KUNINGAN (MASS)- Sebenarnya saya sudah lama ingin menulis unek-unek yang ada dipikiran. Namun, saya ragu apakah tulisan saya ini akan membuat banyak orang tersadarkan karena bukan saya yang selalu memikirkan hal ini.
Tapi banyak orang dan mereka pun sudah beribu kali menyapaikan. Namun, tetap sama hasilnya.
Namun pikiran itu saya buang jauh-juah karena dari pada dipendamkan lebih baik disampaikan.
Cerita berawal ada saudara berkunjung ke rumah. Dengan suara lirih ia mengaku gagal ketika mengikuti sebuah tes padahal tinggal satu tahap lagi.
Dengan nada kecewa ia mengeluarkan sumpah serapah mengutuk orang-orang yang telah ‘bermain’, sehingga ia tidak lolos. Padahal pengakuannya yang mengikuti tes kemampuannya biasa-biasa saja
“Kenapa sih harus ada titipan dari ormas, organisasi mahasiswa dan orang-orang penting. Bagaimana dengan saya yang tidak punya 3D. Ini tidak adil, percuma ada tes kalau seperti ini hasil. Saya tau karena tidak tuli dan buta,” umpatnya.
Saya hanya diam karena paham dengan kemarahan saudara saya yang selama ini orangnya pendiaman. Ia sendiri sudah punya pekerjaan, tapi apa yang selama ini diperoleh belum maksimal untuk kebutuhan keluarga.
Saya sendiri sudah paham dengan hal itu. Saya diam karena memang kondisiya seperti itu.
Banyak cerita tentang zaman sekarang yang harus mengandalkan 3D (deuket, duit, dan dulur) untuk mecapai keinginan.
Saya sendiri selalu bersyukur karena Allah memberikan rejeki hingga saat ini sehingga dijauhkan dengan hal seperti itu.
“Ah terkadang percuma ikutan kalau ikutan tes di lembaga yang dibentuk pemerintah karena sudah diplot siapa jatah ‘pemenanganya’. Sekarang mah pintar juga percuma kalau tidak punya uang, kedekatan dan juga jaringan. Saya suka kasian,” ujar teman saya yang berkerja menjadi dosen ketika bertemu belum lama ini.
Ia pun tanpa aling-aling menyebut satu persatu nama-nama orang yang punya jabatan dan juga link mana yang digunakan. Bahkan, bukan di suatu daerah saja tapi nyaris disemua tempat.
Bahkan, teman saya SMA saya yang tinggal di Bandung selalu mengatakan, jangankan untuk yang besar. Hal-hal terkecil pun dikuasai oleh ‘mereka’.
“Contoh saja untuk penjaga malam sekali pun di tiap kantor harus orang dekat. Maka saya mah lebih baik usaha sendiri, kan saya yang bosnya,” Sebut teman saya dengan wajah tersenyum.
Saya sendiri yakin meski seperti itu kondisi saat ini, tapi Allah tidak akan diam. Sehingga akan ada selalu balasan bagi-bagi orang yang mengambil hak orang baik nanti diakhirat ataupun di dunia.
Sementara itu, untuk membesarkan hati saudara yang tengah ‘ngamuk’ saya hanya mengatakan ‘Allah memberikan yang kita butuhkan bukan yang kita inginkan’. Dan saya juga katakan bahwa pekerja itu tidak berjodoh dengannya.
Meski saya tahu bagamana perasaan saudara saya itu. Tapi, ketika hati panas maka pernyataan yang menyejukan akan membuat orang tenang.
Bagai mereka yang saat ini merasakan seperti saudara saya itu, maka bersabarlah. Akan ada saatnya kebahagian itu menghampiri karena harus terus diperjuangkan***
Penulis Agus
Tinggal di Kecamatan Kuningan.