KUNINGAN (MASS) – Hari – hari belakangan ini pemberitaan media digital online maupun cetak di Kabupaten Kuningan dihiasi oleh berita – berita terkait kegagalan Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan menyelesaikan keuangan daerah yang belum di bayarkan hingga mencapai + 94 milyar rupiah sampai dengan berakhirnya tahun anggaran 2022. Berbagai argumen di sampaikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten Kuningan baik oleh Bupati Kuningan sendiri maupun oleh pejabat publik lainnya termasuk oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Kuningan.
Mereka berargumen bahwa bahasa gagal bayar yang diperhalus menjadi tunda bayar, yang berarti pembayaran tetap dilakukan / dibayarkan namun dibayar di tahun anggaran 2023.
Sudah menjadi standar prosedur pemerintah bahwa anggaran pemerintah baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat melalui beberapa tahapan dan mekanisme yang ketat dan panjang waktunya. Bermula dari musrenbang sampai kepada tahap penentuan skala prioritas anggaran yang disesuaikan dengan pendapatan baik pendapatan asli daerah maupun pendapatan dari pemerintah pusat berupa Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. Sehingga sangat kecil kemungkinan terjadi istilah gagal bayar seperti yang terjadi saat ini.
Sangat mungkin dan bisa saja terjadi adanya margin antara pendapatan dengan pengeluaran, dikarenakan sumber – sumber pendapatan tidak maksimal terutama dalam hal pendapatan asli daerah ( PAD ). Sementara pendapatan yang bersumber dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi sudah jauh hari di prediksi terkait besarannya sehingga kecil kemungkinan akan terjadi selisih yang tajam antara prediksi dengan yang diterima.
Kita tahu bersama bahwa pendapatan asli daerah dari tahun ke tahun jelas tren peningkatannya dan sangat mustahil bisa melonjak sampai mencapai batas di luar dari kewajaran dan kebiasaan.
Melihat dari cerminan tersebut jelas bahwa gagal bayar / tunda bayar yang terjadi di Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan patut diduga adanya pemaksaan alokasi anggaran yang di luar nalar kewajaran demi meraup ambisi – ambisi politik pribadi pada pengelolaan anggaran pemerintah.
Ambisi – ambisi tersebut telah mengabaikan nilai – nilai kemanusiaan, nilai – nilai agama, nilai – nilai ekonomi kerakyatan dan jelas sekali sangat bertentangan dengan Pancasila.
Gagal bayar tersebut, dengan nilai pantastis dan bombastis di dalamnya terdapat gagal bayar sertifikasi guru selama dua bulan dan tunjangan tambahan penghasilan PNS selama 3 bulan serta berbagai proyek pemerintah yang sudah diselesaikan oleh pihak ketiga, ini tentu telah melanggar aturan perundang-undangan, Permendik dan Permenkeu.
Gagal bayar atau tunda pembayaran yang didalamnya terdapat penundaan pembayaran sertifikasi guru selama dua bulan dalam proses keuangan daerah kabupaten Kuningan telah melanggar Peraturan Mentri Pendidikan Nomor 4 tahun 2022 tentang petunjuk teknis penerimaan tunjangan khusus dan tambahan penghasilan guru Aparatur sipil Negara di daerah propinsi, kabupaten/ kota pasal 21 ayat satu yang berbunyi “ Pemerintah Daerah dilarang menunda penyaluran tunjangan profesi, tunjangan khusus dan tambahan penghasilan melewati 14 ( empat belas ) hari kerja sejak diterimanya dana tunjan profesi Tunjangan khusus dan tambahan penghasilan di rekening kas umum daerah.”
Pada ayat dua dijelaskan “ Pemerintah Daerah dilarang menggunakan alokasi dana Tunjangan Profesi , Tunjangan Khusus dan Tambahan Penghasilan selain peruntukan Tunjangan profesi, Tunjangan khusus dan tambahan Penghasilan sebagaimana di atur dalam peraturan Mentri ini.
Dijelaskan di ayat berikutnya “ Bagi pemerintah Daerah yang menunda penyaluran dan / atau menggunakan alokasi dana sebagai mana dimaksud pada ayat ( 1) dan ayat (2) dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia saat mengeluarkan peraturan ini sudah jelas di barengi dengan penyaluran anggaran dari pusat untuk pembayaran sertifikasi guru sehingga menjadikan hal yang mustahil bagi Pemerintah Daerah untuk tidak melunasi pembayaran sertifikasi guru.
Merujuk pada pelanggaran peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut, bupati Kuningan yang sudah jelas – jelas gagal bayar telah melakukan perbuatan yang dapat dikatagorikan melanggar peraturan perundang – undangan.
Peraturan Mentri Pendidikan Nomor 4 tahun 2022 Berdasarkan UU no. 12 tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU no. 15 Tahun 2019 serta UU. No. 13 tahun 2022 pada pasal 8 ayat 1 yang berbunyi “Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. Adalah merupakan satu aturan yang termasuk dalam jenis peraturan Perundang – undangan.
Pelanggaran seorang kepala daerah dalam hal ini bupati Kuningan terhadap peraturan perundang – undangan berkonsekuensi pemberhentian jabatan sebagai kepala daerah. Hal ini seperti diatur dalam UU no. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah Paragraf 5 pemberhentian Kepala Daerah dan wakil kepala daerah pasal 78 ayat (1) yang berbunyi “Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena: a. meninggal dunia; b. permintaan sendiri; atau c. diberhentikan.
Selanjutnya dijelaskan dalam pasal 78 ayat ( 2 ) Kepala daerah dan/atau wakil Kepala daerah diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, salah satunya adalah dinyatakan melanggar sumpah atau janji jabatan kepala daerah atau wakil kepala daerah dan atau melakukan perbuatan tercela.
Merujuk Pada Pasal 78 ayat (2) point c. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah;. didugaBupatiKuningan telah melanggar sumpah janji jabatan kepala daerah / wakil kepala daerah sebagai mana tertuang dalam peraturan presiden no. 167 tahun 2014 tentang tata cara pelantikan gubernur, bupati dan walikota pasal 6 ayat (2) yang berbunyi :
“Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan segala Undang – Undang dan peraturannya dengan selurus – lurusnya, serta berbakti kepada masyarakat, nusa, dan bangsa”.
Melihat hal demikian, perbuatan seorang kepala daerah dalam hal ini Bupati Kabupaten Kuningan, H. Acep Purnama, SH. MH., yang sudah melakukan pelanggaran peraturan perundang – undangan masih akan didukung oleh DPRD Kabupaten Kuningan dan dilanjutkan kepemimpinannya ?
Jika ditinjau dalam dua perspektip baik kondisi keuangan pemerintah daerah Kabupaten Kuningan yang sebenarnya mampu untuk membayar gaji, baik dalam bentuk pembayaran sertifikasi guru maupun tunjangan tambahan penghasilan PNS serta membayar pekerjaan pihak ketiga ( hanya saja lebih mengutamakan memenuhi ambisi – ambisi politik pribadi pemimpin daerah ) dan prespektip kutipan hadits shahih di antaranya adalah :
Menunda penunaian gaji pada pegawai padahal mampu termasuk kedzoliman sebagaimana Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam bersabda :
“ Menunda penunaian kewajiban ( bagi yang mampu ) termasuk kedzoliman ” ( HR. Bukhori No. 2.400 dan Muslim No. 1.564 ).
Maka pemerintahan Kabupaten Kuningan yang saat ini dipimpin oleh H. Acep Purnama, SH. MH., masuk dalam katagori rezim yang dzolim dan hilangnya nurani kemanusiaan.
Dengan demikian suara rakyat melalui legislator harus mendorong adanya pembahasan dan action yang nyata dan serius karena dianggap merampas hak – hak masyarakat dan hak – hak guru yang dikebiri oleh penguasa saat ini yang dengan menggadaikan semangat perjuangan dan kebersamaan sesuai dengan Pancasila dan Perundang – undangan, dan apabila suara hati nurani tidak digubris maka opsi Mosi Tidak Percaya kepada Bupati Kuningan ke arah pemakzulan bisa terjadi sesuai dengan konstitusi dan aturan perundang – undangan yang berlaku di wilayah Republik Indonesia.
Penulis
Dadang Abdulah
Ketua DPC Hanura Kabupaten Kuningan