KUNINGAN (MASS)- Setiap tanggal 30 September seluruh masyarakat Indonesia mengenang terjadinya sejarah pilu yang dialami bangsa Indonesia.
Pada tahun 1965, terjadi peristiwa 30 September atau yang disebut dengan G30S.
G30S menjadi suatu tragedi nasional yang memberikan dampak besar bagi negara Indonesia. Isu bahaya laten PKI selalu muncul menjelang peringatan G30S/PKI.
Hal ini menurut Prof Dr R Siti Zuhro MA dalam Webinar HMI VS PKI bisa dipahami karena ada lima alasan krusial mengapa PKI tidak boleh hidup di Indonesia. Pertama teologi, komunisme bertentangan dengan prinsip Ketuhanan.
Kedua, ideologi komunisme bertentangan dengan Pancasila.
Ketiga, sosial, komunisme mengajarkan pertentangan kelas. Adu domba bertentangan dengan Pancasila yang mengedepankan harmoni dan persatuan.
Keempat, politik, komunisme mengajarkan agitasi dan propaganda terhadap lawan politik Pancasila menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran.
Kelima, sejarah di mana PKI pernah memberontak berkali-kali dalam skala kecil, menengah maupun besar. Mulai 1926, 1948, dan 1965.
Mengutip dari kemdikbud.go.id, G30S ini menjadi tragedi yang kontroversial dan mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Apalagi sejarah kebangsaan membuktikan tentang upaya PKI melakukan pemberontakan mulai skala kecil, menengah, sampai besar. Salah satu sejarahnya yaitu UPAYA PKI membubarkan HMI.
Sebagai wadah intelektual Islam, HMI terpanggil untuk turut berperan dalam upaya “mencerdaskan kehidupan bangsa” sesuai amanah Pembukaan Konstitusi RI 1945. HMI adalah bagian yang tidak terpisahkan dari umat Islam dan bangsa Indonesia, karena itu sepanjang sejarah kehidupan HMI, HMI memerankan dirinya sebagai kader umat dan bangsa Indonesia.
Dalam peranan ganda inilah HMI menghadapi berbagai tantangan, khususnya pada tahun 1963-1966, ketika Partai Komunis Indonesia (PKI) berusaha untuk membubarkan HMI.
Dalam sambutan Kongres CGMI (organisasi sayap PKI) di Istora Senayan, 29 September 1965, DN Aidit menyerukan agar para aktivis CGMI lebih baik mengenakan sarung jika tak mampu membubarkan HMI. Sejak dua tahun sebelumnya, seruan agar HMI dibubarkan terus mereka dengungkan.
Presiden Sukarno sebetulnya nyaris terhasut andai Menteri Agama KH Saifuddin Zuhri tak menentangnya. Tentang hal ini Ketua Umum PB HMI Sulastomo, 1963-1966, menyebut Saifuddin sebagai pribadi yang ikhlas dan tanpa pamrih dalam membela HMI. Rupanya saat menjadi Menteri Agama, dia gigih menolak niat Presiden Sukarno untuk membubarkan HMI atas desakan PKI.
Dalam sebuah kesempatan, Sulastomo bertemu dengan pengusaha Hasyim Ning yang dikenal dekat dengan Bung Karno. Kepadanya Sulastomo menanyakan ikhwal pertemuan antara Presiden Sukarno dan Saifuddin Zuhri yang membicarakan soal rencana pembubaran HMI.
“Pak Hasyim Ning membenarkan pertemuan itu seraya mengingatkan agar anak-anak HMI berterima kasih kepada Prof. KH. Saifuddin Zuhri yang telah menyelamatkan HMI,” ungkap Sulastomo dalam seminar “Perjuangan dan Pengabdian Prof. KH. Saifuddin Zuhri untuk Bangsa dan Negara” yang digelar PBNU, 2 Juli 2013.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang didirikan tanggal 5 Februari 1947 mengalami berbagai tantangan dalam perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Tujuan HMI adalah “
Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertangung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT”.
HMI menolak Lupa, Hanya Doa dan Ucapan terimakasih kami berikan bagi para pahlawan yang telah gugur dalam memperjuangkan sekaligus mempertahankan kedaulatan Indonesia.
TOTO SUNARTO
Ketua Umum HMI Cabang Kuningan 2021-2022