KUNINGAN (MASS) – Pesta demokrasi rakyat Indonesia sudah dimulai. Pelaksanaan diawali dengan pembukaan pendaftaran dan verifikasi calon peserta Pemilihan Umum (Pemilu), tanggal 1 – 14 Agustus 2022. Kita sebagai masyarakat harus menyambut baik kegiatan lima tahunan ini.
Pemilu serentak yang berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 3 Tahun 2022, jadwal akan dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024, bertujuan untuk mendapatkan pemimpin Negara yaitu Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Legislatif dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Dan untuk pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) seluruh Indonesia, tanggal 27 November 2024.
Mengingat pentingnya kegiatan tersebut, kegiatan ini dapat menentukan nasib Negara dan daerah lima tahun ke depan. Oleh karena itu, kita sebagai pemilih harus mempunyai sikap dalam mendukung dan berpartisipasi dalam pemilu melalui suara yang dapat kita berikan kepada pilihan calon kita yang terbaik. Untuk menghadapi Pemilu serentak ini apa yang harus kita lakukan sebagai pemilih yang cerdas.
Pendidikan Politik
Kita sebagai pemilih harus cerdas dalam menentukan calon pilihan kita terhadap partai politik (Parpol), dan calon yang diusung. Maka diperlukan suatu proses pengetahuan mengenai nilai, orientasi, sikap-sikap, dan perilaku politiknya dari Parpol dan calon yang diusungnya. Hal ini dapat dilakukan oleh para pemilih dalam meningkatkan pendidikan politiknya, dimana pendidikan politik ini dapat menghasilkan suatu pengetahuan dan pemahaman politik. Pengetahuan politik ini menjadikan suatu kesadaran politik pemilih yang akan berdampak kepada kualitas dari partisipasi politik baik dalam Pemilu maupun kehidupan di masyarakat dan bernegara.
Untuk meningkatkan pendidikan politik pemilih, pemilih dapat menyaring dan menyeleksi dari setiap Parpol peserta Pemilu dan calon Pemilu dengan mendapatkan informasi mengenai Parpol dan calon, pertama, mempunyai program penyadaran masalah terhadap keadaan masyarakat dan bangsa di segala bidang dan mempunyai strategi dan solusi untuk menyelesaikan persoalan yang di alami masyarakat. Kedua, dialog politik yang dilakukan oleh partpol politik dan calon pada masa kampanye, serta memberikan bukti-bukti yang telah dilakukan dalam ikut berperan untuk menyelesaikan permasalahan di masyarakat, bukan hanya janji belaka. Ketiga, pemecahan masalah, pemilih dapat lebih teliti bagaimana para Parpol dan calon membuat perencanaan, startegi, pendekatan yang digunakan dan hasil yang diinginkan dalam mengatasi setiap permasalahan di masyarakat.
Oleh karena itu, dengan meningkatkan pendidikan politik pemilih, seperti yang dikatakan oleh Alvian (1991), bahwa “mereka yang mempunyai pengetahuan politik yang tinggi diperkirakan akan mampu berpartisipasi secara aktif dan lebih rasional. Mereka yang lebih rendah pengetahuan dan penghayatan politiknya mungkin juga dapat berpartisipasi aktif, dengan itu mereka ini biasanya mudah tergoda oleh teriakan-teriakan emosional yang menjurus pada ikatan primordial (suku, agama dan aliran atau keturunan)”
Partisipasi politik
Teori yang dikatakan oleh Alvian di atas, Pemilu menjadi sangat penting, pemilih harus mempunyai pendidikan politik yang baik. Dengan berbekal pendidikan politik yang baik, dapat menentukan pemimpin yang sesuai dengan harapan masyarakat, yaitu mereka yang terpilih menjadi pemenang Pemilu dapat menyelesaikan permasalahan bangsa, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menegakkan keadilan sesuai dengan Pancasila, dan menguatkan kredibilitas Negara di dunia internasional.
Partisipasi dapat dikatakan suatu tindakan sukarela dengan sadar dan tanpa paksaan melakukan kegiatan politik. Oleh karena itu, kita harus mengetahui partisipasi politik kita termasuk pada jenis partisipasi politik yang mana. Jenis partisipasi politik, yaitu, aktivis, partisipan, bukan partisipan dan orang yang apolitis. Aktivis terdiri dari pejabat umum, pejabat partai sepenuh waktu, pimpinan kelompok kepentingan.
Partisipan yaitu, petugas kampanye/aktif dalam partai/kelompok kepentingan aktif dalam proyek-proyek sosial. Bukan Partisipan yaitu, kegiatan yang hanya menghadiri rapat umum, menjadi anggota kelompok kepentingan, usaha meyakinkan orang, memberikan suara dalam pemilu, mendiskusikan masalah politik, perhatian pada perkembangan politik. Dan Apatis Politik atau Apolitis, yaitu, tidak mempunyai minat terhadap semua kegiatan politik, baik itu Pemilu atau yang lainnya.
Dengan mengetahui jenis partisipasi politik, kita dapat mengikuti perkembangan dan kegiatan politik yang baik, menentukan dan penggunaan hak kita terhadap pilihan terbaik kita untuk perubahan bangsa.
Apatis Politik / Apolitis
Apatis Politik atau Apolitis, kita harus tahu juga mengapa pemilih bersikap apolitis, dan apa dampak dari sikap apolitis. Yang menjadi penyebab pemilih apolitis dikarenakan adanya ketidakpuasan terhadap situasi politik, perilaku pimpinan dan elit politik, pengalaman berpolitik dan tidak tercapainya harapan masyarakat, seperti yang diharapkan pemilih. Namun, sikap ini harus dihilangkan dari para emosi pemilih, baik itu dari pemilih pemula, pemilih tradisional, dan pemilih rasional.
Dapat kita ketahui juga, dampak dari sikap apolitis pemilih, memberikan dampak yang negatif dalam kegiatan pembangunan daerah dan Negara. Dengan sipak apolitis kita, akan menghasilkan pemimpin yang tidak mempunyai amanah dalam menjalankan tanggungjawabnya. Dengan dipimpin oleh orang yang tidak amanah, mengakibatkan tidak tercapainya tujuan masyarakat, yaitu keadaan yang damai, adil, makmur dan sejahtera.
Oleh karena itu, kita sebagai pemilih cerdas, harus memutuskan bahwa kita tidak akan bersikap apolitis. Seperti yang dikatakan sebelumnya, Pemilu ini menentukan pemimpin dan kemajuan Negara ini lima tahun ke depan.
Budaya Politik
Berdasarkan ketiga penjelasan di atas, jika dilakukan peningkatan pendidikan politik dan partisipasi politik dan menghilangkan perilaku apolitis pemilih, dapat membentuk suatu pola hubungan dalam sistem politik masyarakat yang dinamakan “Budaya Politik”.
Seperti didefinisikan oleh Rusadi Kataprawira (1983), “Budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik.” Masyarakat yang sudah mempunyai budaya politik akan memiliki suatu perilaku yang berorientasi, sikap, dan nilai-nilai politik yang khas dan positif, serta dapat menghasilkan produk Pemilu yang sesuai dengan harapan masyarakat.
Dalam budaya politik, semua berdasarkan pada orientasi yaitu aspek pemahaman kognitif (pengetahuan, kepercayaan, peran, input dan output), aspek afektif (perasaan kasih sayang) terhadap sistem politik dan aspek evaluatif (penilaian moral, pengetahuan dan strategi untuk perbaikan) dalam menentukan suatu pendapat dan keputusan politik masyarakat dari obyek-obyek politik.
Dapat disimpulkan, bahwa yang harus dilakukan pemilih meningkatkan pendidikan politik melalui pengetahuan dan kesadaran politik pemilih, berpartisipasi politik sesuai dengan pilihan hati nurani pemilih dan menghilangkan sikap apolitis kita terhadap Pemilu dan kegiatan politik lainnya. Maka diharapkan dapat terwujud suatu budaya politik yang baik dalam setiap kegiatan politik yang terdapat sistem politik kita.***
Penulis : Cecep Nana Nasuha
Dosen Universitas Islam Al-Ihya Kuningan