KUNINGAN (MASS) — Di tanah kelahiran saya, Kuningan, Jawa Barat, kami tumbuh besar dengan sebuah pegangan hidup yang tak lekang oleh waktu: “Lamun keyeng tangtu pareng”—jika kita bersungguh-sungguh dalam berikhtiar, hasil pasti akan tercapai. Filosofi sederhana ini telah melahirkan ribuan pedagang tangguh dan pengrajin ulet yang menjadi tulang punggung ekonomi daerah selama puluhan tahun.
Namun, saat kita melangkah menuju ambang tahun 2026, definisi “bersungguh-sungguh” ini sedang mengalami evolusi yang radikal. Di era disrupsi digital, keringat saja tidak lagi menjadi mata uang yang paling berharga.
Sebagai praktisi yang mendalami irisan antara pemasaran digital dan teknologi, saya melihat sebuah fenomena yang paradoks. Di satu sisi, semangat juang UMKM kita luar biasa. Mereka siap bangun sebelum subuh, membuka toko, dan bekerja hingga larut malam. Namun, di sisi lain, banyak dari mereka yang “kalah perang” di pasar digital.
Mengapa? Karena mereka mencoba melawan mesin dengan otot.
Jebakan “Kerja Keras” Manual
Di era digital yang serba cepat ini, energi fisik saja seringkali tidak cukup untuk menembus kebisingan pasar global. Banyak pelaku usaha yang terjebak dalam rutinitas administratif yang melelahkan—membalas pesan pelanggan satu per satu secara manual, meriset tren pasar dengan insting semata, atau menghabiskan berjam-jam hanya untuk merangkai satu kalimat promosi.
Padahal, waktu berharga tersebut bisa dialokasikan untuk hal yang jauh lebih esensial dan manusiawi: meningkatkan kualitas produk, membangun hubungan personal dengan pelanggan, atau sekadar beristirahat agar tetap kreatif.
Di sinilah letak urgensi adopsi teknologi. Membawa bekal sertifikasi CDMS (Certified Digital Marketing Specialist) dan C.Gen.AI (Certified Generative AI Expert), saya melihat bahwa teknologi canggih seperti Kecerdasan Buatan (AI) tidak boleh hanya menjadi mainan korporasi raksasa di ibu kota.
Teknologi ini harus membumi. AI harus menjadi asisten setia bagi pedagang keripik di pasar, pengrajin batik di desa, hingga pemilik kedai kopi di sudut kota.
PROFITS: Harmoni Tradisi dan Inovasi
Semangat inilah yang melatarbelakangi inisiatif PROMPTIFA.ID. Melalui kerangka kerja yang kami sebut PROFITS Framework, kami menawarkan jalan tengah. Kami tidak mengajak UMKM untuk meninggalkan etos kerja keras leluhur, melainkan melengkapinya dengan efisiensi mesin.
Bayangkan sebuah ekosistem bisnis di mana:
● Riset (Research): Keinginan pasar yang tersembunyi dapat dibaca melalui data, bukan sekadar tebakan.
● Formulasi (Formulate): Pembuatan konten promosi dibantu oleh asisten cerdas agar pesan tersampaikan dengan jernih dan konsisten.
● Transaksi (Transact): Pelayanan pelanggan berjalan responsif 24 jam tanpa menguras energi pemiliknya.
Dengan sistem ini, etos “Lamun Keyeng” mendapatkan wadah baru yang lebih efisien. Pelaku UMKM tidak lagi bekerja untuk mengejar algoritma yang melelahkan, tetapi menggunakan algoritma untuk memperluas jangkauan kebaikan produk mereka.
Menyongsong 2026: UMKM yang Berdaya
Visi saya mendampingi 10.000 UMKM dan Kreator bukanlah tentang menggantikan manusia dengan robot. Ini adalah tentang harmoni. Kita menggabungkan ketulusan hati (Human Touch) yang menjadi ciri khas keramahtamahan Indonesia, dengan presisi dan kecepatan teknologi (AI Power).
Masa depan ekonomi digital Indonesia bukan tentang manusia melawan mesin. Masa depan adalah tentang manusia yang menjadi lebih berdaya karena mesin.
Mari kita songsong tahun 2026 dengan optimisme baru. Mari kita jaga nyala api semangat kerja keras warisan orang tua kita, sembari kita beranikan diri mengadopsi alat kerja masa depan.
Bersama, kita pastikan UMKM Indonesia tidak hanya tangguh bertahan, tapi juga tumbuh memenangkan pasar.
Oleh: Firdaus Eka Fadla, A.Md., CDMS, C.Gen.AI,Founder PROMPTIFA.ID & Praktisi Strategi Digital, inisiatif edukasi untuk akselerasi UMKM Indonesia.








