KUNINGAN (MASS) – Namanya Muhamad Anas. Salah seorang pedagang telur ayam di Desa Bakom Kecamatan Darma.
Anas sendiri, sebelumnya berprofesi sebagai pejabat desa, sebelum akhirnya beralih menjadi pedagang telur ayam.
Meninggalkan profesi yang mengharuskan berpakaian rapi memakai sepatu pantofel yang rutin disemir setiap minggu, tak terasa kini Anas sudah sekitar 5 tahun, bergelut menjadi pedagang telur.
Bergelut dengan pedagang telur, artinya bergelut dengan pekerjaan yang harus kerja fisik lebih keras, serta hanya memakai kaos yang lusuh karena keringat. Sangat berbeda dengan pekerjaannya dulu.
Ia mengaku, meski berbeda dengan pekerjaan sebelumnya. Namun, pekerjaan berjualan sangat dinikmati.
“Mungkin takdir saya harus berjualan bukan di desa,” ujarnya.
Seperti profesi, ia juga sering merasakan suka duka ketika berjualan. Seperti ketika harga turun, padahal saat membeli harga tinggi.
“Dukanya, ya ketika beli telur dari peternak telur, harganya lagi tinggi, belinya sampai puluhan peti. Terus, pas dijual, harga telurnya lagi turun, terpaksa telur tetep dijual dengan harga tinggi, karena ga bakal balik modal kalo harus dijual murah” ujar Anas pada Jumat (2/7/2021) siang.
Harga telur ayam yang tidak pernah stabil, memang menjadi masalah yang ada sejak lama. Tentu hal ini membuat para pedagang telur ini merasa cemas.
Bahkan mungkin, bagi orang seperti Anas yang usianya sudah lebih dari 60 tahunan, keuntungan dari menjual telur, tidak akan sebanding dengan kerja fisik yang dilakukan tubuh tua.
“Tapi syukurnya, ketika harga telur naik, masih banyak pelanggan yang datang buat beli telur ayam dari bapak,” lanjutnya.
Anas mengira, mungkin karena sudah menjadi pelanggan sejak dari awal, banyak yang sudah percaya pada usahanya ini.
Dan dengan pelayanan yang cukup baik, dari mulai membersihkan kotoran ayam yang masih menempel pada telur, serta selalu bersedia untuk mengantar pesanan kemanapun dan kapanpun untuk menjaga agar pelanggannya betah. (Eki/Tk/mgg)