Allah Swt berfirman dalam QS. Ali ‘Imran Ayat 97;
فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًا ۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ
“Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barangsiapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.”
Namun sangat menyedihkan, tahun ini Indonesia kembali tidak bisa menjalankan kewajiban melaksanakan ibadah haji ke Baitullah. Muslim Indonesia pasti kecewa. Mereka sudah mempersiapkan segalanya, namun harus menunggu lagi tahun berikutnya.
Kementerian Agama RI resmi mengumumkan bahwa tahun 2021 ini tidak ada keberangkatan jemaah haji asal Indonesia. Hal tersebut disampaikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam konferensi pers. Yaqut mengatakan, pemerintah telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama Nomor 660 Tahun 2021 perihal Pembatalan Keberangkatan Haji tersebut. Hal ini dilakukan guna menjaga dan melindungi WNI, baik di dalam maupun luar negeri.
Keputusan ini juga mendapat dukungan dari Komisi VIII DPR RI dalam rapat kerja masa persidangan kelima tahun sidang 2020/2021 pada 2 juni 2021 kemarin, dimana pihak DPR RI menyatakan menghormati keputusan pemerintah yang akan diambil terkait penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 H/ 2021 M.
Warga Kabupaten Kuningan juga kecewa, dengan adanya pembatalan ini, maka daftar tunggu semakin panjang. Waiting lish atau daftar tunggu warga Kuningan menjadi 18 tahun, yang semula 17 tahun. Dengan perhitungan Kuningan dapat kuota 1.000 (dengan petugas pendamping haji), ini disampaikan Kepala Kemenag Kuningan Drs H Asep Hidayat MM melalui Kasi Penyelenggara Haji dan Umroh H Hamzah Rukmana pada Kamis 3 Juni 2021. (Kuninganmass, 5/6/2021)
Urusan ibadah haji tentu ibadah yang membutuhkan peran negara dalam memfasilitasi kewajiban agama setiap orang. Di luar permasalahan karena pandemi sehingga menjadi alasan tidak berangkatnya haji, masalah lainnya juga selalu dipertanyakan.
Seperti soal biaya haji yang sangat mahal, transparansi pengelolaan dana yang disetorkan, lamanya antrean yang kian tak masuk akal, regulasi yang selalu gamang, serta masih karut-marutnya pelaksanaan ibadah haji, mulai di dalam negeri hingga ke Arab Saudi.
Kapitalisme yang dipakai sebagai dasar pengurusan masyarakat memang membuat permasalahan ini seakan tak ada ujungnya. Bahkan, ini meniscayakan pencampuradukan antara yang hak dan yang batil.
Panjangnya antrean haji. Sejak adanya lembaga perbankan berbisnis dana talangan haji, Pemerintah malah turut menarik untung melalui lembaga keuangan pelat merah yang juga menawarkan dana talangan haji yang jelas-jelas berbau riba.
Masyarakat yang belum punya uang pun dengan mudah mendapatkan nomor porsi. Ada juga dengan sistem arisan, di mana yang pergi haji karena menang arisan, yang artinya pergi haji bukan karena mampu tetapi karena dapat pinjaman dari orang banyak.
Akhirnya yang mampu dan tidak mampu untuk pergi ke Baitullah tidak bisa dibedakan, mereka yang mampu juga harus menunggu puluhan tahun menunggu antrian.
Di mana peran negara sebagai pengurus urusan umat dalam urusan ruhiyah? Negara hanya sebagai pembuat regulasi, bahkan mengatur urusan rakyat layaknya sebuah korporasi yang selalu berhitung untung rugi.
Dalam sistem Islam, Negara berposisi sebagai ra’in (pengurus) sekaligus junnah (perisai) bagi umat atau rakyatnya. Fungsi ini memiliki dimensi ruhiyah, berupa keyakinan bahwa kepemimpinan adalah amanah dari Allah yang kelak akan dipertanggungjawabkan di Yaumil Hisab.
Maka, negara akan mengatur seluruh urusan rakyat sesuai dengan apa yang disyariatkan dalam Islam. Termasuk dalam memfasilitasi dan mempermudah masyarakat memenuhi kebutuhannya dan menunaikan kewajibannya.
Apalagi praktik ibadah haji termasuk dalam syiar-syiar Allah yang wajib ditegakkan bukan hanya oleh individu, tapi juga oleh negara. Negara akan memudahkan rakyat yang mampu untuk pelaksanaannya. Termasuk sistem keuangan dan birokrasi negara dalam Islam pun akan mendukung, sehingga prinsipnya mudah, tepat, dan murah.
Waallahu ‘alam bishshawwab
Penulis : Ummu Nadiatul Haq
Member Akademi Menulis Kreatif