KUNINGAN (MASS) – Korwil SPPI Kabupaten Kuningan, Nisa, tak memberi respon apapun kala ditanya hal-hal yang belakangan menjadi sorotan public dari program Makan Bergizi Gratis (MBG), sejak dikonfirmasi pada Rabu (17/9/2025). Korwil SPPI yang bertanggung jawab soal dapur-dapur MBG itu, memilih “cuek” saat diberondong pertanyaan.
Beberapa pertanyaan yang coba dikonfirmasikan soal MBG cukup banyak, mulai dari isu ompreng alias baki MBG yang diduga dalam produksinya melibatkan minyak babi, tunggakan karyawan sampai menu MBG yang banyak terbuang, karena tidak habis di makan siswa. Belum lagi, mulanya hendak dikonfirmasikan juga soal tindak lanjut dan antisipasi kedepan, perihal keracunan MBG yang sempat terjadi di Kuningan.
“Makanan yang dibawa pulang seringkali sudah basi. Ini jadi masalah baru di rumah, karena orang tua harus membuangnya,” ungkap salah satu orang tua murid di kolom komentar instagram kuninganmass.com, saat postingan MBG.
Terpisah, Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Kuningan, Hj Neneng Hermawati sempat diwawancara soal banyak hal mengenai MBG. Mulanya, politisi PKB itu ditanya dugaan ompreng MBG yang diproduksi dengan unsur minyak babi, dimana halal dan haramnya membuat resah masyarakat.
Saat ditanya hal tersebut, ia mengaku tidak bisa intervensi terlalu jauh soal MBG, karena kewenangannya di Pusat. Namun, sebagai daerah penerima manfaat, Neneng memberi poin-poin penting dari MBG.
“Kita tidak boleh terlalu jauh intervensi, (pertama) kita hanya melihat standar gizi, sesuai gak standar gizinya. Kedua apakah MBG sampai gak ke penerima manfaat dengan utuh, tidak basi. Kalo pengawasan ke dalem kita tidak punya kewenangan kesana,” kata Hj Neneng, Selasa (16/9/2025).
Ditanya soal insiden keracunan makanan MBG yang pernah terjadi di Kabupaten Kuningan, Neneng menjawab, saat ini Puskesmas diberi kewenangan untuk meninjau MBG.
“Kan kalo sekarang tuh ada kewenangan juga Puskes mengotrol kebersihannya, gizinya (MBG). Kalo dewan tidak (bisa) setiap hari (mengawasi MBG),” jelasnya.
Soal Puskesmas ini, kata Hj Neneng, pemantauan dilakukan sesuai kecamatan yang ada, minimal 1 bulan sekali untuk melihat apakah menunya sesuai standar atau tidak.
Selain itu, Neneng juga ditanya soal titik dapur MBG, karena ada benerapa sekolah yang suplay bukan dari dapur terdekat. Ternyata, dapur MBG ada radiusnya, asal tidka lebih dari batasan.
Saat ini, dapur MBG sendiri baru berdiri sekitar 50-an dari target 128nan. “Mudah-mudahan nanti mau launching juga, banyak yang mau launching masih proses,” jelasnya.
Soal selera anak yang kadang membuat makanan tak habis, ia membenarkan adanya keluhan tersebut. Alhasil, banyak sekolah yang meminta anak-anak bawa tempat bekel, kemudian sisa makanan dibawa ke rumah. (raqib/eki)
