KUNINGAN (MASS) – Pelantikan serentak kepala daerah yang akan digelar di Istana Negara pada 20 Februari 2025 akan melantik 481 kepala daerah dari total 505 yang terpilih. Sementara itu, 22 kepala daerah dari wilayah Aceh tidak akan dilantik secara serentak oleh Presiden.
Ketua Umum HMI Cabang Kuningan, Eka Kasmarandana, menyoroti visi “Kuningan Melesat” (Maju, Empowering, Lestari, Agamis, dan Tangguh) yang diusung oleh Bupati dan Wakil Bupati Kuningan terpilih untuk periode 2024-2029. Menurutnya, visi tersebut harus diwujudkan dengan perencanaan yang rasional agar partisipasi masyarakat dapat digerakkan dengan lebih mudah.
“Kebijakan yang dirancang dengan baik akan membuat program-program pemerintah sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Proses pemerintahan pun akan berjalan lebih optimal dengan penggunaan sumber daya yang optimal,” ujarnya.
Kabupaten Kuningan masih menghadapi berbagai permasalahan yang harus segera diselesaikan oleh pemimpin baru, di antaranya:
1. Kemiskinan
– Upah minimum di Kuningan merupakan yang terendah kedua di Jawa Barat.
– Belanja daerah dinilai belum efektif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
– Sebagian besar warga miskin di Kuningan bekerja sebagai petani.
2. Pengangguran
– Banyak lulusan sekolah dan perguruan tinggi yang kesulitan mencari pekerjaan terutama di kabupaten Kuningan.
– Kuningan perlu meningkatkan investasi dan mengembangkan ekonomi kreatif untuk membuka lapangan kerja baru.
3. Kekeringan
– Kemarau panjang menyebabkan kekurangan air irigasi yang berdampak pada pertumbuhan tanaman.
– Beberapa lahan tidak mendapatkan suplai air yang cukup.
4. Pertanian
– Suplai bahan baku pertanian seperti bawang masih didatangkan dari luar Kuningan.
– Petani membutuhkan dukungan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian agar lebih produktif.
5. Kesehatan
– Pola konsumsi masyarakat kurang sehat, seperti tingginya konsumsi tembakau dan rendahnya konsumsi makanan bergizi.
– Keaktifan posyandu mengalami penurunan, padahal perannya penting dalam pelayanan kesehatan masyarakat.
6. Tunda Bayar
– Persoalan tunda bayar yang belum terselesaikan menjadi tantangan bagi pemimpin baru, apakah mampu menuntaskannya atau justru memperparah kondisi keuangan daerah.
7. Krisis Moral
– Meningkatnya kasus kekerasan seksual, terutama yang melibatkan pesantren dan anak di bawah umur.
– Skandal perselingkuhan oknum anggota DPRD Kuningan yang mencoreng citra pemerintah daerah.
Selain itu, Eka, menjelaskan tentang adanya instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025 menjadi tantangan besar bagi Bupati dan Wakil Bupati Kuningan. Mereka dituntut untuk menjalankan pemerintahan dengan anggaran yang efisien, tetapi tetap mampu membawa perubahan positif bagi Kuningan.
Menurutnya efisiensi anggaran sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Namun, di tingkat daerah, implementasinya sering menimbulkan polemik. Banyak daerah masih bergantung pada transfer dana dari pusat, termasuk Kabupaten Kuningan yang membutuhkan suntikan anggaran untuk menyelesaikan berbagai permasalahan.
“Apalagi Kuningan yang dirasa sangat membutuhkan kocoran anggaran dari pusat untuk menyelesaikan segala persoalannya, dan terkhusus soal tunda bayar yang masih menjadi misteri, terus juga suplai dana dari pusat sering kali digunakan untuk belanja pegawai yang mencapai 70 persen dari APBD,” ungkapnya.
Ia berharap pemerintah Kabupaten Kuningan mampu mencari solusi agar efisiensi anggaran tidak justru menghambat pembangunan, baik di sektor ekonomi maupun infrastruktur.
“Mampukah Bupati dan Wakil Bupati Kuningan terpilih menyelesaikan berbagai permasalahan ini? Apakah mereka mampu mewujudkan janji politik yang telah disampaikan kepada masyarakat?,” tanya Eka. (ddn/mgg)
