KUNINGAN (MASS) – Polemik pembangunan Rumah Sakit Terpadu yang berlokasi di Jalan Cut Nyak Dien Windusengkahan rupanya memantik anggota dewan untuk angkat bicara. Salah satunya H Ujang Kosasih MSi yang menjabat ketua Komisi IV DPRD bidang pendidikan dan kesehatan.
“Secara spesifik Komisi IV belum membahas soal pembangunan rumah sakit tersebut dengan Dinas Kesehatan. Tapi dalam perjalanan pembahasan Pansus RDTR (Rencana Detil Tata Ruang), masalah itu sempat jadi perdebatan cukup sengit,” kata politisi yang kebetulan wakil ketua Pansus RDTR tersebut, Jumat (14/12/2018).
Saat mendengar ijin bangunan RS Terpadu sudah ada, Ujang tidak berani mengiyakan. Pasalnya, ia maupun anggota dewan lain di Komisi IV belum melihat wujud fisik dari ijin tersebut. Hanya saja dirinya mengaku saat pembahasan di Pansus RDTR sempat jadi perdebatan.
“Karena esensi pembahasan pansus itu RDTR, bukan soal ijinnya, maka kami sepakat masalah perijinan bangunan RS Terpadu diserahkan ke komisi terkait yaitu Komisi I dan IV,” ungkap ketua DPC PKB Kuningan itu.
Ketika sekarang muncul perbedaan pendapat, baik itu bupati, wabup maupun ormas LSM, menurut Ujang wajar. Kemungkinan besar hal itu berawal dari belum jelasnya perijinan di mata para pihak. Karena tiap orang, sambungnya, memiliki alasan kuat.
“Yang jelas untuk Komisi IV belum ada kajian secara detil. Karena yang menonjol perihal perijinannya, kami punya pemikiran bahwa Komisi I yang lebih berwenang,” ucapnya.
Pendapat Ujang, soal perijinan bangunan rumah sakit atau bangunan lain, sekarang masih merujuk pada Perda 26/2011 tentang RTRW (Rencana Tata RuangWilayah). Sebab Raperda RDTR masih dalam tahap penggodokan. Mekanisme perijinan berdasarkan Perda RTRW perlu ditempuh mulai dari Amdal dan tahapan lain. Terlebih untuk sebuah rumah sakit.
“Pasti ada tahapan, diantaranya kajian teknis yang komprehensif. Artinya kajian dari beberapa dinas seperti Dinkes, Distan, DPRPP, Dishub, dan dinas lainnya. Lalu ada rekom dari BKPRD (Badan Koordinasi Penataan Daerah) yang diketuai sekda. Kemudian DPMPTSP mengeluarkan IMB. Jadi kajiannya dilakukan secara mendalam,” bebernya.
Saat perijinan didebatkan pada pembahasan Pansus RDTR, Ujang menyebutkan beberapa poin. Pertama, kaitan dengan lahan di lokasi apakah masuk kepada wilayah LP2B atau bukan. Kedua, apakah lokasi tersebut masuk wilayah pelayanan kesehatan atau bukan. Ketiga, terkait berapa luas lahan yang diamanatkan Perda RTRW.
Perlukah dilakukan audit perijinan? Ia memilih berbaik sangka. Ujang berpikiran, ijin dikeluarkan itu apabila kajian teknisnya sudah klir.
“Apakah kajian teknisnya klir atau gimana, saya harus berhusnuzon. Tinggal dilihat kajian teknisnya, apakah sesuai Perda RTRW berikut Perbupnya atau enggak. Kalau bupati sudah bilang tidak ada masalah, berarti sudah klir kajiannya. BKPRD juga saya kira tak akan gegabah,” kata Ujang.
Namun menurutnya tetap perlu didalami. Caleg incumbent Dapil 3 Kuningan ini mempersilakan masyarakat untuk melakukannya jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dengan rujukan aturan. “Kalau ada yang tidak sesuai, kenapa tidak dipertanyakan,” ujarnya.
Kendati demikian Ujang tertawa lebar saat ditanya dugaan keterkaitan antara masalah perijinan di Kuningan dengan kunjungan tim dari Kejagung tempo hari. “Wah saya enggak tahu. Itu mah terlalu jauh tafsirnya,” tukas Ujang. (deden)