KUNINGAN (MASS) – Corak pemikiran rasional Nabi Ibrahim dan kesabaran Siti Hajar penting ditiru Generasi Z. Hal itu diungkapkan, Sopandi, usai menggelar bedah buku “Ibunda Hajar” yang merupakan tulisan Dedi Ahimsa, di Unisa Kuningan, Sabtu (20/1/12024).
Dosen FIK Unisa Kuningan itu menilai, corak pemikiran rasional harus terus ditumbuhkan di kalangan Gen-Z untuk mengimbangi tsunami informasi, baik dalam bidang keagamaan maupun sosial politik.
Begitupun halnya dengan sikap sabar, yang juga harus menjadi karakter setiap manusia dalam menghadapi berbagai penomena dan tantangan kehidupan.
“Daya pikir yang rasional ini sangat penting untuk semua generasi, apalagi saat ini banyak sebaran berita bohong, provokasi, dan informasi yang diproduksi oleh sumber yang tidak jelas,” kata Sopandi.
Nabi Ibrahim dan istrinya, lanjut dia, merupakan teladan yang harus dicontoh. Bagaimana Nabi Ibrahim berdialektika dengan pendapat orang tua, tokoh agama, dan penguasa pada masanya masih sangat relevan.
Begitu juga kesabaran dan ketabahan Siti Hajar ketika harus hidup sendiri dan mengurus bayinya di tengah padang pasir, penting diketahui oleh kaum hawa saat ini.
“Dari rasionalitas dan kesabaran dari dua sosok itulah kemudian menjadi cikal bakal peradaban Islam yang dimulai dari Makkah dan sampai hari ini masih bertahan,” tuturnya
Adapun, bedah buku yang diikuti para mahasiswa itu menghadirkan langsung sang penulis, Dedi Ahimsa. Dari paparan penulisnya, para mahasiswa menyimak langsung kisah getir kehidupan dan pengorbanan Nabi Ibrahim dan Siti Hajar yang pada akhirnya menjadi awal mula peradaban Islam terjadi di Makkah.
Umum diketahui, kisah-kisah Nabi Inrahim dan Siti Hajat tersebut sampai saat ini diabadikan dalam ritual ibadah haji dan umroh umat Islam.
“Kalau meminjam sub judul buku atau novel tersebut, yang tumbuh pada diri Nabi Ibrahim dan Siti Hajar itu ada pesan kekuatan cinta, iman, dan pengorbanan. Tiga hal ini yang harus tertanam dalam diri kita,” tuturnya.
Hadir pada kesempatan itu Wakil Dekan Fakultas Ilmu Keislaman Unisa Kuningan, Agus Zamzam Nur. Ia mengapresiasi bedah buku tersebut seraya menegaskan bahwa Nabi Ibrahim mendapat gelar kekasih Allah bukan tanpa alasan.
Menurutnya, ada tauladan luar biasa dalam diri Nabi Ibrahim, termasuk dari Siti Hajar sebagai istrinya. Menurutnya selain sisi rasionalitasnya, hal yang penting ditiru dari Nabi Ibrahim adalah sifat memuliakan orang lain.
“Salah satu alasan kenapa Nabi Ibrahim mendapat gelar kekasih Allah karena beliau terbiasa memuliakan orang lain atau tamu. Ini adalah tauladan yang harus terus dirawat dan dilestarikan,” kata Agus.
Sementara itu, di sela penyampaian isi bukunya, Dedi Ahimsa menerangkan, buku tersebut ditulis atas dialog dan renungannya terhadap kisah yang diceritakan di dalam al-Quran.
Ia juga menyarankan para mahasiswa untuk terbiasa berdialog menyelami makna terdalam al-Quran, supaya hasil bacaannya bisa menginspirasi dan menjadi pemandu dalam kehidupan. (eki)