KUNINGAN (MASS) – SEMOGA BISA DIFAHAMI bahwa eksistensi suatu negara dijaga oleh dua Institusi.
Secara fisik dijaga oleh militer, dan secara non-fisik dijaga oleh intelligence. Di dunia ini, sistem politik apapun yang diterapkan suatu negara, selalu ditegakkan dan dijaga oleh kekuatan-kekuatan bersenjata (militer) yang bersifat offensive, dan kekuatan intelligence yang bersifat preventive.
Seperti itu selalu adanya.
Intelijen adalah seni bersifat mazaji artinya bukan science.
Intelijen adalah planologi tertutup, bukan arsitek.
Intelijen adalah kecerdasan, integritas tinggi bela negara dan bukan kekerasan.
Intelijen adalah fungsi kesetiaan terhadap eksistensi negara dan pimpinan negara, pimpinan daerah Kab/Kota dan provinsi, karenanya bukan untuk mencari dan mendapatkan posisi.
Intelijen faham betul apabila negara dalam bahaya.
Semua operasi intelijen hanya bisa dirasakan. Tetapi tidak bisa untuk dibuktikan.
Saat keadaan perang terbuka, intelijen militer (combat intelligence) sebagai garda terdepan untuk menghadapi segala macam bentuk ancaman. Ketika kemudian keadaan damai, maka intelijen sipil (bussines and political intelligence) sebagai garda terdepan untuk menghadapi segala macam bentuk ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan (Dikenal : AGHT).
Begitulah sepertinya dunia intelijen punya ketetapan dalam melangkah, kecuali kalau ada intelijen yang ugal-ugalan, kaleng-kaleng, itu perlu dievaluasi.
Kita fahami pada eranya kekuasaan Orde Baru, intelijen membagi peran manusia Indonesia menjadi dua bagian, yaitu kelompok pejuang dan pedagang (antara lain inti peran intelijen saat itu). Mereka ibarat rel kereta api dengan tujuan yang sama.
Pejuang disupport pedagang dan pedagang diback-up pejuang.
Kemungkinan berbeda halnya dengan intelijen di era reformasi… Rel kereta apinya disatukan menjadi monorail. Mereka yang pejuang merangkap pedagang, sehingga, sekali lagi hanya kemungkinan (belum pasti) mengakibatkan pejabat dan pengusaha bersatu.
Pejabat dan pengusaha dan/atau pengusaha dan pejabat disatukan di satu lintasan.
Awalnya, pengusaha dikendalikan pejabat. Kemudian, mungkin berikutnya pejabat yang berjuang dikendalikan pengusaha. Akhirnya kemungkinan ada karakter pengusaha yang bisa saja menguasai negara. Ini tragis.
Penyakit kronis stadium Empat. Kenapa begitu? Karena, karakter pengusaha ingin untung berkelanjutan dan tidak mau rugi.
Oleh sebab itu kepala negara
(terutama di negara demokrasi), harus mendengar saran intelijen.
Begitu juga di kepemimpinan daerah Kab/Kota dan provinsi di negara demokrasi seperti Indonesia ini.
Satu hal yang perlu dicatat bahwa; Kemampuan Intelijen umumnya hanya ada 2 (dua) yaitu Deteksi Dini dan Cegah Dini.
Kemudian ada juga yang berpendapat (dan beberapa organisasi intelijen dunia juga menggunakannya) bahwa Kemampuan Intelijen harus memenuhi 4 hal, yaitu;
– Cegah Dini,
– Peringatan Dini,
– Diteksi Dini, dan
– Proteksi Dini
Namun demikian, saran intelijen itu tidak bersifat memaksa, namanya juga saran.
Waspadai informasi berita di medsos, jika
ada permainan Artificial Intelligence (Kecerdasan buatan-AI), dalam gerakan propaganda mengadu domba antara sesama anak bangsa Indonesia diciptakan KEKUATAN ASING!
Pada akhirnya semua punya tanggung jawab sesuai dengan tupoksinya.
Sebagai penutup: Semua pihak harus meyakini bahwa JAMAN KIWARI ini Persatuan Indonesia sudah masuk wilayah KEBUTUHAN didalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam BINGKAI NKRI berdasarkan landasan konstitusional Undang-Undang Dasar tahun 1945 dan Panca sila sebagai dasar negara – falsafah bangsa Indonesia.
Hadanallahu Waiyyakum Ajma’in
Awang Dadang Hermawan
*) Pemerhati Intelijen, Sosial Politik dan AGAMA
##########
25 – 8 – 2025
