KUNINGAN (MASS) – Jelang Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak 3 November mendatang, tidak sedikit anggota atau pimpinan BPD (Badan Permusyawaratan Desa) yang mencalonkan kades. Namun mereka kebingungan atas adanya 2 perda (peraturan daerah) yang bertentangan.
Kebingungan tersebut sampai ke telinga mantan Plt Bupati yang kini terpilih menjadi anggota DPRD Kuningan, Dede Sembada. Selaku orang yang cukup menguasai regulasi pemerintahan, Desem mencoba menawarkan sebuah solusi.
“Masalahnya kan gini, ada Perda 14/2015 sebagaimana diubah menjadi Perda 4/2017 tentang Pilkades, pada pasal 18 disebutkan, dalam hal pimpinan atau anggota BPD yang mau nyalon kades itu cukup cuti yang diberikan camat atas nama bupati,” paparnya, Jumat (20/9/2019).
Tapi, sambung politisi PDIP ini, terdapat pula Perda 5/2019 tentang BPD pasal 53 ayat 3 huruf k yang menyebutkan, pimpinan atau anggota BPD yang mau nyalon kades harus mengundurkan diri dari jabatannya.
Dengan adanya 2 regulasi yang bertentangan itu, Desem menganggap wajar apabila banyak dari masyarakat di bawah bingung untuk menggunakan acuan yang mana. Terutama bagi orang-orang yang masuk struktur BPD di desanya.
“Nah solusi yang saya tawarkan dalam menyikapi pertentangan aturan itu begini, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) segera mengeluarkan Surat Edaran perihal acuan hukum yang digunakan,” ucap Desem yang tengah berbincang-bincang dengan Sri Laelasari, wakil rakyat asal Gerindra itu.
Dia menjelaskan, dalam istilah hukum terdapat azas lex posterior deroget legi priori ketika kedudukan hukumnya setingkat. Semisal Perda dengan Perda atau Pergub dengan Pergub. Mengacu pada azas tersebut, maka berlaku hukum bahwa aturan terbaru mengalahkan aturan lama.
“Jadi kalau berlandaskan pada azas itu Perda 5 lah yang dijadikan acuan karena lebih baru. Artinya, pimpinan atau anggota BPD yang mau mencalonkan kades harus mundur dari jabatannya,” terang Desem.
Masih kaitan Pilkades, Sri Laelasari dari Gerindra ikut mengeluarkan pernyataan. Ia berbicara lebih kepada teknis penyelenggaraan pilkades nanti guna menghindari praktik money politics.
“Idealnya KPU dan Bawaslu itu dilibatkan dalam Pilkades karena dua lembaga ini saya pikir lebih kompeten dalam urusan pemilihan. Tapi nanti kita mau kaji dulu regulasinya,” ujar Sri.
Anggota Dewan Senior Mesti Ngasih Contoh
Rupanya sepak terjang anggota dewan baru tidak luput dari pengamatan Abdul Haris SH, seorang pemerhati. Ia mengapresiasi penyikapan Desem dan Sri terhadap hajat besar tingkat desa yakni Pilkades.
“Mestinya anggota dewan senior itu ngasih contoh kepada anggota dewan yang baru. Sigap terhadap persoalan-persoalan yang tengah dihadapi masyarakat. Ini mah jangankan menyikapi, tingkat kehadiran ngantor juga dipertanyakan, padahal baru 2 minggu dilantik,” ketusnya.
Pantauan kuninganmass.com, Jumat tadi hanya beberapa wakil rakyat saja yang terlihat ngantor. Mulai dari Dede Sembada, Sri Laelasari, Hj Elin Lusiana, Susanto dan Deki Zaenal Mutaqin. Tak heran jika Abdul Haris sebagai rakyat yang telah mewakilkan, merasa sangat kecewa. (deden)