KUNINGAN (MASS) – Sulit rasanya melupakan peristiwa kasus korupsi yang viral terjadi sekitar tahun 2011 yang dilakukan oleh oknum pegawai pajak. Hal ini menggambarkan bahwa tidak sedikit orang yang sembrono dalam mencari harta (nafkah). Tidak peduli, apakah cara mendapatkan harta sudah sesuai perundang-undangan negara dan hukum agama apa tidak?
Ada ungkapan sebagian masyarakat yang masa bodoh terkait urusan harta –seakan harta adalah segalanya– yang salah kaprah dan tidak untuk ditiru. “Nyari yang haram saja susah.”
Ketahuilah tidak ada satu makhluk pun yang tidak dijamin rezekinya. Cicak yang merayap, sementara mangsa makanannya bisa terbang tidak pernah kekurangan sedikit pun. Tidak pernah ada pemberitaan di media massa manapun bahwa telah terjadi busung lapar di kalangan cicak.
Bagaimana Islam mengatur urusan dalam mendapatkan dan membelanjakan harta. Sebab salah satu pilar kehidupan adalah kokohnya perekonomian keluarga. Islam tidak melarang umatnya untuk menjadi orang-orang yang berkecukupan. Orang yang berkecukupan akan dengan mudah untuk memberikan manfaat yang lebih luas bagi umat (masyarakat).
Akan tetapi, Islam mengingatkan terkait cara memperoleh harta dan cara memanfaatkannya. Memperoleh harta dengan cara yang benar dan benar pula dalam menggunakannya. Ini dapat dipertanggungjawabkan di dunia dan di akhirat.
Sebagian orang, salah cara dalam memperoleh harta tetapi benar cara menggunakannya. Meskipun di dunia dapat mempertanggungjawaban karena administrasinya benar, namun tidak untuk di akhirat.
Sebagian orang, benar cara dalam memperoleh harta tetapi salah cara menggunakannya. Hal ini bisa jadi seseorang tidak dapat mempertanggungjawabkan di dunia, apalagi di akhirat.
Ketahuilah bahwa, kepemilikan harta menjadi salah satu perkara yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Maka, berhati-hatilah dengan harga.
Rasulullah Saw bersabda, “Tidak akan bergeser kedua kaki anak Adam di hari kiamat dari sisi Rabbnya, hingga ia ditanya tentang lima perkara, yaitu tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya untuk apa ia gunakan, tentang hartanya dari mana ia dapatkan, dan dalam hal apa (hartanya tersebut) ia belanjakan, serta apa saja yang telah ia amalkan dari ilmu yang dimilikinya.” (H.R. Tirmidzi dan Thabrani).
Dalam hadis di atas, di antara hal yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat adalah kepemilikan harta. Dua hal yang akan ditanyakan, cara mendapatkan dan cara menggunakan harta. Sedangkan yang lainnya hanya satu pertanyaan, terkait umur untuk apa dihabiskan; masa muda untuk apa digunakan, dan ilmu sudahkah diamalkan.
Sekaitan kepemilikan harta dimintai dua pertanggungjawaban, hal ini menegaskan bahwa pengaruh dari harta itu lebih besar bahayanya, dan tidak hanya terhadap kehidupan di dunia, tetapi juga di akhirat.
Semoga Allah membimbing kita semua agar dapat mencari harta dengan cara yang benar, dan benar pula dalam membelanjakannya. Amin.
Imam Nur Suharno (Penceramah Agama)