KUNINGAN (MASS) – Isu Dana Pokir (Pokok-pokok Pikiran) Dewan yang dulu beristilah Dana Aspirasi mendapat penjelasan Ketua DPRD, Rana Suparman. Ia menegaskan, itu bukan minta jatah melainkan dewan menjalankan fungsi budgetingnya sekaligus merealisasikan sumpah jabatan.
“Bukan minta jatah pokir, DPRD ada fungsi budgeting. Kita rekomendasikan kegiatan yang merupakan permintaan masyarakat,” kata Rana, baru-baru ini.
Pokir tersebut hasil dari anggota dewan menjalankan resesnya. Ketika terjun ke masyarakat di dapilnya masing-masing, konstituen menyampaikan kebutuhan mereka kepada wakil mereka.
“Saya reses, datang ke dapil saya, ada masyarakat yang menyampaikan kebutuhan, apa saya harus marahin mereka supaya jangan meminta begitu? Kita kan harus mampu menceritakan cerita masyarakat,” jelasnya.
Rana berharap, siapapun mengartikan pokir itu sebagai perwujudan dari fungsi budgeting. Jangan sampai diartikan secara pragmatis, seolah-olah itu merupakan ruang pragmatis anggota dewan.
“Gak begitu juga. Nanti gimana kemampuan daerah. Kita gak buat plat harus sekian. Misal ada anggaran Rp20 milyar, nanti DPRD gak mungkin melampaui eksekutif. Kita juga harus bijak,” tandasnya.
Ia menegaskan, anggota dewan telah disumpah untuk memperjuangkan dan mewujudkan aspirasi konstituen di dapilnya. Ketika kacamata itu yang digunakan maka itulah ketentuan normatifnya. Namun dirinya menilai salah apabila kacamata pragmatis yang digunakan.
“Sebenarnya siapa yang memaksakan kehendak? Isu ini digulirkan siapa sih? Pemda saja baru menyampaikan nota pengantarnya (RAPBD Perubahan 2018) kok, lalu baru sekarang pandangan umum dewan,” ketus dia.
Dalam pembahasan, imbuh Rana, diawali dengan pembahasan struktur pendapatan. Baru kemudian nanti masuk pada pembahasan struktur belanja. Kalau kebijakannya tepat sesuai RPJMD dan berorientasi pada IPM maka akan lahir trust building.
“Pokir ini penting, ya untuk menguatkan eksistensi lembaga. Kalau ternyata tidak ada manfaatnya, institusi lembaga negara ini ngapain diadain? Buang-buang anggaran saja dong,” kata Rana.
Ia menegaskan, ujung-ujungnya kegiatan dari pokir tersebut diserahkan ke eksekutif. DPRD hanya melakukan pembahasan sampai penetapan. Sedangkan pengerjaannya utuh oleh eksekutif selaku eksekutor program-program yang sudah disetujui dewan.
“Dulu Rp300 juta, menyesuaikan dengan kondisi keuangan daerah dan tensi permintaan rakyat. Jangan marahin pokirnya, marahin rakyat yang minta,” ucapnya.
Kalau dewan hanya melakukan pengawasan saja tanpa harus memikirkan anggaran, Rana mengaku siap. “Kalau mau seperti itu, boleh. Nanti kegiatan di instansi akan dilihat BU-nya, konsentrasi belanjanya, efeknya tercapai engga baik output outcome benefitnya. Lebih enak begitu, tak terbebani oleh permintaan masyarakat,” tantangnya.
Tapi sekali lagi dirinya menegaskan, sesuai dengan sumpah jabatan anggota dewan harus memperjuangkan aspirasi rakyat.
“Kalau ada masyarakat yang minta perbaikan gang menuju masjid, lalu apakah harus kita marahin? Ya harus diwujudkan dong,” tandas Rana. (deden)
