KUNINGAN (MASS) – Ancaman hukuman terhadap pelanggar UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak, ternyata tidak main-main. Dari hasil kajian aturan, khusus pasal 76H ancaman hukumannya penjara paling lama 5 tahun.
Dari bunyi pasal 76H UU 35/2014, setiap orang dilarang merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer dan/atau lainnya dan membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa.
Sedangkan ancaman hukumannya tercantum pada pasal 87. Di situ disebutkan paling lama 5 tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp100 juta.
Saat dikonfirmasikan, Ketua Panwaslu Kuningan, Jubaedi SH tidak mengiyakan ataupun membantah. Terkait kasus dugaan eksploitasi anak di Desa Kapandayan Kecamatan Ciawigebang, pihaknya masih mengkaji.
“Setelah pemanggilan pak Karyani, selanjutnya akan rapat pleno panwaslu. Kita belum bisa berandai-andai mengenai hasilnya. Apakah nanti direkomendasikan ke KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) atau gimana,” kata Jubaedi, Kamis (26/4/2018).
Ia mengatakan, untuk proses pemeriksaan sudah selesai. Sedikitnya 5 orang telah diperiksa, mulai masyarakat, panwas tingkat desa, pemilik kolam pancing dan 2 anggota dewan. Tinggal menunggu jadwal pleno panwas untuk mengkaji dan memutuskan.
Apabila pelibatan anak drumband di Kapandayan dimasalahkan, beberapa kalangan menilai dalam setiap kampanye terdapat banyak orang tua yang membawa anaknya. Terutama ibu atau ayah yang membawa anak kecil dengan alasan menangis kalau ditinggalkan. Contoh lain, pada permainan sepak bola yang juga melibatkan anak-anak berbaris di stadion.
Kasuistik seperti itu dijawab oleh Jubaedi. Ia menegaskan, dengan dalih apapun setiap orang tidak boleh mengikutsertakan anak dibawah umur ketika menghadiri kampanye.
“Bagaimana caranya supaya si anak tidak diajak. Misalkan dititipkan atau gimana. Pokoknya kalau kampanye, anak tidak boleh dilibatkan,” tandasnya.
Berbeda dengan anak-anak dalam pembukaan pertandingan sepak bola, menurut Jubaedi, itu beda konteks. Sepak bola merupakan olahraga yang perlu dimasyaratkan dengan istilah memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat.
“Justru kalau olahraga harus diperkenalkan sejak dini kepada anak-anak. Jadi konteksnya berbeda,” pungkas Jubaedi diangguki Abdul Jalil Hermawan. (deden)