hukum untuk memproses kasus itu secara transparan dan adil.
“Dukungan penuh terhadap pihak berwenang, siapa pun pelakunya, kapan dan di manapun kejadiannya,” tegasnya.
Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya pendampingan maksimal bagi para korban, baik secara mental maupun keberlanjutan pendidikan mereka. Korban harus dilindungi, diberikan pendampingan, terutama terkait mental mereka. Pendidikan mereka juga harus tetap berlanjut.
“Pengawasan itu penting, tetapi hak pendidikan para santri juga harus tetap dilindungi,” ungkapnya.
Selain itu, ia mendorong adanya edukasi tentang seksualitas di seluruh lingkungan pendidikan, termasuk pesantren, sebagai langkah pencegahan. Edukasi tersebut harus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya perilaku tidak bermoral tersebut.
“Kasus ini menjadi peringatan bagi seluruh elemen pendidikan untuk terus menjaga integritas dan keamanan lembaga, baik pesantren maupun institusi lainnya. Kunci utamanya bukan pada lembaganya, melainkan pada individu pengelolanya,” pungkasnya. (argi)