Connect with us

Hi, what are you looking for?

Kuningan Mass

Anything

Masyarakat Adat Karuhun Urang Kuningan Harus Mempunyai Legitimasi yang Kuat

KUNINGAN (MASS)- Silaturahmi Masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) dalam hal ini adalah Kelurga Paseban yang yang dipimpin oleh Gumirat Barna Alam dengan MUI Kuningan mendapat apresiasi semua pihak  teramsuk Dr Suwari Akhmaddhian SH MH.

Akademisi Kuningan ini menilai pertemuan dua pihak itu merupakan langkah yang positif. Nilai positifnya yaitu pengakuan rasa bersalah terkait pembangunan tugu.

Selian itu juga kesiapannya berdialog dan menjelaskan terkait dengan ajaran atau kegiatannya ke semua elemen masyarakat di Kuningan.

“Masyarakat AKUR atau keluarga Paseban apabila mau tetap eksis, maka harus mendapatkan legitimasi atau pengakuan secara sosial, hukum dan politik,” tandasnya Selasa (11/8/2020).

Diterangkan, secara politik saat ini diakui bahwa masyarakat AKUR sudah mendapatkan legitimasi secara politik yaitu dengan dukungan dari komunitas yang ada di tingkat Nasional.

Bahkan partai politik pemenang pemilupun mendukungnya, secara legitimasi politik saja tidak cukup perlu legitimasi sosial dan hukum.

Legitimasi hukum lanjut dia, sangat diperlukan karena terkait dengan pengakuan Indonesia adalah negara hukum maka AKUR harus mempunyai legalitas.

“Legalitas apa yang diperlukan? Maka dalam hal ini ada tiga  legalitas yaitu legalitas dari aspek kebudayaan dari Kemendikbud, legalitas dari aspek pengawasan aliran kepercayaan dari Bakorpakem Kejaksaan dan legalitas dari aspek keagamaan dari Kemenag atau mungkin dari MUI,” tandasnya.

Aspek hukum ini sangat penting untuk meyakinkan masyarakat dan lembaga lainnya akan keberadaan masyarakat AKUR. Legalitas yang diperlukan dapat berupa pengakuan baik secara lisan maupun tulisan, surat keterangan atau bahkan surat keputusan.

“Legitimasi sosial juga sangat penting karena terkait dengan penerimaan masyarakat terhadap keberadaan mereka, ujary lagi.

Langkah silaturahmi yang dilakukan oleh Gumirat Barna Alam dan keluarga Paseban laannya sangat baik untuk menetralisir “kemarahan masyarakat” yang di stigma bahwa masyarakat kuningan radikal dan intoleran, narasi-narasi ini yang membuat masyarakat menyampaikan suaranya.

Kelurga Paseban juga harus berhati-hati dalam melakukan segala tindakan maupun ucapan. Kelurga paseban juga harus berhenti melakukan pembelaan-pembelaan diri atau mendistorsi penegakan hukum menjadi pelanggaran HAM atau yang lainnya.

Tetunya  yang dipublikasi pada berbagai media baik lokal ataupun nasional, karena pembelaan-pembelaan yang disampaikan kontra produktif dan bahkan membuat sebagian masyarakat antipati.

“Silaturahmi  kemaron harus dilakukan juga keelemen masyarakat lainnya seperti organisasi  kemasyarakatan, organisasi keagamaan, organisasi kepemudaan, organisasi kebudayaan dan organisasi yang lainnya.”

Suwaru mengatakan, sudah saatnya permasalahan yang terkait dengan Masyarakat Adat Karuhun Urang Kuningan (AKUR) atau keluarga Paseban diselesaikan secara tuntas dan menghilangkan residu-residu masa lalu.

Oleh karena itu sudah bagus yang disampaikan oleh tim pengkaji bahwa terkait pengambilan keputusan tidak perlu tergesa-gesa. Yang penting diselesaikan secara komprehensif sehingga legitimasi sosial, hukum dan politik tercapai atau terpenuhi”

Terkait dengan kekisruhan penyegelan tugu ia  rasa DPRD Kuningan juga sedikit banyaknya ikut bertangung jawab. Pasalnya,  sumbernya yaitu produk hukum yang dibuat oleh DPRD dan Pemda adapun produk hukumnya yaitu Perda No 13 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Izin Mendidirkan Bangunan khususnya Pasal 5 Bangunan Bukan Gedung huruf g yaitu konstruksi monumen berupa tugu, patung”

Harusnya definisi Tugu ada dalam ketentuan umum atau dalam penjelasan sehingga masyarakat awam paham dan mengerti ketika definisinya ada di ketentuan umum, dalam Perda No 13 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Izin Mendidirkan Bangunan, saat ini tidak ada definsi atau pengertian tugu.

Bagi aparatur pemerintah yang sudah terbiasa dengan produk hukum pasti paham, tinggal buka kamus besar bahasa Indonesia (KKBI), maka didapati pengertiannya “tugu artinya adalah tiang besar dan tinggi yang dibuat dari batu, bata dan sebagainya”.

Naun bagi masyarakat awam pasti akan mempertanyakannya karena tidak tercantum di perda.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Ditambahkan, untuk menjaga dinamika masyarakat di masa yang akan datang yang dikarenakan  isi perda yang kurang sempurna, maka Pemda dan DPRD harus mempersiapkan rancangan perda secara komprehensif.

Tentu  mulai dari naskah akdemik sampai draf rancangan yang melibatkan ahlinya seperti ahli hukum, ahli bahasa dan ahli lainnya. (agus)

Advertisement

Berita Terbaru

Advertisement
Advertisement

You May Also Like

Advertisement