KUNINGAN (MASS) – Kalau saja ajuan dana pokir per orang Rp100 juta maka APBD yang akan terkuras mencapai Rp5 milyar. Ketika kondisi APBD sekarang terkikis oleh cicilan utang BPJS warisan bupati lama, tak heran jika sejumlah pengamat menyayangkan.
“Kemarin kan sudah ada dana pokir Rp300 juta per orang. Mekanismenya biasa, masuk program di dinas. Kalau pada APBD perubahan nambah lagi Rp100 juta, ya repot lah. Jadi kalau ada ajuan dana pokir lagi lebih baik ditolak,” kata Abdul Haris, pemerhati hukum dan pemerintahan.
Sementara, menjelang penetapan APBD perubahan 2018, Direktur Merah Putih Institut, Boy Sandi Kartanegara mengemukakan saran dan pendapatnya.
“Kita semua paham bahwa penetapan APBD dan APBD-P adalah hasil kesepakatan antara Eksekutif dan Legislatif. Semoga jalan untuk menuju kesepakatan itu tidak melalui proses yang terlalu memeras energi semua pihak utamanya energi publik,” ujarnya Jumat (7/9/2018).
Pihaknya berharap baik eksekutif apalagi legislatif tidak terlalu membuat proses pembahasannya efektif efisien guna kepentingan masyarakat. Sangat tidak fair jika ditengah keterbatasan kemampuan APBD-P harus dibebani oleh tumpangan-tumpangan yang berpotensi melangkahi aturan. Untuk kepentingan kemaslahatan publik, alangkah lebih baik jika dilakukan dengan cara-cara yang baik.
“Kita semua dikejutkan dengan berita soal penetapan tersangka mayoritas Anggota DPRD Malang. Kita semua berharap hal itu jangan sampai terjadi di Kuningan. Silahkan eksekutif dan legislatif merumuskan APBD-P secara obyektif agar dana yang sangat terbatas tetap bisa memberi manfaat maksimal guna keberlangsungan pembangunan,” paparnya.
Boy menegaskan, eksekutif tak boleh “curang”, legislatif-pun jangan terlalu banyak “numpang”. Cari saja titik “imbang”, agar tak seperti Anggota DPRD Malang. (deden)
