ANCARAN (Mass) – Sebanyak tujuh fraksi DPRD Kabupaten Kuningan secara bergantian menyampaikan Pandangan Umumnya (PU) terkait enam buah Raperda yang diusulkan Pemkab Kuningan, pada rapat paripurna di gedung wakil rakyat setempat, Senin (28/3). Dalam agenda itu, fraksi-fraksi telah mengupas seluruh materi Raperda usulan pemerintah daerah, dua diantaranya yaitu Raperda tentang Badan Musyawarah Desa (BPD) dan Perubahan Perda nomor 8 Tahun 2008 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan.
Dalam PU-nya, Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Aang Hasanudin melalui jubirnya, sependapat dengan pemerintah daerah mengenai pembentukan Perda tentang BPD itu. Sebab, sebagai perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah desa, BPD memiliki kedudukan penting dalam sistem pemerintahan desa seklaigus sebagai wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan dari wilayah yang ditetapkan secara demokratis.
“Namun, kami juga meminta penjelasan bupati mengenai mekanisme dan tata cara dari pasal 3 draft Raperda, yang disebutkan BPD tidak berhak mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan pemerintah desa kepada pemdes. Lalu, bagaimanakah bentuk riil dari pengawasan yang dilakukan BPD kepada Pemdes,” tanyanya.
Kemudian dalam pasal 8 sendiri lanjutnya, disebutkan bahwa anggota BPD dilarang menjadi pengurus parpol. Artinya, jika menjadi anggota partai politik diperbolehkan, lalu bagaimana dengan netralitas anggota BPD tersebut ketika terjadi konflik kepentingan di desa yang bersinggungan dengan parpol.
Tak jauh berbeda disampaikan Fraksi Restorasi PDI Perjuangan. Dalam PU-nya, Fraksi yang diketuai Nuzul Rachdy itu menilai, dalam draft Raperda soal BPD belum terlihat substansi pengaturan yang berasal dari muatan lokal, sebagaimana delegasi kewenangan yang diberikan pasal 65 ayat (2). Fraksinya juga memandang perlu diatur larangan adanya hubungan darah drajat satu atau hubungan semenda drajat (karena perkawinan) antara anggota dan pimpinan BPD dengan kepala desa.
“Bagaimana mau mengawasi kinerja kalau yang mengawasinya adalah kerabatnya, dan ini realitasnya terjadi di beberapa desa. Kedepan, diharapkan ada ketentuan yang melarang hubungan baik semenda maupun darah drajat satu antara kepala desa dengan ketua dan anggota BPD beserta dengan perangkat desa,” tandasnya.
Untuk Perubahan Perda nomor 8 Tahun 2008 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan, pihaknya meminta agar dalam Raperda ini hendaknya lebih menekankan adanya substansi materi pengaturan yang berasal dari muatan lokal, mengingat dalam UU nomor 6 Tahun 214 dan PP 43 Tahun 2014 PP 47 Tahun 2014 tidak mengatur lebih lanjut.
“Hendaknya juga ada ketentuan yang mengatur peran LPM untuk proyek-proyek desa yang besarannya kurang dari Rp100 Juta, dan tidak membutuhkan teknologi tinggi sesuai Perpres 54 Tahun 2010, dilaksanakan secara swakelola oleh desa yang melibatkan LPM dan masyarakat setempat,” pungkasnya.(andri)