KUNINGAN (MASS) – Ketua Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kabupaten Kuningan Zaka Vikryan, turut menyoroti fenomena survey seperti yang baru saja dilakukan Jamparing Research baru-baru ini. Menurutnya, keberadaan lembaga survey sendiri, sudah diatur oleh Undang-Undang.
“Jika konteksnya soal Pemilu di Indonesia, maka lembaga survei diatur oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu),” kata Zaka, Minggu (19/3/2023) siang.
Lanjut, Zaka menyampaikan bahwa beberapa peraturan terkait lembaga survei di Indonesia yaitu lembaga survei harus terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM serta memiliki izin dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melakukan survei terkait Pemilu.
“Kemudian, sebuah lembaga survei harus mematuhi prinsip-prinsip etika survei yang ditetapkan oleh organisasi profesi yang relevan. Lembaga survei harus mematuhi prinsip keakuratan dan kepercayaan publik dalam melakukan survei,” ujarnya.
Lebih lanjut Zaka menyampaikan bahwa lembaga survei tidak boleh terlibat dalam kegiatan kampanye atau mendukung salah satu kandidat atau partai politik, maka lembaga survei harus mengungkapkan metode, teknik, dan pendekatan yang digunakan dalam survei serta sumber dana yang digunakan untuk melaksanakan survei.
“Hasil survei harus disampaikan secara transparan dan jujur kepada publik, lembaga survei harus menjaga kerahasiaan identitas responden dan informasi yang diperoleh dari survei, lembaga survei harus mampu menjawab pertanyaan dan kritik terhadap metodologi, teknik, dan hasil survei yang dilakukan dan dalam konteks Lembaga Survei Pemilu, KPU berwenang untuk memeriksa dan menindak lembaga survei yang melanggar peraturan dan etika survei,” imbuh Zaka.
Lembaga survei merupakan bagian dari partisipasi masyarakat yang diatur dalam ketentuan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 448 hingga Pasal 450. Zaka menuturkan, berdasarkan Pasal 448 poin kedua huruf C dan D disebutkan partisipasi masyarakat dalam pemilu dapat berupa survei atau jajak pendapat tentang pemilu dan penghitungan cepat hasil Pemilu.
“Pasal-pasal tersebut mengatur tentang kewajiban dan tanggung jawab lembaga survei dalam melakukan survei terkait pemilihan umum, serta sanksi yang diberikan apabila lembaga survei melanggar ketentuan tersebut. Selain itu, terdapat pula Pasal-pasal lain yang terkait dengan lembaga survei yang mengatur tentang larangan mengadakan kegiatan kampanye menggunakan hasil survei,” papar Zaka.
Terakhir, Zaka menyampaikan bahwa fenomena lembaga survei jelang Pemilu hal yang biasa.
“Saya kira lumrah ya. Entah itu skalanya nasional maupun lokal. Untuk sampai pada hasil, saya kira survei itu seyogyanya dan pastinya sudah dilakukan dengan proses akademis dan analisis yang matang,” terang Zaka.
Zaka menambahkan, sepakat atau tidak, setiap kita tidak bisa protes hasil survei tanpa survei.
“Tentu jika ingin menguji hasilnya, harus dilakukan survei juga. Jangan sampai basis argumentasi kita tidak bertanggung jawab baik itu sepakat ataupun tidak. Dan di sisi lain, fenomena lembaga survei memang bukanlah tolak ukur mutlak cerminan di masa yang akan datang. Jika yang disurveinya perilaku manusia, maka saya kira manusia itu dinamis,” pungkas Zaka. (eki)