KUNINGAN (MASS) – Tidur dimana saja bagi Eman sudah biasa, ketika langit berubah menjadi gelap ia tahu bahwa ini saatnya untuk mengistirahatkan kaki-kakinya yang telah digunakan berjalan keberbagai tempat.
Suasana malam begitu dingin hujan pun menemani langkahnya, dengan setengah berlari dan menghindari tetesan air ia menelusuri gang gelap untuk mencari tempat beristrirahat, bau sampah selalu ia hiraukan, baginya bau itu menjadi tanda jika pagi menjelang ia tak perlu lagi berjalanan untuk mencari makan. Dia pun terlelap tak jauh dari tumpukan sampah.
Suara langkah kaki terdengar mendekatinya, dilihatnya lelaki itu kencing pada tembok lalu pergi begitu saja.
“Ternyata manusia memiliki kelakuan yang sama dengan hewan, tak ada bedanya”
Pikiran Eman mengatakan jika itu ciri manusia menandai daerah kekuasaannya, sama seperti ia dan kawan-kawannya lakukan, namun sedikit berbeda. Manusia berbeda akan kencing ditempat yang sama dan dilakukan pada malam hari atau ketika pagi mulai datang, saat suasana sedang sepi. Berbeda dengan dirinya yang bisa kencing dimana saja dan kapan pun entah siang atau malam.
Suara kendaraan beroda dua terdengar sesekali, ia tahu bahwa ini sudah pagi dan para manusia mulai beraktifitas.
Merenggangkan badannya terlebih dahulu, melemaskan otot-ototnya merupakan cara efektif untuk menyegarkan tubuhnya dari tidur tadi malam. Setelah itu dia langsung mendekati tumpukan sampah mencari makanan yang bisa dimakannya, namun bukan keberuntungannya karena hanya ada sisa sayuran busuk dan plastik saja.
Langit masih nampak gelap, bintang pun masih terlihat walau tidak banyak, menurut nenek moyang Eman bintang yang masih terlihat ketika pagi datang ialah mereka yang enggan akan keberadaan matahari, sebab ketika matahari datang menggeser tempat mereka, sinar mereka akan pudar oleh cahayanya. Daripada memikirkan nenek moyang, Eman lebih suka ia segera menuju pasar mencari sesuatu yang ia bisa makan.
Berjalan di pagi hari selalu ia lakukan, namun pada bulan januari langit bermurah hati pada warga untuk menurunkan hujan, untuk pemenuhan kebutuhan air dan mengairi pertanian yang telah lama mengalami kemarau panjang. Namun baginya akibat hujan semalam membuat jalan menuju pasar menjadi basah, becek sehingga mengotori kaki-kakinya, dengan langkah cepat ia menuju tempat yang dituju.
“Kau datang man ?”
Tanya seekor kucing bertubuh gempal
“tentu, ditempatku tak ada ikan segar seperti ini” sahut Eman
“Kau mendekatlah pada ibu itu, biasanya dia akan melempar sisa ikan pada kucing di dekatnya” Eman pergi menghampiri ibu itu, menatapnya dengan lekat dan berharap sisa ikan yang sedang dibersihkan itu dilempar kepadanya dan tanpa menunggu lama sisa ikan itu dilempar padanya membuat ia kenyang.
Setelah kenyang Eman menelusuri pasar diantara kaki-kaki manusia, ia dapat membedakan mana orang yang hidup senang dengan orang melarat hanya dengan melihat kaki-kaki itu dengan sekilas dan benda yang menjadi alas menempel dibawah kaki itu. Ia pernah membayangkan jika dirinya dapat menggunakan benda itu agar kakinya tak kotor ketika menelusuri pasar. Hal yang paling sering ia lakukan ketika mengunjungi pasar yaitu diam mematung melihat ikan-ikan laut dijual oleh perempuan tua cerewet. Baginya selama ia hidup, ia tak pernah merasakan rasa daging ikan tersebut, karena perempuan itu tak pernah membersihkan ikan seperti hal nya perempuan baik hati yang membersihkan ikan di perempatan ketiga pasar.
Berdiam diri didekat lapak ikan laut ia lakukan selama beberapa waktu, ia selalu hapal betul setiap 10 hari sekali seorang lelaki membeli ikan pada perempuan cerewet itu, namun ia tak pernah membeli ikan segar melainkan ikan hampir busuk, kucing seperti dia pun enggang untuk memakannya. Lelaki itu menyerahkan sejumlah uang pada perempuan itu lebih sedikit dari yang ia sering lihat oleh kebanyakan orang, tetapi ikan yang didapat sangat banyak jumlahnya. Matahari perlahan mulai meninggi, lapak pedagang yang sebelumnya tumpah ruah dijalanan kini perlahan menghilang bersamaan dengan langit semakin terang.
Tak seperti hari biasanya, hari ini nampak orang-orang berkumpul di salah satu sudut pasar, salah satu orang terlihat mengomando puluhan orang tersebut yang didominasi oleh pria, rasa kekesalan ditunjukan kepada sebuah bangunan berwarna oranye yang baru saja dibuat.
Eman mendekati benda itu memutarinya berkali-kali, sesekali menggosokan badannya pada benda itu. Kenapa benda ini membuat kesal hampir seluruh orang di pasar pikirnya sambil menatap bangunan itu. Diantara riuh orang pasar, lelaki yang dilihatnya tadi pagi membeli ikan kini sedang sibuk melayani membeli, sepiring siomay ia antarkan pada kerumunan orang-orang yang sedang diinstruksikan untuk demo itu.
Matahari bersinar terik tepat diatas kepala, Eman memilih mengistirahatkan tubuhnya dibawah kolong lapak mainan anak, selain menghindari sengatan matahari, ia senang melihat kaki-kaki manusia yang penuh sesak pada toko bergambar macan. Baginya kaki-kaki itu nampak indah sebab benda yang menempel pada kaki manusia selalu terlihat berkilau, berbahan bagus dan berwarna-warni berbeda dengan kaki-kaki yang dilihatnya ketika pagi hari dipasar. Kadang nampak beberapa orang dipasar berjalan tanpa menggunakan alas seperti dirinya, memikirkan itu ia teringat pada lelaki tua bertubuh kecil yang selalu menarik gerobak penuh dengan belanjaan tanpa menggunakan alas kaki. Tubuh kecil pak tua itu selalu berhasil membawa puluhan kilo belanjaan.
Berbagai macam lagu dinyanyikan oleh pengamen yang silih bergatian memasuki toko tersebut, Eman biasanya melihat lima kelompok yang secara bergantian memasuki toko, menyanyikan lagu sumbang dengan kritik sosial atau pun seputar rumah tangga. Bagi Eman diantara kelompok pengamen, seorang pengamen perempuan bergaya laki-laki selalu memukau pendengarannya, wanita itu piawai dalam bernyanyi sembari memainkan gitarnya. Namun dibulan Januari ini sosoknya belum ia lihat lagi.
Sri
Mahasiswa Universitas Islam Al-Ihya Kuningan