KUNINGAN (MASS) – Angka partisipasi pemilih yang dinilai rendah mestinya bisa digenjot. Ini apabila para kandidat mampu membangun kesemarakkan pilkada.
“Partisipasi politik pada pilbup Kuningan yang hanya berada pada kisaran 60-70 persen seharusnya masih bisa digenjot jika saja para paslon mampu membangun kesemarakan suasana pilkada,” ujar Tunggul Naibaho, koordinator ANCar (Aliansi Nasional cendikiawan Akar Rumput).
Membangun kesemarakkan pilkada, imbuhnya, tentu bukan hanya memasang baliho dan poster. Tapi yang substansi adalah menebar pemikiran dan gagasan.
“Sehingga terjadi diskursus dan diskusi publik, mulai dari kantor sekretariat timses, LSM, warung kopi, hingga ke saung para petani,” kata dia, Sabtu (30/6/2018).
Menurutnya, KPU selaku penyelenggara telah menjalankan tugasnya dengan baik dalam hal sosialisasi pilkada. Tetapi untuk membuat pilkada semarak atau tidak, menarik atau menjemukan itu menjadi bagiannya para paslon dan timsesnya.
KPU, sambungnya, hanya sekadar memberitahukan waktu dan tempat pertandingan, serta menyediakan tiket.
“Tetapi, apakah rakyat mau menonton atau tidak, itu semua tergantung kepada para paslon. Kalau kampanye datar-datar saja, dan hanya diisi silaturahmi ke silaturahmi, tentu saja rakyat malas datang ke TPS,” ucap Tunggul.
Petinju saja, yang bertanding memakai tinju, juga kerap menggunakan bacotnya, melakukan perang syaraf, agar karcis banyak terjual.
“Masa ini, soal politik, soal mengelola kekuasan dan mengurus rakyat, sepi dari orasi dan narasi,” ketusnya.
Sepengetahuannya, tambah warga Desa Cipondok Cibingbin ini, selama kampanye sama sekali tidak ada isu yang diangkat para paslon.
“Boro-boro berpolemik diantara para kandidat, membincangkan satu isu pun, tidak pernah,” tandasnya.
Jadi, bagi para pemilih cerdas dan juga yang sudah apatis, sambung alumnus FHUI ini, tidak ada alasan yang mendorong mereka untuk datang ke TPS.
“Jadi menurut saya ini hanyalah sebuah perjudian dengan jumlah taruhan yang lumayan besar, dimana sang petahana yang mengocok dan membagi kartu. Dan ketika permainan usai, sang penantang yang kalah berteriak, curang, curang,” tukas Tunggul berilustrasi. (deden)