KUNINGAN (MASS) – Idul Fitri, atau Hari Raya Lebaran, merupakan momen penting bagi umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Nusantara. Secara bahasa, Idul Fitri berasal dari kata Arab ‘Id berdasar dari akar kata aada – yauudu yang berarti “kembali” dan Fitri berdasarkan akar kata ifthar (sighat mashdar dari aftharo – yufthiru) yang berarti “suci” atau bisa berarti “buka puasa untuk makan”. Dengan demikian, Idul Fitri dapat dimaknai sebagai hari kembalinya manusia kepada kesucian setelah sebulan penuh berpuasa di bulan Ramadan. Dalam perspektif Islam, Idul Fitri bukan sekadar perayaan, melainkan juga simbol kemenangan spiritual setelah melawan hawa nafsu dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Secara syariat, Idul Fitri dirayakan pada tanggal 1 Syawal setelah umat Islam menyelesaikan ibadah puasa Ramadan. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari & Muslim).
Idul Fitri menjadi puncak dari proses penyucian diri selama Ramadan, di mana umat Islam diajak untuk introspeksi, memperbaiki diri, dan memperkuat hubungan dengan Allah serta sesama manusia.
Selain itu, Idul Fitri juga diwarnai dengan berbagai ibadah lainnya, seperti shalat Id, zakat fitrah, dan silaturahmi. Shalat Id merupakan bentuk syukur atas nikmat yang diberikan Allah, sementara zakat fitrah bertujuan membersihkan diri dan membantu kaum yang membutuhkan. Silaturahmi, di sisi lain, menjadi sarana untuk mempererat hubungan sosial dan memupuk rasa persaudaraan.
Di Nusantara, perayaan Idul Fitri tidak hanya dipahami sebagai ritual keagamaan semata, tetapi juga telah menyatu dengan budaya dan kearifan lokal. Hal ini menunjukkan bagaimana Islam mampu beradaptasi dan meresap ke dalam tradisi masyarakat tanpa menghilangkan esensi ajaran agama. Berikut beberapa contoh kearifan lokal Islam Nusantara dalam perayaan Idul Fitri:
1. Tradisi Mudik
Mudik atau pulang kampung menjadi fenomena khas di Indonesia saat Idul Fitri. Tradisi ini mencerminkan nilai-nilai Islam tentang pentingnya silaturahmi dan menghormati orang tua. Mudik menjadi sarana untuk memperkuat ikatan keluarga dan masyarakat, sesuai dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya menjaga hubungan sosial.
2. Halal bi Halal
Halal bi Halal adalah tradisi khas Nusantara yang dilakukan setelah Idul Fitri. Dalam acara ini, orang-orang saling memaafkan dan memperbaiki hubungan yang mungkin retak. Tradisi ini sejalan dengan ajaran Islam yang menganjurkan umatnya untuk saling memaafkan dan mengutamakan perdamaian.
3. Ketupat
Ketupat adalah simbol khas Idul Fitri di Nusantara yang memiliki makna mendalam:
Kesucian Diri: Melambangkan kebersihan hati setelah berpuasa Ramadan.
Anyaman Janur: Anyaman rumitnya menggambarkan kompleksitas kehidupan, sementara janur (daun kelapa muda) diartikan sebagai “jatining nur“ (hati nurani).
Permohonan Maaf: Dalam budaya Jawa, ketupat terkait dengan “ngaku lepat“ (mengakui kesalahan) dan “laku papat“ (empat tindakan: Lebaran, Luberan, Leburan, Laburan).
Kesederhanaan dan Kesatuan: Bentuknya yang sederhana dan segi empat melambangkan kesatuan umat Islam.
Kebersamaan: Disajikan bersama keluarga dan tetangga, mencerminkan nilai silaturahmi.
Syukur atas Rezeki: Beras dalam ketupat melambangkan kemakmuran dan rasa syukur.
Keseimbangan Hidup: Proses memasaknya yang lama mengajarkan kesabaran dan ikhlas.
Ketupat bukan sekadar makanan, tetapi simbol spiritual dan budaya yang memperkaya makna Idul Fitri sebagai momen kembali ke fitrah, memperbaiki diri, dan mempererat hubungan dengan Allah serta sesama.
4. Takbir Keliling
Di beberapa daerah di Indonesia, takbir keliling dilakukan dengan berkeliling kampung sambil mengumandangkan takbir. Tradisi ini tidak hanya memperkuat semangat keagamaan, tetapi juga menjadi sarana dakwah dan mempererat solidaritas masyarakat.
5. Baju Baru dan Uang THR (Tunjangan Hari Raya)
Memakai baju baru saat Idul Fitri dan memberikan uang THR kepada anak-anak atau keluarga dekat juga menjadi tradisi yang populer. Meskipun tidak diwajibkan dalam Islam, tradisi ini mencerminkan kebahagiaan dan kemurahan hati, yang sejalan dengan ajaran Islam tentang pentingnya berbagi dan menyenangkan orang lain.
Syekh Sulaiman bin Muhammad bin Umar al-Bujairomi mengatakan:
فائدة: جعل اللّه للمؤمنين في الدنيا ثلاثة أيام: عيد الجمعة والفطر والأضحى، وكلها بعد إكمال العبادة وطاعتهم. وليس العيد لمن لبس الجديد بل هو لمن طاعته تزيد، ولا لمن تجمل باللبس والركوب بل لمن غفرت له الذنوب
Artinya, “Faidah: Allah SWT menjadikan tiga hari raya di dunia untuk orang-orang yang beriman, yaitu, hari raya jum’at, hari raya Fitri, dan Idul Adha. Semua itu, (dianggap hari raya) setelah sempurnanya ibadah dan ketaatannya. Dan Idul Fitri bukanlah bagi orang yang menggunakan pakaian baru. Namun, bagi orang yang ketaatannya bertambah. Idul Fitri bukanlah bagi orang yang berpenampilan dengan pakaian dan kendaraan. Namun, Idul Fitri hanyalah bagi orang yang dosa-dosanya diampuni.” (Syekh Sulaiman al-Bujairami, Hasiyah al-Bujairami alal Khatib, juz 5, h. 412)
Betapapun demikian, sah-sah saja menggunakan pakaian baru untuk menyambut hari raya Idul Fitri. Karena, pakaian baru bagaikan simbol dari bersihnya hati, dan sebagai syiar Islam ketika hari raya Fitri. Namun, semua itu akan lebih baik jika diimbangi dengan melaksanakan dan mengutamakan ibadah di bulan Ramadhan.
Pesan Universal Idul Fitri dalam Konteks Nusantara
Idul Fitri di Nusantara tidak hanya menjadi momen keagamaan, tetapi juga sarana untuk memperkuat identitas budaya dan sosial. Kearifan lokal yang melekat dalam perayaan Idul Fitri menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang ramah terhadap budaya selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar syariat. Hal ini sejalan dengan konsep al-‘urf dalam Islam, yang mengakui tradisi lokal selama tidak melanggar nilai-nilai agama.
Melalui Idul Fitri, umat Islam Nusantara diajak untuk merenungkan kembali makna kesucian diri, kebersamaan, dan kepedulian sosial. Dalam konteks masyarakat yang majemuk seperti Indonesia, Idul Fitri juga menjadi momentum untuk memperkuat toleransi dan persatuan, karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya bersifat universal dan inklusif.
Idul Fitri adalah momen yang penuh makna, baik dari tinjauan Islam maupun kearifan lokal Nusantara. Ia tidak hanya menjadi ajang untuk merayakan kemenangan spiritual, tetapi juga sarana untuk memperkuat hubungan dengan Allah, sesama manusia, dan alam sekitar. Dengan memadukan nilai-nilai Islam dan tradisi lokal, perayaan Idul Fitri di Nusantara menjadi contoh nyata bagaimana agama dan budaya dapat bersinergi secara harmonis, menciptakan kehidupan yang lebih bermakna dan beradab. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1446H, Mohon Maaf Lahir dan Batin!
Oleh : Aji Muarif M.A (Ketua MWC NU Luragung)
