KUNINGAN (MASS) – Pengajuan Hak Angket oleh anggota DPR dan gugatan kecurangan Pilpres 2024 yang akan dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi (MK), merupakan respons dari adanya dugaan kecurangan Pilpres 2024 yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM) sehingga diperlukan langkah untuk memberikan kepastian politik dan hukum atas hasil Pilpres 2024.
Hak Angket merupakan hak konstitusional DPR. Begitu pun dengan gugatan kecurangan Pilpres 2024 yang akan diajukan ke MK. Kedua hal ini diperlukan agar pemerintahan ke depan memiliki legalitas konstitusional dan legitimasi sosial-politik yang kuat.
Hak Angket merupakan suatu proses politik yang kewenangannya dimiliki DPR. Dengan adanya Hak Angket yang akan digulirkan oleh DPR justru mencerminkan berjalannya fungsi checks and balances cabang kekuasaan antara eksekutif dengan legislatif sebagai perwujudan sistem konstitusional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Dengan bergulirnya Hak Angket di DPR, akan membuat dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis dan massif selama Pilpres 2024 menjadi terbuka. Hak Angket merupakan proses politik yang lazim dalam ketatanegaraan di Indonesia. Rakyat punya hak untuk mengetahui hal tersebut. Hal-hal yang gelap akan semakin terang lewat adanya penyelidikan dalam proses Hak Angket tersebut.
Begitu pun dengan rencana mengajukan gugatan perselisihan hasil pemilu (PHP) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Jalur hukum itu ditempuh agar dugaan praktik-praktik kecurangan yang terjadi selama Pilpres 2024 terungkap dan akan memiliki kepastian hukum yang jelas.
Penggunaan Hak Angket di DPR dan gugatan atas kecurangan Pilpres 2024 ke MK merupakan praktik ketatanegaraan yang sah dan konstitusional. Ini adalah suatu proses politik dan hukum yang biasa saja. Tidak perlu ditafsirkan berlebihan dan terburu-buru untuk memakzulkan Presiden. Karena pada zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun DPR juga pernah menggunakan Hak Angket dalam kasus Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2009.
Sebagai contoh kasus : suara dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Pemilu 2024 banyak dipertanyakan lantaran melonjak secara signifikan di Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) milik Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Berdasarkan data teranyar real count KPU per pukul 04.00 WIB, Senin (4/3), PSI merengkuh suara sebesar 3,13 persen atau 2.404.199 suara. Perolehan suara itu didapat dari 65,84 persen atau 542.018 TPS dari 823.236 TPS seluruh Indonesia.
Dua hari lalu, Jum’at (1/3), saat suara yang tercatat di Sirekap 65,34 persen, perolehan suara PSI masih di angka 2.291.882. Sejumlah pihak pun menganggap kenaikan suara PSI itu janggal. Ironisnya perolehan suara PSI dalam Pemilu 2024 versi real count Sirekap KPU melewati hasil quick count semua lembaga survei.
Padahal perolehan suara PSI versi quick count lembaga survei paling tinggi adalah 2,8 persen. Katakanlah mereka naik 1 persen, maka jumlahnya menjadi 3,8 persen dan tidak akan sampai melampaui 4 persen.
Dalam teorinya jika data yang masuk sudah mencapai 65 persen ke atas, maka pola volatilitasnya tidak sedrastis itu semestinya kenaikan suara PSI. Sehingga wajar apabila banyak pihak yang mempertanyakan lonjakan suara PSI yang meledak seperti sulap tersebut.
Apabila PSI sampai lolos ambang batas parlemen 4 persen bisa menimbulkan gonjang ganjing politik karena menyangkut soal kredibilitas lembaga. Jika nanti benar terjadi suara PSI mencapai ambang batas 4 persen maka bisa dipastikan akan menimbulkan kekacauan, kemarahan publik dan rakyat yang tidak akan percaya lagi kepada lembaga survei dan KPU.
Wacana penggunaan Hak Angket oleh DPR dan gugatan ke Mahkamah Konstitusi adalah proses untuk mengetahui perbuatan atau tindakan yang melanggar tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan.
Langkah konstitusional tersebut diambil untuk membuktikan bahwa Pemilu serentak 2024 telah berlangsung fair, adil dan demokratis tanpa ada kecurangan.
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang, kritik dilarang tanpa alasan, dituduh subversif dan mengganggu keamanan, maka hanya ada satu kata : LAWAN!
Kuningan, 06 Maret 2024
Uha Juhana
Ketua LSM Frontal