KUNINGAN (MASS) – Sebanyak 76 Desa di 30 Kecamatan di Kabupaten Kuningan akan melaksanakan pemilihan kepala desa (pilkades) serentak secara langsung umum bebas dan rahasia. Pada dasarnya, sama seperti pemilihan kepala daerah (Pilkada) yaitu bupati, walikota atau gubernur, hanya pilkades cakupannya lebih kecil yaitu level desa. Karena cakupan kecil itulah umumnya berpeluang besar terjadi gesekan antar kubu pendukung di kelompok masyarakat pemilih di desa karena jarak antar pemilih yang dekat dan terjadi pengelompokan perilaku pemilih.
Pengelompokan – pengelompokan di masyarakat sebagai pendukung calon kepala desa masing – masing sangat kental dengan variasi karakter. Jika dirangkum dari proses pilkades ke pilkades di beberapa daerah dan terutama di Kabupaten Kuningan, perilaku pemilih di pemilihan kepala desa didasarkan pada pengelompokan 3 aspek : primordialisme, sosiologis dan rasionalitas.
Kelompok primordial mempunyai ciri – ciri dalam memilih karena faktor tradisi, kebiasaan umum, adat istiadat, kepercayaan dan lain sebagainya yang melekat disuatu desa. Faktor – faktor tersebut menjadi prioritas dalam menentukan pilihan dan menjadi sangat penting. Pemilih pada kelompok ini tidak terlalu melihat aspek penyelesaian permasalahan di desa. Pemilih primordial sangat mengutamakan budayanya, nilai leluhur, asal – usul, faham sebagai ukuran untuk memilih kepala desa.
Kriteria lain dari calon kepala desa yang mampu menangani masalah ekonomi, pendidikan, kesejahteraan, pemerataan pendapatan serta pembangunan dianggap sebagai parameter nomor sekian (tidak terlalu prioritas). Biasanya pemilih kelompok ini lebih mengutamakan mitos yang berkembang dan nilai historis calon kepala desa. Salah satu karakteristik mendasar jenis pemilih ini adalah tingkat pendidikan yang rendah dan sangat konservatif dalam memegang nilai serta faham yang dianut.
Kemudian memilih karena faktor sosiologis. Kelompok ini pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial mempunyai pengaruh yang signifikan dalam menentukan pilihan nantinya. Pengelompokkan sosial ini misalnya berdasarkan sosial wilayah (rt, rw, dusun), keluarga besar, kekerabatan, kelompok umur, jenis kelamin yang dianggap mempunyai peranan yang cukup menentukan dalam membentuk perilaku memilih.
Untuk itu, pemahaman terhadap pengelompokkan sosial baik secara formal seperti keanggotaan seseorang dalam organisasi kemasyarakatan dan sebagainya maupun kelompok informal seperti keluarga, pertemanan, tongkrongan atau kelompok-kelompok kecil lainnya. Hal ini merupakan sesuatu yang vital dalam memahami perilaku politik, karena kelompok ini mempunyai peranan besar dalam bentuk sikap presepsi dan orientasi seseorang calon kepala desa.
Dan kelompok ketiga yaitu pemilih yang didasarkan kepada rasionalitas (rational voters). Pemilih ini memiliki orientasi tinggi pada kebijakan – kebijakan penyelesaian permasalahan di desa seperti; perekonomian masyarakat, inovasi produk unggulan desa, pendidikan masyarakat, pelayanan kesehatan, pembangunan infrastruktur, penataan wilayah, penataan birokrasi desa, pembinaan SDM, hubungan masyarakat dan sebagainya. Pemilih kelompok ini mengedepankan kemampuan calon kepala desa berupa visi misi, program kerja yang ditawarkan, kelayakan sebagai calon kepala desa, penguasaan wilayah, kewibawaan calon kepala desa dan sebagainya.
Umumnya yang menonjol bagi para pemilih di kelompok ini adalah para muda – mudi energik dan kritis (kaum milenial) yang berpendidikan menengah atas yang memperhatikan kondisi perkembangan desanya dan kaum cendikia. Umum di desa jumlah kelompok pemilih yang termasuk kedalam kelompok primordial dan sosiologis jauh lebih dominan dibandingkan kelompok rasional.***
Penulis: Asep Saepudin, S.Si MM (Peneliti / Riset Indo Barometer)