KUNINGAN (MASS) – Meskipun bupati memiliki hak mutlak untuk menentukan penjabat (Pj) sekda, baiknya ada ruang untuk mendengar atau menyerap aspirasi masyarakat juga. Sosok Pj sekda itu bukan hanya digunakan mutlak oleh user sebab keberadaannya bukan cuma melayani kepentingan bupati saja.
“Perlu juga pertimbangan-pertimbangan bahwa sekda itu “jembatan” yang menghubungkan kepentingan Eksekutif dengan Legislatif, Yudikatif, Polri, TNI dan segenap komponen pembangunan daerah lainnya termasuk Pers atau LSM,” saran Direktur Merah Putih Institut, Boy Sandi Kartanegara.
Kalau Pj sekda tak bisa menjadi “jembatan” yang baik dengan instrumen-instrumen itu, maka beban yang ditanggung oleh roda pembangunan daerah akan semakin berat.
“Contoh kecil saja, jika Pj sekda tak bisa menjadi komunikator yang handal dengan legislatif saja, maka setiap agenda-agenda yang perlu pembahasan dengan DPRD akan sulit menemukan kata mufakat,” tuturnya.
Menurut Boy, itu bisa menjadi masalah besar bagi kesinambungan pembangunan daerah. Sehingga dia berharap, semoga penunjukan Pj sekda bukan berangkat dari ketergesa-gesaan untuk mengisi kekosongan saja.
“Apalagi didasari oleh kepentingan-kepentingan sesaat menjelang pilkada. Itu tak boleh” ujar Boy.
Perlu diingat, imbuhnya, meski hanya menjabat selama 3 bulan, Pj sekda itu konduktor yang harus mampu mengharmonisasi nada birokrasi untuk kemaslahatan publik agar tetap terlayani dengan baik dan adil. (deden)