KUNINGAN (MASS) – Menjelang akhir bulan ramadhan, banyak pertanyaan seputar salah satu kewajiban yang hanya ada di antara bulan Ramadhan dan Syawal, soal Zakat Fitrah.
Sesuai perkembangan zaman, penggunaan mata uang dan transaksi digital, persoalan zakat fitrah dengan transaksi digital pun banyak ditanyakan. Apakah boleh?
Menyikapi pertanyaan yang berkembang, Ketua Forum Pondok Pesantren Kabupaten Kuningan yang juga pengasuh pondok Miftahul Falah Ciloa, KH Aman Syamsul Falah memberikan penjelasan.
Dijelaskannya, Zakat Fitrah adalah zakatul abdan, zakat jiwa. Artinya, semua muslim yang hidup diantara bulan Ramadhan dan Syawal wajib mengeluarkannya.
“Bahkan jika ada bayi yang lahir pada tanggal 30 Ramadhan dan hidup same bilan syawal,” sebutnya saat diwawancarai untuk kanal Youtube Kuningan Mass, Kamis (29/4/2021) sore.
Persoalan lainnya, menurut Kyai kharismatik yang sering keluar dan ramai jadi bahan perbincangan adalah soal kadar, atau ukuran zakat fitrah.
“Jangan dibikin ruwet, rumit, kita udah ada regulasinya bersama Baznas. Apalagi sudah diputuskan dewan syariah, dengan beras ataupun uang,” sebutnya menjelaskan perihal 2,5 kg beras.
Soal waktu mengeluarkan zakat, disebutnya akan lebih baik jika diakhirkan menuju syawal.
Karena, tujuan zakat fitrah adalah untuk membahagiakan semua orang saat lebaran nanti. Meskipun tidak menjadi soal jika diawalkan.
“Adapun sistemnya, jika pake uang mau transfer atau manual secara langsung itu tidak apa-apa. Yang penting pas transfer, niat zakat. Nawaitu an ukhrija zakatal fitri, untuk saya atau untuk keluarga saya,” imbuhnya mempertegas.
Dirinya bilang, tentu zakat memang lebih afdhol menggunakan beras dengan ukuran 2,5 kg. Tapi yang lebih penting lagi, zakat ini diwajibkan bagi orang yang sudah punya lebih untuk lebaran nanti.
Beras atau uang, sudah pasti lebih dengan sudah dialokasikan terlebih dahulu, Ifroz, sudah dipisahkan memang untuk zakat.
KH Aman juga menegaskan dengan menyebutkan beberapa dalil naqli. Kyai menjelaskan beberapa referensi yang dijadikan sandaran, seperti kitab fathul qorib, i’anatut thalibin, fathul wahhab dan Iqna.
Meski tidak dijelaskan secara eksplisit, dalil-dalil diatas dianggap menjadi sandaran. Belum lagi hadist nabi tentang transaksi yang bisa diqhiyaskan. Inamal bai’u an tarodhin. Yang paling penting adalah saling meridhoi.
“Maknanya luas, ada ijab dan qobul. Dan ijab qobul itu kan bisa lisan dan tulisan,” jelasnya di akhir. (eki/deden)